1. Latar belakang
Ramalan tentang bakal terjadinya pemanasan global serta dampaknya sudah diketahui belasan tahun silam. Saat itu para pakar dari berbagai negara telah melakukan penelitian di beberapa tempat. Hasilnya, pemanasan global bukan lagi sekadar desas-desus, tetapi secara perlahan-lahan mulai menggerogoti hidup manusia. Pada awal Februari 2007 yang lalu Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) melaporkan hasil pengamatan dan proyeksi dampak perubahan iklim dunia. Laporan tersebut juga memaparkan sejauh mana kontribusi manusia dalam perubahan iklim tersebut.
Pemanasan global telah menjadi isu utama lingkungan telah mulai menyadarkan masyarakat yang telah menduduki dunia ini akan eksistensinya di muka bumi ini. Dampaknya bahkan lebih besar sebelum manusia menyadari perubahan lingkungan akibat ancaman pemanasan global. Tidak hanya manusia yang akan terkena dampak dari fenomena alam ini, tapi banyak ekosisten lainnya yang mengalamai gangguan hingga kepunahan pada species yang hidup didalamnya.
Pulau-pulau kecil merupakan ekosistem yang ada di muka bumi ini yang merupakan bagian dari ekosistem yang unik, memiliki kerentanan terhadap perubahan lingkungan akibat dari perubahan iklim. Salah satu ancaman untuk ekosistem pulau-pulau kecil adalah pemanasan global yang menyebabkan naiknya permukaan air laut karena ekosistem pulau-pulau kecil yang sangat rentan. Apabila kondisi ini terjadi dapat dibayangkan bahwa Indonesia yang memiliki ribuan pulau kecil akan mengalami masalah besar terhadap ekosistem dan kehidupan manusia yang tinggal di pulau-pulau kecil tersebut.
Fenomena kenaikan muka air laut (sea Level Rise) pada dasarnya disebabkan oleh dua faktor utama yaitu :
1. Perubahan topografi dasar lautan yang diakibatkan oleh efek tektonik dengan kecepatan kenaikan muka air lautnya yang relative sangat lambat.
2. Naiknya suhu atmosfir secara global akan juga meningkatkan suhu lapisan atas lautan. Hal ini akan mengakibatkan air laut mengembang. Kecepatan naiknya muka iar laut lebih besar dibandingkan dengan disebabkan oleh efek tektonik. Selain itu suhu atmosfir yang lebih tinggi juga mengakibatkan mencairnya es di kutub yang berkontribusi terhdap fenomena naiknya permukaan air laut.
Pada masa sekarang ini, fenomena naiknya permukaan air laut telah menjadi issu internasional yang mempunyai dampak terhadap kehidupan manusia dan lingkungan. Dampak langsung dari fenomena ini adalah :
v Terjadi erosi pantai
v Tergenangnya daratan di wilayah pesisir
v Banjir yang semakin meluas
v Kerusakan ekosistem wilayah pesisir dan
v Berbagai dampak tidak langsung lainnya.
Indonesai sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau dan sebagian besar adalah pulau-pulau kecil akan merasakan dampak langsung dari fenomena ini, terutama di daerah yang mempunyai dataran rendah di wilayah pesisir khususnya. Perilaku kedudukan muka laut beserta variasi temporal dan spasial di wilayah regional atau lokal Indonesia merupakan salah satu data yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan suatu wilayah.
Dalam satu dekade belakangan ini, fenomena peningkatan pemanasan global dan diikuti oleh adanya peningkatan muka air laut sudah mulai dirasakan. Hal ini terlihat pada beberapa daerah yang sudah merasakan kenaikan permukaan air laut tersebut. Kejadian ini tidak hanya sekedar naik pada waktu tertentu dan kemudian surut kembali. Namun naiknya permukaan air laut ini dapat menyebabkan abrasi di daerah pantai yang menyebabkan berkurangnya daratan akibat tergerus oleh gelombang dan arus serta dikhawatirkan akan berdampak tenggelamnya pulau-pulau kecil di Indoenesia
2. Dampak Kenaikan Permukaan Air Laut terhadap Pulau-pulau Kecil
Salah satu pengeruh potensial perubahan iklim yang sangat siknifikan adalah naiknya permukaan air laut (sea level rise) yang menyebabkan terendamnya sebagian wilayah pesisir serta terendam infrastruktur dan tenggelamnya pulau pulau kecil di Indonesia, erosi pantai, intrusi air laut, rusaknya ekosistem penting seperti ekosistem lahan basah dan mangrove yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya pengungsian penduduk, produktifitas perikanan akan menurun drastis, sulitnya sumber air bersih serta menurunnya produktivitas pertanian.
