Senin, 31 Januari 2011

Bercengkerama Dengan Nelayan Senggigi Lombok

Sebenarnya aku lagi ada tugas pertemuan di Hotel Sentosa Senggigi Lombok, namun ada keinginan untuk sekedar ngobrol ngobrol dengan masyarakat setempat, kebetulan jam 5 sore ini seusai pertemuan ada waktu luang sebelum mengikuti lagi pertemuan lanjutan nanti malam. aku berjalan ke belakang Hotel Sentosa Senggigi ini dan disana ada pantai cantik dengan beberapa turis asing lagi menikmati debur ombak pantai Senggigi serta ada deretan perahu cadik warna warni milik nelayan yang khas lombok dimana kanan kirinya bersayap (cadik) yang terbuat dari bambu betung, dimana sayap ini dapat menerjang gelombang besar yang dihadapinya.

Aku hampiri satu dari deretan perahu perahu nelayan itu yang terlihat baru mendarat setelah melaut mencari ikan. Nelayan yang aku hampiri bernama Pak Kadir berumur 42 tahun beranak 3. Dari dialah, aku jadi tahu sedikit tentang nelayan dan perahu perahu yang berderet di belakang Hotel Sentosa Senggigi tersebut.
Nelayan dan perahu yang berderet di pantai Senggigi ini adalahnelayan  nelayan Ampenan yang berjarak sepuluh kilometeran dari Senggigi. Di Ampenan para nelayan ini tidak dapat melaut karena ombak besar di musim barat seperti ini. Sedangkan di pantai Senggigi, ombaknya tidak terlalu ganas karena terlindungi dalam sebuah teluk.
Perahu cadik dengan sebutan setempat dengan jukung pelopor yang digunakan untuk mencari ikan tongkol adalah umunya perahu milik sendiri yang harganya untuk perahu kayu tersebut sekitar 12 jutaan, mesin tempelnya bermerek suzuki atau yamaha seharga 19 juta dan peralatan penangkapan ikannya berupa jaring dan alat pancing berharga 3 jutaan. Kalau melaut mencari ikan, perahu ini hanya diawaki oleh satu orang saja. Tentunya ini memerlukan keahlian tersendiri karena selain menangkap ikan juga harus sekalian sambil mengendalikan perahunya.
Umumnya para nelayan ini melaut sekitar 4 jam, misalnya kalau berangkat jam 5 pagi, pulangnya itu jam 9 an, begitu juga kalau yang melautnya jam 1 siang maka biasanya jam 5 baru mendarat (seperti yang aku lagi saksikan sekarang ini). Melautnya tidak jauh jauh dari pantainya dan dalam sekali melaut menghabiskan bensin sekitar 20 liter atau senilai Rp 110 ribu.

Target yang ikan yang ditangkap adalah tongkol. Yang didapat umumnya berukuran sekilo 3 atau 2 ekor. Alat tangkap yang digunakan adalah pancing namun perlu dibantu dengan jaring insang. Kalau soal hasil ikan tangkapannya, itu tidak dapat diprediksi hasilnya. Bisa sekali melaut dapat 200 ekor atau tidak dapat sama sekali. Kata Pak Kadir: namanya juga berburu maka hasilnya tergantung kepada keberuntungan.
Begitu mendarat, ibu ibu para bakul ikan sudah langsung mengerubutinya. Dan ikan ikan tongkol itu dibeli langsung dengan harga rata rata Rp 4000 per ekornya.

Jadi berapa pendapatan nelayan kita ini? itu sulit dihitungnya. Mangkanya pendampingan terhadap nelayan nelayan kita ini dari berbagai pihak terhadap manajemen usahanya atau juga peningkatan keahliannya untuk scalling up misalnya -sangat diperlukan- sekali.
Pulang Melaut 1

Pulang Melaut ll

Disambut Bakul ikan

Sangat Lumayan

Dapat Lumayan Banyak

Dihargai 4000 per ekor


Membersihkan dan Merawat Jaring

Berteman Dengan Nelayan Tangguh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar