Rabu, 27 April 2011

Pesisir Karangantu sampe Domas-Pontang di Kabupaten Serang

Ketika ada kesempatan untuk menyusuri pesisir Karangantu sampai Desa Domas, Kec Pontang di Kab Serang, Banten bersama Komisi IV DPR-RI, sungguh suatu kesempatan yang baik untuk menambah pengetahuan akan masyarakat dam daerah tersebut.
Pemandangan sepanjang kanan kiri jalur yang dilalui didominasi oleh hamparan sawah namun terlihat jelas luasannya berkurang terus karena dikooptasi oleh pendirian bangunan pemukiman baik skala kecil maupun besar dalam bentuk perumahan. Sayang sekali, tanah yang subur itu beralih fungsi. Demikian juga dengan infrastruktur irigasi yang dibangun dengan susah payah, kini kalaupun tidak terbengkalai tetapi fungsinya sudah berubah tidak lagi untuk mengairi persawahan tetapi lebih kepada pemenuhan masyarakatnya secara langsung akan air. Kita dapat saksikan sendiri, pemandangan orang lagi mandi, mencuci pakaian atau beras, kakus, memandikan kerbaunya, mencuci mobil motor dan lainnya di sepanjang saluran irigasi besar dan kecil tersebut.
Hal yang patut menjadi perhatian adalah masalah sanitasi. Seperti pada umumnya di wilayah pesisir, masalah sanitasi ini masih kurang mendapat perhatian dari masyarakatnya sekalipun. Air berwarna hitam pekat dan beraroma sangat bau tergenang di sekitar rumah penduduk, sampah yang berserakan tidak ditangani secara khusus, fasilitas MCK yang apa adanya, bau yang tidak sedap menyebar kemana mana. Malah pemandangan sawahnya yang memperlihatkan keasrian, tetapi pemandangan di pemukimannya malah sebaliknya.
Memang betul, kebersihan sangat terkait dengan kondisi ekonomi dan pendidikan masyarakatnya. Bagaimana mau ‘aware’ terhadap kebersihan kalau perut masih ‘keroncongan’?
Program-program nyata yang langsung dirasakan oleh masyarakat pesisir secara berkesinambungan –sangat diperlukan-. Bukan program sloganis, temporer, ataupun hanya ‘sekedar’ ada proyek.  
Menurut saya: salah satu program yang diperlukan oleh masyarakat pesisir adalah seperti perbaikan infrastruktus desa pesisir yang terencana dan berkesinambungan. Disebut berkesinambungan berarti program itu dilakukan secara tuntas tidak menggantung dan membutuhkan ‘adanya’ proyek proyek lagi.....
 Potensi Perikanan Tambak 
di Pesisir Serang yang Belum
Optimal Dimanfaatkan

Sistem Irigasi yang Berubah
Jadi Tempat Pembuangan Sampah

Sanitasi Desa Pesisir 
yang buruk

Saluran Irigasi 
dijadikan sarana MCK

Infrastruktur Desa Pesisir
yang tidak memadai

Perlu Penataan Ulang
dan perbaikan infrastruktur
desa pesisir

Selasa, 26 April 2011

Pemukiman Suku Baduy

Ada 59 perkampungan warga Suku Baduy di desa Kanekes, Lebak-Banten, tiga dintaranya adalah pemukiman warga Suku Baduy Dalam. Pemukiman warga Suku Baduy Dalam adalah di Cibeo, Kertawana, dan Cikeusik. Jumlah Warga Suku Baduy secara keseluruhan = 11.000-an jiwa dan warga Suku Baduy Dalam berjumlah 2000an. Warga Baduy ini menempati tanah ulayat seluas 5100 Ha dimana 3500 Ha diantaranya merupkan hutan lindung. Karena jumlah warga Suku Baduy ini bertambah terus maka ada keinginan dari pemuka warganya untuk meminta alih fungsi hutan lindung menjadi kawasan budidaya. Pertanyaan saya: bukankah tanah ulayat warga Baduy itu yang 5100 Ha itu adalah merupkan hak resmi mereka untuk mengelolanya? Mudah-mudahan keinginan alih fungsi itu adalah murni datang dari warga Baduy, bukan dari pihak yang ingin mengambil keuntungan tersendiri..
Jalan Masuk ke Ciboleger
Perkampungan Warga Suku Baduy Luar
 
 Puun (tetua) bersama Warga Suku Baduy
Berdialog dengan Komisi IV DPR_RI
(al: Bp Jafar Hafsah dan Bp Herman Khaeron)
tentang Alih Fungsi Lahan
 
 Warga Suku Baduy Dalam dan Luar
Mengikuti Dialog Dengan Komisi IV DPR-RI
Secara Seksama
 
 Rumah Suku Baduy Luar
 Rumah keluarga Suku Baduy Luar
 





Perempuan Suku Baduy

Asi (28 th) warga kp Ciboleger, desa Kanekes, Lebak Banten adalah salah satu warga Baduy Luar. Dia bersuami dan beranak dua. Pekerjaan suami dan dua anaknya hanya pergi ke kebon ladang) untuk mencari pisang, kelapa dan lainnya. Bagi suku Baduy belum akrab dengan budidaya tanaman kecuali sedikit berhuma. Mereka masih banyak mengandalkan kepada anugerah alam saja. Begitu juga dengan ke dua anaknya. Mereka tidak disekolahkan karena ‘dilarang’.
Bu Asi selain mengurusi keluarga juga dia adalah penenun di Ciboleger ini. Kebetulan rumahnya adalah tempat lalu-lalang para turis, sehingga cara membuat dan hasil tenunanya dapat dengan mudah disaksikan oleh para turis yang lewat. Dia membuat kain dan selendang khas Baduy yang sebenarnya yang berwarna terang dan indah dengan tidak bermotif. Satu helai kain tenun dapat diselesaikan dalam waktu satu bulan dan nantinya dijual dengan harga Rp 250.000 samapai Rp 300.000,-. Sedangkan untuk sehelai selendang dapat diselesaikan kurang dari 2 minggu. Harga jual selendang ini Rp 70.000 sampe Rp 100.000,-
Perlu ada terobosan untuk dapat melahirkan kain tenun khas Baduy yang bermotifkan budaya asli mereka. Misalnya dengan motif pohon kelapa dll. Ini akalebih menarik...
Menenun Bagi Perempuan Suku Baduy
adalah Tradisi Turun-Temurun


