Perikanan Tangkap Provinsi Bengkulu
Perikanan tangkap di Prov Bengkulu, sebenarnya memiliki potensi yang cukup besar. Dalam klasifikasi Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) sesuai Permen KP No.Per.01/MEN/09 tentang WPP, perairan Prov Bengkulu masuk dalam WPP 2 dengan kode WPP-RI 572. WPP-RI 572 atau WPP 2 itu sendiri adalah perairan Samudera Hindia sebelah barat Sumatera dan Selat Sunda, yaitu terdiri dari perairan laut Prov Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu, Lampung dan sebagian perairan Banten. Produksi perikanan tangkap secara keseluruhan di WPP 2 ini sekitar 510.215 ton (Statistik Perikanan Tangkap. 2008) yang didominasi oleh ikan pelagis kecil (selar, layang, bawal hitam, japuh, tembang, lemuru, kembung, teri dll) sebanyak 204.602 ton atau sekitar 40,10%, kemudian dari jenis ikan demersal (kuwe, bawal putih, kakap putih, peperek, lencam, layur, pari dll) sebesar 133.029 ton atau sekitar 26,07%, disusul dari jenis ikan pelagis besar (setuhuk/marlin, tongkol, cakalang, tenggiri, albakor, cucut, dll) sebesar 126.899 ton atau sekitar 24,87% dan sisanya terdiri dari jenis udang-udangan, ikan karang, cumi-cumi, kerang-kerangan, dll.
Menurut data statistik perikanan tangkap 2009 sendiri, provinsi Bengkulu memiliki statistik sebagai berikut:
Potensi perikanan tangkap Prov Bengkulu adalah =126.217 ton/tahun yang terdiri dari potensi perikanan pesisir = 46.145 ton/tahun dan potensi perikanan tangkap di ZEE sebesar 80.072 ton. Saat ini produksi perikanan tangkap Prov bengkulu (statistik perikanan tangkap.2009) sebanyak 44.209 ton atau tingkat pemanfaatannya sebesar 35,02% saja. Nilai hasil tangkapan ikan itu adalah sebesar Rp 600,609 Milyar. Jumlah nelayan di Prov Bengkulu tercatat 15.929 orang (?). Artinya pendapatan seorang nelayan yang nota bene adalah kepala keluarga adalah sebesar =Rp 37,705 juta/tahun. Kalau diasumsikan dari nilai tersebut sebesar 70% nya untuk biaya melaut termasuk over head cost seperti bunga dan penyusutan aset dan 30% nya merupakan pendapatan nelayan, maka nelayan tersebut mendapat setara Rp 11,32 juta/nelayan/tahun. dan itu berada di bawah Garis kemiskinan yang berlaku saat ini yaitu pendapatan tidak kurang dari Rp 233.740/kapita/bulan atau Rp 2,8 juta/kap/tahun. Atau pendapatan untuk satu rumah tangga dengan asumsi terdiri 5 anggota keluarga, adalah sebesar Rp 14,4 juta/keluarga/bulan. Cukup menarik dari data-data tersebut.
Kemiskinan Nelayan Bengkulu
Menurut data BPS 2010 menunjukkan bahwa persentase nelayan dan pembudidaya ikan yang miskin di Bengkulu adalah terbesar di Indonesia yaitu sebesar 42,80%. Artinya dari sejumlah nelayan dan petani ikan Prov Bengkulu sebanyak 39.301 orang (terdiri dari nelayan 15.929 orang dan pembudidaya ikan 23.372 orang) maka jumlah yang nelayan dan pembudidaya ikan yang miskin itu ada sebanyak 16.820 jiwa. Kalau nelayan dan pembudidaya ikan ini sebagai kepala rumah tangga dengan jumlah anggota keluarga secara keseluruhan sebanyak 5 orang, berarti di lapangan usaha perikanan tangkap ada sebanyak 84.100 orang miskin, dan angka tersebut adalah angka persentase terbesar dari seluruh provinsi yang ada (lihat tabel berikut).
Persentase orang miskin berdasarkan
Lapangan usaha perikanan (sumber: BPS 2010)
No | Provinsi | % Miskin |
1 | Bengkulu | 42,80 |
2 | Papua | 40,79 |
3 | Papua Barat | 40,17 |
4 | Maluku | 37,14 |
5 | DI Yogyakarta | 30,08 |
Data data: (1) Hasil perhitungan BPS 2010 bahwa persentase masyarakat miskin yang berusaha di bidang perikanan adalah sebanyak 42,80%, (2) pendapatan keluarga nelayan sebesar Rp11,32 juta/kk/tahun dibandingkan dengan garis kemiskinan Rp 14,4 juta/kk/tahun dan (3) harga rata-rata ikan sebesar Rp 13,6/kg (nilai produksi dibagi jumlah produksi). Dari angka-angka tersebut secara empiris kita dapat menarik kesimpulan bahwa: (1) struktur pendapatan antar nelayan sendiri di Provinsi Bengkulu adalah timpang. Di satu sisi ada nelayan-nelayan yang mempunyai penghasilan sangat besar, namun di sisi lain ada nelayan yang sangat miskin. Hal tersebut dapat terjadi karena sistem nagi hasil yang kurang baik (2) Kemiskinan disini bukan karena keterbatasan sumberdaya yang ada, karena tingkat pemanfaatan sumberdaya perikanan baru 35% saja, tetapi lebih kepada terbatasnya teknologi yang dimiliki nelayan, sehingga nelayan Bengkulu tidak dapat menjangkau sumberdaya ikan di wilayah ZEE, (3) terbatasnya permodalan, (4) rendahnya akses terhadap informasi terutama pasar, sehingga ikan yang didapat nelayan hanya dihargai Rp13,6/kg, dan (5) keterbatasan infrastruktur perikanan yang dimiliki Prov Bengkulu seperti pelabuhan perikanan, TPI, pabrik pengolahan ikan dll..
h Hal tersebut di atas hampir sejalan dengan hasil penelitiannya Said Ali Harahap di komunitas nelayan di Kota Medan yang menyimpulkan bahwa kemiskinan nelayan disebabkan oleh: (1) tingginya jumlah tanggungan keluarga, (2) pengeluaran konsumsi tinggi, (3) ketimpangan pendapatan antar nelayan, (4) jumlah jam melaut, dan (5) faktor permodalan dan biaya operasional.
Bahan Bacaan:
Harahap, Said Ali. 2003. Analisis Masalah Kemiskinan dana Tingkat Pendapatan Nelayan Tradisonal di Kec Medan Labuhan, Kota Medan. Thesis Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.
Statistik Perikanan Tangkap Indonesia. 2009. Kementrian Kelautan dan Perikanan 2010
Statistik Perikanan Tangkap di Laut Menurut Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) 2004-2008. Kementrian Kelautan dan Perikanan 2010
Ritonga, Hamonangan. 2011. Statistik Kemiskinan KP3K. Makalah disampaikan pada Workshop Kemiskinan Kp3k pada 29 Juli 2011 di Jakarta
Perahu Kecil Milik Nelayan Bengkulu yang Banyak Nganggurnya |
Kondisi Rumah Nelayan Miskin |
Nelayan yang kini banyak menganggurnya, baik karena musim maupun permodalan |