Dampak kenaikan permukaan air laut yaitu :
(a) meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir,
(b) perubahan arus laut dan meluasnya kerusakan mangrove,
(c) meluasnya intrusi air laut,
(d) ancaman terhadap kegiatan sosial-ekonomi masyarakat pesisir, dan
(e) berkurangnya luas daratan atau hilangnya pulau-pulau kecil.
Dengan terjadinya curah hujan sangat tinggi (kejadian ekstrim) dan pola hujan yang acak dan musim hujan yang pendek akan dapat meningkatkan frekuensi dan intensitas banjir di suatu kawasan diperparah lagi dengan pengaruh berbaliknya air dari daerah pesisir ke daerah daratan akibat tingginya permukaan air laut dan dikhawatirkan akan menenggelamkan daratan atau pulau. Frekuensi dan intensitas banjir diprediksikan terjadi 9 kali lebih besar pada dekade mendatang dimana 80% peningkatan banjir tersebut terjadi di Asia Selatan dan Tenggara (termasuk Indonesia) dengan luas genangan banjir mencapai 2 juta mil persegi. Peningkatan volume air pada kawasan pesisir akan memberikan efek akumulatif apabila kenaikan muka air laut serta peningkatan frekuensi dan intensitas hujan terjadi dalam kurun waktu yang bersamaan.
Disamping itu, dampak naiknya permukaan air laut juga akan mengakibatkan perubahan arus laut pada wilayah pesisir yang menyebabkan rusaknya ekosistem terumbu karang dan mangrove akan diperparah lagi dengan luasnya terumbu karang yang telah rusak serta luas hutan mangrove yg hilang akibat diambil dan dirusak yang kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan. Apabila keberadaan ekosistem ini tidak dapat dipertahankan lagi, maka abrasi pantai akan kerap terjadi karena tidak adanya penahan gelombang, pencemaran dari sungai ke laut akan meningkat karena tidak adanya filter polutan, dan zona budidaya pun akan terancam dengan sendirinya.
Kenaikan muka air laut juga akan mengakibatkan meluasnya intrusi air laut. Selain itu juga akan berdampak terhadap kondisi sosial-ekonomi masyarakat seperti tergenangnya kawasan pemukiman penduduk dan infrastruktur yang mendukung perekonomian masyarakat dan terancam berkurangnya luasan kawasan pesisir, bahkan hilangnya pulau-pulau kecil tergantung dari kenaikan muka air laut yang terjadi karena pulau pulau kecil terutama Pulau-pulau kecil yang datar (low-lying islands) yang memiliki ketinggian rata-rata 1 meter di atas permukaan laut sangat rentan terhadap perubahan iklim seperti naiknya permukaan air laut ini.
Kerusakan ekologis di pulau kecil cukup mengkhawatirkan. Dari hasil survei penamaan pulau di 22 provinsi sejak tahun 2005, ditemukan 24 pulau yang telah hilang secara fisik. Mereka tersebar di delapan provinsi, 10 kabupaten, dan 12 kecamatan.
Sejak tahun 1990-an, laju kerusakan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Kerusakan ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil tersebut berdampak langsung terhadap penurunan kualitas habitat ikan dan mengurangi produktivitas perikanan untuk berkembang serta mengurangi fungsi estetika lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil. Penurunan kualitas lingkungan pesisir dan pulau-pulau kecil antara lain diakibatkan oleh faktor alam, seperti gempa bumi, tsunami, perubahan iklim (global warming), banjir, gangguan atmosferik (El Nino), dan bencana biologis, seperti munculnya satwa asing (invasive species). Penurunan kualitas ekosistem pesisir yang lebih cepat terjadi karena kegiatan manusia yang bersifat destruktif, seperti pemanfaatan berlebihan, praktek-praktek penangkapan ikan yang destruktif,
3. Kegiatan antisipasi kenaikan muka air laut
Dampak kenaikan muka air laut (sea level rise) terhadap pulau-pulau kecil merupakan faktor dominan dari pemansan global secara keseluruhan. Untuk mengetahui kerentanan pulau-pulau kecil di indonesia dalam rangka mengantisipasi pemasan global, khususnya dampak naiknya permukaan air laut maka diperlukan berbagai jenis data baik sekunder, primer serta data hasil verifikasi di lapangan. Kebutuhan data serta perkiraan sumber-sumber data :
Data : TOPOGRAFI, BATIMETRI, SEA LEVEL RISE, SEA SURFACE TEMPERATURE. PASANG SURUT AIR LAUT, ARUS LAUT, GELOMBANG LAUT, LAND SUBSIDANCE/UPLIFT, ABRASI PANTAI, PEMBENTUKAN MORFOLOGI PANTAI, KEPENDUDUKAN, EKOSISTEM MANGROVE, TERUMBU KARANG DAN LAMUN, FLORA DAN FAUNA ENDEMIS.