Bu Asi, Salah Satu Perempuan Penenun
Suku Baduy Luar


Bu Asi dapat menyelesaikan satu lembar kain tenun
dalam satu bulan


anak anak suku baduy tidak bersekolah



Herman, Lelaki Warga Suku Baduy Dalam

Saya sedikit berbincang tentang beberpa hal mengenai Suku Baduy dengan Herman (27 th) warga Suku Baduy Dalam. Pertemuan terjadi di Ciboleger yang merupakan salah satu kampung dari perkampungan Suku Baduy Luar di Kab lebak, Banten.
Herman telah berkelurga punya istri dan dua anak laki-laki yaitu Asda (7 th) dan Jamanah (5). Dulu herman nikah dengan cara memanggil penghulu ke rumahnya karena menurut herman dia beragama Islam.
Herman adalah salah satu warga Suku Baduy Dalam, dimana ciri fisik yang mudah dikenali untuk membedakan mana warga Baduy yang termasuk Baduy Dalam dan Baduy Luar adalah dari pemakaian warna ikat kepala. Bagi Suku Baduy Dalam memakai ikat kepala berwarna putih sedangkan bagi warga Bduy Luar akan memakai warna ikat kepala berwarna Biru.
Warga Suku Baduy Dalam lebih ketat terhadap terhadap apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan sedangkan bagi Suku Baduy Luar agak sedikit longgar. Misalnya saja tentang naik kendaraan. Bagi warga Suku Baduy Dalam, mereka kemanapun akan jalan kaki tanpa alas kaki. Bahkan seperti Herman pernah lakukan, ke Jakartapun dengan berjalan kaki. Herman berjalan kaki ke Jakarta menghabiskan waktu 10 hari, dimana 6 hari dihabiskan untuk berjalan kaki bulak balik dan sisa harinya digunakan untuk main sambil jual madu dll.
Suku Baduy tidak memelihara ternak, tetapi makan daging sapi diperbolehkan. Mereka makan daging bajing atau burung yang diburu di ladang apabila ada keinginan untuk makan daging. Pertanianpun dilakukan secara sederhana dengan berhuma. Suku Baduy tidak mengenal budaya air. Bagi mereka untuk mandi saja jarang sekali dilakukan apalagi untuk urusan memelihara ikan. Suku Baduy tidak boleh memiliki barang electronic tetapi boleh menikmatinya. Contohnya saya saksikan sendiri dimana anak-anak dan remaja Baduy Dalam maupun Baduy Luar sedang asyik nonton sinetron dari salah satu tayangan televisi swasta disiang hari di pintu masuk kampung ciboleger.
Hal yang sangat saya sayangkan adalah bahwa anak anak mereka tidak boleh bersekolah. Anak-anak pasti diajak berladang atau ke kebon. Apalagi tradisi tradisi yang belaku diantara mereka diturunkan secara langsung dalam praktek kehidupan sehari hari tidak melalui budaya tarian, tulisan dll. Semestinya mereka dapat menjaga tradisi secara kuat tetapi tetap bersekolah. Sehingga mereka dapat mengerti tentang hak-hak hidupnya sendiri
Jalan Masuk ke Perkampungan Suku Baduy Luar
Kanekes di Ciboleger

Gerbang 'Batas' Masuk Kampung Baduy Luar

Herman (paling kanan) Warga Suku Baduy Dalam

Herman (27th) Warga Suku Baduy Dalam
Berciri: ikat kepala warna putih

Suku Baduy Luar
Berciri: ikat kepala berwarna biru

Remaja Suku Baduy Dalam
Asyik Nonton Sinetron

Remaja Suku Baduy Asyik Bermain
Mereka Tidak Mengenal Sekolah

Senin, 25 April 2011

Teri Nasi 'Medan' dari Bojonegoro Banten

Di tanah lapang hasil reklamasi di Bojonegoro Serang Banten atau tepatnya di desa Argawana, Kec Pulo ampel, Kab serang, Banten ada berderet deret tampan segi empat berisi teri yang sedang dijemur. Hal itu, membuat keingintahuan saya untuk mampir ketika melewatinya.
Aku temui Pak Rasmani dengan 6 (enam) anak buahnya dari sekian orang yang menjadi pengumpul ikan teri di wilayah desa tersebut. Sore itu, Pak Rasmani sedang sibuk mengangkuti jemuran ikan teri yang jumlahnya hampir 500 kg karena sore itu mendung sudah menggayut di langit atas.
Pak Rasmani mengumpulkan teri-teri dari nelayan dengan cara ‘jemput bola’ yang artinya, anak buah Pak rasmani ada yang pergi ke tengah laut untuk membeli teri langsung dari nelayan yang sedang menangkap teri di tengah laut. ‘Kalau tidak jemput beli seperti itu, kami tidak kebagian. Kalah cepat dibeli oleh pengumpul yang lain’: terang P Rasmani.
Usaha Pak Rasmani bisa membeli sekitar 1 ton teri basah dari 3 sampai 4 perahu nelayan dalam sehari. Artinya tiap perahu nelayan yang diawaki 5 – 10 orang itu dapat menangkap teri sekitar 250 kg per harinya. ‘Tapi itu terjadi pada waktu musim baik’ seperti bulan ini’ tambah Pak Ras. Kalau hari-hari lainnya kadang tiap perahu nelayan hanya dapat tangkapan teri sebanyak 10 kg saja per hari. Dalam satu tahun, bulan baik untuk menangkap teri hanya berlangsung 4 bulan saja. Dan para nelayan Bojonegoro ini menangkap teri hanya di sekitar perairan Banten, yaitu di sekitar Pulau Rida, Pulah Panjang dll.
Jenis teri yang ditangkap nelayan Bojonegoro, menurut sebutan mereka, terdiri dari jenis: jengki, jupuh, lemat, nasi dll. Teri nasi yang putih bersih dan berukuran agak kecil, disebutnya teri medan juga. He he he, aku baru tahu bahwa teri medan itu tidak mesti datangnya dari Medan. Teri yang bagus yang datangnya dari Serang Banten ini juga diberi nama teri medan. P Ras membeli teri teri itu, pukul rata Rp 15.000/kg. Dimana nanti setelah direbus pakai garam dan dijemur sampe kering, beratnya tinggal ¼ nya saja atau rendemen 4 atau dari 1 ton teri basah menjadi teri siap jual hanya menjadi 250 kg saja. Pak Rasmani menjual teri-teri itu dengan cara dipilah berdasarkan jenis dan mutunya. Untuk teri nasi yang standar ekspor artinya teri itu kering betul (bisa tahan 15 hari) dengan standar kebersihan tinggi dijual ke pengumpul berikutnya Rp 75.000 /kg. Untuk teri nasi untuk pasar lokal dimana tidak terlalu kering (hanya dapat bertahan maks 4 hari) dijual Rp 50.000/kg. Untuk jenis teri lemat dimana teri ini yang paling bawah kualitasnya, dijual hanya Rp 30.000 saja per kg-nya.
Ketika saya tanya tentang bagaimana caranya untuk mempertahankan kualitas teri itu? Jawab Pak Ras: yang penting menjemurnya harus benar benar sampe kering, jadi tidak perlu pakai broklak, blau, pemutih, formalin dll, seperti yang banyak diisukan. Ohh, kalau begitu tidak perlu takut untuk mengkonsumsi ikan teri yang sedap ini, ya toh?
 Tempat Pengumpul Teri
di Bojonegoro Banten

Menjemur Teri
di Bojonegoro Banten

Mensortir Teri Nasi
Teri Nasi 'Medan' Siap Jual
Rp 50.000/kg

Kamis, 21 April 2011

Rabu, 20 April 2011

Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan Laut Menurut UU no 27 tahun 2007 dan PP no 60 tahun 2007

KAWASAN KONSERVASI MENURUT UU NO.27 TAHUN 2007 DAN PP 60 TAHUN 2007 JO UU NO. 31 TAHUN 2005 JO UU NO. 45 TAHUN 2009
NO.
SUBSTANSI
UU NO.27 TAHUN 2007
Permen KP No. 17 TAHUN 2008
PP 60 TAHUN 2007 JO UU NO. 31 TAHUN 2005 JO UU NO. 45 TAHUN 2009
1.
Katagori Kawasan Konservasi
Bab II, Pasal 4
 (1) Kategori kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil, terdiri dari:
a. Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang selanjutnyadisebut KKP3K;
b. Kawasan Konservasi Maritim, yang selanjutnya disebut KKM;
c. Kawasan Konservasi Perairan, yang selanjutnya disebut KKP; dan
d. Sempadan Pantai.
(2) KKP dan Sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan d, diatur dengan Peraturan Menteri tersendiri.

Bab II, Pasal 4
Konservasi sumber daya ikan meliputi:
a.konservasi ekosistem;
b.konservasi jenis ikan; dan
c.konservasi genetik ikan.


2.
Kemiripan kategori kawasan konservasi
Pasal 5
Jenis KKP3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, terdiri dari:
a. Suaka pesisir;
b. Suaka pulau kecil;
c. Taman pesisir; dan
d. Taman pulau kecil.

Pasal 8
Satu atau beberapa tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan (konservasi ekosistem) dapat ditetapkan sebagai Kawasan konservasi perairan, terdiri atas:
a.      Taman Nasional Perairan,
b.      Taman Wisata Perairan,
c.       Suaka Alam Perairan, dan
d.      Suaka Perikanan.
3.
Zonasi Kawasan Konservasi
Pasal 31
a. zona inti;
b. zona pemanfaatan terbatas; dan/atau
c. zona lainnya sesuai dengan peruntukan kawasan.