Perkiraan sumber data : CITRA SATELIT, DISHIDROS TNI-AL, GPS, DATA GEOLOGI, PETA GEOLOGI, BKSDA, STATISTIK, DKP DAN SURVEY LAPANGAN
a. Geomorfologi pulau. Data yang menyangkut informasi tentang geologi
b. Coastal slope, data dan informasi topografi pulau-pulau kecil yang dapat diperoleh dari citra satelit beresolusi tinggi yang menggambarkan pulau-pulau kecil secara menyeluruh di indonesia dengan skala besar.
c. Relative sea level rise rate. Nilai kecepatan kenaikan muka air laut yang cukup akurat di wilayah pulau-pulau kecil yyang bias diperoleh dari data citra satelit. Disamping itu juga dapat diperoleh dari data pasang surut air laut yang telah diamati di seluruh Indonesia.
d. Shoreline erosion / accretion rate. Informasi kecepatan erosi pantai dapat diestimasi melalui pemodelan berdasarkan data geologi, data oseanografi/ meteorology (arus, angina dan lain-lain), data vegetasi di sekitar pantai, serta data topografi/batimetri sekitar pulau-pulau kecil. selain itu informasi dapat diperoleh melalui tinjauan lapangan dan data histories.
e. Mean tide range. Informasi mengenai nilai perbedaan kedudukan pasang surut tertinggi dan terendah rata-rata di wiloayah pulau-pulau kecil dapat diperoleh berdasrkan data tide gauge atau model pasut regional.
f. Mean wave height. Informasi mngenai tinggi gelombang rata-rata di wilayah pulau-pulau kecil dapat diestimasikan berdasarkan data oseanografi, meteorology, dan data batimetri, atau data yang ada di Badan Meteorogi dan Geofoiska.
g. Land subsidence/uplift. Informasi naik atau turunnya pulau-pulau kecil sebagai akibat dari aktifitas tektonik dapat diperoleh dari analisis geologi. Disamping itu informasi ini dapt juga diperoleh secara akurat melalui teknik GPS yang teliti dengan pengamatan secara periodik, namun membutuhkan waktu yang lama.
h. Dan data lainnya.
Data-data yang diperoleh tentunya harus dilakukan pengolahan secara menyeluruh, karakteristik fenomena fisis setiap variable dapat diestimasikan dan dideskripsikan. Selanjutnya dilakukan pengambilan keputusan variable-variabel mana saja yang paling signifikan sebagi variable utama dalam rangka menetukan peringkat dampak dari setiap variable.
Prediksi terhadap dampak pemanasan global di masa datang dapat dilakukan secara simulatif melalui model-model simulasi seperti ekstrapolasi berdasrkan data histories, static inundation modeling dan lain-lain Proses pemodelan dan simulasi dibantu dengan teknologi system informasi geografis (GIS). Hasil pemodelan harus diuji kualitas serta validitasnya. Proses pengujian akan dilakukan melalui perbandingan atau pengkorelasian antara hasil pemodelan dengan informasi-informasi terkait yang bersifat independen,.
Pada akhirnya adalah dengan melakukan interpretasi dan menyajikan dalam suatu sistem informasi geografis karena proses ini menjadi penting jika pengolahan data dilakukan dengan benar untuk memudahkan dalam pengambilan keputusan. Informasi dan pemodelan yang akan dihasilkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam menentukan arah pembangunan dan perencanaan pulau-pulau kecil dalam menghadapi pemansan global, khususnya dampak kenaikan permukaan air laut. Sehingga pemerintah mengeluarkan pernyataan tentang pulau-pulau kecil yang hilang atau tenggelam berdasarkan data dan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Disamping itu diharapkan pemerintah dapat membuat kebijakan yang terukur untuk mengantisipasi masalah tersebut. Kebijakan yang dimaksud adalah strategi perencanaan nasional jangka pendek, menengah, dan panjang disertai urutan prioritas penanganannya serta berbasis pada data yang akurat. Masalah pemanasan global dan kenaikan muka air laut bukan urusan satu atau dua departemen, tetapi menjadi persoalan nasional. Karena itu, dibutuhkan kemauan politik pimpinan negara untuk penanganan masalah ini secara optimal.