Pasal 17
a. zona inti;
b. zona perikanan berkelanjutan;
c. zona pemanfaatan; dan
d. Zona lainnya.
4.
Perubahan status Zona
Pasal 30
Perubahan status Zona inti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 untuk kegiatan eksploitasi yang dapat menimbulkan dampak besar dilakukan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan memperhatikan pertimbangan DPR.


5.
Pengajuan/Pengusulan
Paragraf 1
Usulan Inisiatif Calon KKP3K
Pasal 10

(1)      Usulan inisiatif calon KKP3K, dapat  diajukan oleh orang perseorangan, kelompok masyarakat, perguruan tinggi,   lembag penelitian,  badan  hukum,  pemerintah,  atau  pemerintah daerah.

(2)     Pengajuan usulan insiatif calon KKP3K disampaikan kepada:
a. Menteri dengan tembusan gubernur dan bupati/walikota terkait;
b. Gubernur dengan tembusan Menteri dan bupati/walikota terkait; atau
c.  Bupati/Walikota dengan tembusan Menteri dan gubernur.
(3)      Berdasarkan usulan inisiatif calon KKP3K, Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan penilaian usulan calon KKP3K.


Pasal 11

Kawasan konservasi perairan dapat diajukan oleh orang perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat. Usulan tersebut disampaikan kepada Pemerintah atau pemerintah daerah dengan dilengkapi kajian awal dan peta lokasi.
6.
Penetapan Kawasan Konservasi
Pasal 9
Penetapan KKP3K sesuai dengan kepentingannya dilaksanakan melalui tahapan:
a.   usulan inisiatif calon KKP3K ;
b.   identifikasi dan inventarisasi KKP3K ;
c pencadangan KKP3K ;
d.   penetapan KKP3K ; dan
e.   penataan batas KKP3K .
Pasal 14
Kawasan konservasi perairan tersebut ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan.
7.
Kewenangan Pengelolaan Kawasan Konservasi
Pasal 24
Kewenangan pengelolaan KKP3K dilaksanakan oleh:
a.    pemerintah untuk kawasan konservasi nasional;
b.   pemerintah daerah provinsi untuk kawasan konservasi provinsi; dan
c.  pemerintah  daerah  kabupaten/kota  untuk  kawasan  konservasi  kabupaten/kota.

Pasal 28
Kewenanga Pengelolaa KKP3 dan/ata KKM,  dilakukan  oleh  unit pengelola kawasan konservasi. Unit pengelola kawasan konservasi adalah satuan unit organisasi pengelola kawasan konservasi yang berbentuk UPT pusat, SKPD atau UPT daerah atau bagian unit dari satuan organisasi yang menangani konservasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 15
Kawasan konservasi perairan yang telah ditetapkan dikelola oleh Pemerintah atau pemerintah daerah sesuai kewenangannya. Pengelolaannya dilakukan oleh satuan unit organisasi pengelola sesuai dengan peraturan perundang-undangan.



8.
Perencanaan
Pasal 30
Perencanaan  KKP3K  dan  KKM   mengac pad rencan strategis,   rencan zonasi,   rencana pengelolaan, dan rencana aksi pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang disusun dalam tingkatan jangka panjang dan jangka menengah, dinilai dan disahkan oleh Menteri KP atau gubernur  atau  bupati/walikota.


9.
Pola pengelolaan
Pasal 31
(1) Pola pengelolaan KKP3K dan KKM
dilakukan melalui sistem zonasi.
(2) Sistem zonasi KKP3K dan KKM
terdiri dari:
a.        zona inti
b.      zona pemanfaatan terbatas;
c.       zona lainnya sesuai dengan peruntukkan kawasan

(3) Zona inti sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a wajib dimiliki setiap
jenis KKP3K dan KKM.
(4) Setiap jenis KKP3K dan KKM dapat memiliki satu atau lebih zonasi sesuai
dengan luasan dan karakter bio-fisik serta sosial ekonomi dan budaya
KKP3K dan KKM.
Pasal 17
(1) Pengelolaan kawasan konservasi perairan
dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan.
(2) Rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan disusun oleh satuan unit organisasi
pengelola.
(3) Setiap rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan harus memuat zonasi kawasan konservasi perairan.
(4) Zonasi kawasan konservasi perairan
terdiri atas:
a. zona inti;
b. zona perikanan berkelanjutan;
c. zona pemanfaatan; dan
d. zona lainnya.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai rencana pengelolaan dan zonasi kawasan konservasi perairan diatur dengan peraturan Menteri.
10.
Pemanfaatan
Pasal 32
a.        zona inti, antara lain diperuntukkan:
·       perlindungan mutlak habitadan populasi ikan, serta alur migrasi biota laut;
·       perlindungan  ekosistem  pesisir  yang  unik  dan/atau  rentan  terhadap perubahan;
·       perlindungan situs budaya/adat tradisional;
·       penelitian; dan/atau
·       pendidikan.
b.       zona pemanfaatan terbatas; antara lain diperuntukkan:
·       perlindungan habitat dan populasi ikan;
·       pariwisata dan rekreasi;
·       penelitian dan pengembangan; dan/atau
·       pendidikan.
c.        zona lainnya merupakan  zona  diluar  zona  inti  dan  zona  pemanfaatan terbatas yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona tertentu antara lain zona rehabilitasi.
Pasal 31
(1)     Pemanfaatan kawasan konservasi perairan untuk penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan dilakukan di zona perikanan berkelanjutan.
(2)     Setiap orang dalam melakukan penangkapan ikan wajib memiliki izin.
(3)      Izin penangkapan ikan dalam kawasan konservasi perairan, diberikan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.
(4)     Menteri, gubernur, bupati/walikota atau dalam memberikan izin penangkapan ikan antara lain mempertmnangkan:
a. daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan;
b. metoda penangkapan ikan; dan
c. jenis alat penangkapan ikan.

Pasal 32
(4)     Pertimbangan dalam memberikan izin pembudidayaan ikan pada kawasan konservasi perairan, antara lain:
a. jenis ikan yang dibudidayakan;
b. jenis pakan;
c. teknologi;
d. jumlah unit usaha budidaya; dan
e. daya dukung dan kondisi lingkungan sumber daya ikan.

Pasal 33
(1) Pemanfaatan kawasan konservasi perairan untuk pariwisata alam perairan dapat dilakukan di zonapemanfaatan dan/atau zona perikanan berkelanjutan.
(2) Pariwisata alam perairan dalam kawasan konservasi perairan dapat dilakukan melalui:
a. kegiatan pariwisata alam perairan; dan/atau
b. pengusahaan pariwisata alam perairan.

Pasal 34
(1)     Pemanfaatan kawasan konservasi perairan untuk kegiatan penelitian dan pendidikan dapat dilakukan di zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, maupun zona lainnya.
(2)     Setiap orang dalam memanfaatkan kawasan konservasi perairan untuk kegiatan penelitian dan pendidikan wajib memiliki izin pemanfaatan.
(3)      Izin diberikan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.
(4)     Orang asing dan/atau badan okum asing yang akan melakukan kegiatan penelitian dalam kawasan konservasi perairan dapat diberikan izin setelah memenuhi persyaratan perizinan penelitian berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
11.
Pemberian Izin Usaha
Pasal 41
(1)    Dalam melakukan upaya pokok KKP3K dan KKM diperlukan izin dari Menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
(2)    Izin  meliputi  objek  dan  subyek perizinan, jenis perizinan, jangka waktu, tatacara dan persyaratan pemberian izin berakhirnya  izin hak  dan  kewajiban  pemegang  izin,  dan  sanksi pemegang izin.
(3)   Tata cara pemberian izin diatur dalam Peraturan Menteri tersendiri.

Pasal 31 - 34
Setiap orang dalam melakukan kegiatan dan pengusahaan pariwisata alam perairan, wajib memiliki izin. Izin tersebut diberikan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan kewenangannya.