Sabtu, 30 Juli 2011

Kemiskinan Masyarakat Pesisir adalah Kemiskinan Nelayan



Kita sudah mahfum semua bahwa masyarakat nelayan masih banyak yang hidup dengan status miskin. Sehingga tidak heran banyak program pusat maupun daerah yang digelontorkan agar dapat mngentaskan dari kemiskinan itu. Beberapa program yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan antara lain:
-Peningkatan Kelembagaan
-Target Global: MDG’s GOAL # 1
- Target Nasional penurunan angka kemiskinan
Pengentasan Kemiskinan 4 Klaster (sumber: Hamonangan Ritonga 2011)

- kini yang baru diperkenalkan Bappenas 2011 adalah Program Pengentasan Kemiskinan 4 Klaster. Dimana pengentasan kemiskinan nelayan termasuk dalam klaster 4 bersama-sama dengan perumahan, tranportasi, air bersih, listrik untuk rakyat miskin, dan keluarga rentan di perkotaan.
walaupun kompleksitas kemiskinan nelayan dan pembudidaya ikan itu tinggi, mudah-mudahan program pengentasan kemiskinan 4 klaster tersebut bisa berhasil.
Kemiskinan yang diartikan sebagai ketidak berdayaan untuk memenuhi kebutuhan dasar kehidupannya (konsep BPS: basic needs approach), dimana BPS telah menetapkan garis kemiskinan  dengan pendapatan setidaknya sebesar = Rp 233.740/kapita/bln atau setara Rp 1,2 juta/kk/bln dengan asumsi jumlah keluarganya terdiri dari 5 jiwa.  Dengan besaran garis kemiskinan tersebut kini di Indonesia ada 30,02 juta orang miskin dari populasi penduduk Indonesia sebanyak 236 juta jiwa atau sekitar 12,49%. Bagaimana kalau menerapkan standar garis kemiskinan Bank Dunia yaitu dengan pendapatan setidaknya =US$ 2/kapita/hari ? Mungkin penduduk miskin di Indonesia sebanyak 100 jutaan jiwa.
Persentasi Miskin Berdasar Lapangan Usaha (Hamonangan Ritonga 2011)

populasi masyarakat miskin yang berusaha dalam bidang perikanan adalah yang paling terendah, angka persentasenya setingkat dengan perkebunan, justru persentasi masyarakat miskinnya yang terbesar ada di bidang usaha pertanian padi, palawija, dan perkebunan. Dari data tersebut, mSekarang mari kita lihat kemiskinan makro berdasarkan lapangan usaha lingkup pertanian dalam arti luas. Data BPS 2010 memperlihatkan bahwa emperlihatkan bahwa jumlah persentasi yang orang miskin yang berlapangan kerja perikanan (sebagai nelayan dan pembudidaya ikan) adalah sebesar 16,93% atau sekitar 906.421 jiwa (jumlah penduduk yang bermata pencaharian nelayan dan petani ikan = 5.353.936 jiwa. BPS 2010), bandingkan persentase orang miskin yang berusaha di pertanian padi dan palawija yaitu sekitar 22,60%.

Kita lihat persentase orang miskin yang berusaha di bidang perikanan per provinsi (data BPS 2010). Terlihat provinsi yang memiliki jumlah persentase nelayan dan petani ikan miskin yang tertinggi adalah (lihat gambar 1  di bawah):
1.    Prov Bengkulu = 42,80%
2.    Prov Papua = 40,79%
3.    Prov Papua Barat = 40,17%
4.    Prov Maluku = 37,14%
5.    DI Yogyakarta = 33,60%
6.    Aceh = 30,08%
D Data tersebut menunjukkan bahwa masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan miskin di Prov Bengkulu, Papua Barat, dan Papua hampir mencapai setengahnya dari masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan yang ada di daerah-daerah provinsi tersebut. Dan untuk Prov Maluku, Yogyakarta, dan Aceh jumlah nelayan dan pembudidaya ikan miskin adalah  kurang lebih sepertiga dari populasi nelayan dan pembudidaya ikan yang ada di wilayah tersebut. Yang menarik dari data tersebut adalah nelayan dan pembudidaya ikan yang miskin justru berada di wilayah-wilayah yang memiliki sumberdaya ikan yang melimpah. Bengkulu, Papua, Papua Barat, apalagi Maluku adalah wilayah penangkapan /lumbung ikan.  Kemudian Aceh dan Yogyakarta yang dikenal sebagai sentra penghasil ikan dan udang tambak maupun ikan air tawar. Jadi kenapa mereka miskin? Mari kita bandingkan dengan provinsi yang memiliki angka persentase masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan miskinnya yang rendah, yaitu:
1.    Prov Bali = 3,59%
2.    Prov Banten = 4,37%
3.    Prov Kalimantan Barat = 4,60% (Lihat Gambar 1). Data-data tersebut menunjukkan jumlah nelayan atau pembudidaya ikan miskin di populasinya di provinsi-provinsi bersangkutan adalah sangat rendah dan itu artinya selain nelayan dan pembudidaya ikan di tempat tersebut tidak miskin, juga disparitas pendapatan diantara para nelayan atau pembudidaya ikan itu sendiri tidak jomplang. 
     Atau kita lihat angka persentase masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan miskin di kab/kota pesisir di tiap provinsi (Lihat Gambar 3 dan 4 di bawah):
Data dari gambar 3 dan 4 di bawah, menjadi menarik lagi karena kemiskinan dan ketimpangan pendapatan nelayan dan pembudidaya ikan justru berada di wilayah suatu kabupaten bukan kota, padahal seharusnya perikanan lebih maju yang berada di wilayah suatu kabupaten bukan di wilayah kota, karena sesuai dengan karakteristik suatu kabupaten yang memiliki wilayah yang relatif luas dengan struktur sosial ekonomi bersifat agraris dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar sebagai petani, pekebun, peternak, pembudidaya ikan, dan nelayan. Berbeda dengan karakteristik kota, dimana luasnya relatif sempit, padat penduduk, dan perekonomian lebih mengandalkan kepada jasa, perdagangan, dan industri, sehingga sebagian besar mata pencaharian penduduknya adalah sebagai pedagang, pengusaha, jasa, dan pegawai negri (Chosin, Hanif. 2009). Namun seperti kita ketahui bahwa infrastruktur pendukung untuk usaha perikanan di perkotaan lebih maju dibanding keberadaan infrastruktur perikanan di wilayah kabupaten. Akses ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di wilayah kota pasti lebih bagus dan mudah, jika dibandingkan dengan yang ada di wilayah suatu kabupaten. Begitu juga dengan kondisi infrastruktur perikanan pada skala provinsi. Infrastruktur perikanan di Prov Papua walaupun sumberdaya ikannya besar, namun tidak akan sebagus infrastrutur perikanan yang ada di Provinsi Bali.  Sehingga mungkin sekali, aktifitas illegal fishing (antara lain jual beli ikan di tengah laut dengan harga murah, sehingga bisa memiskinkan nelayan) akan lebih banyak terjadi Provinsi Papua, dibandingkan terjadi di Prov Bali. Kira kira itulah salah satu penyebab tingginya persentase jumlah nelayan dan pembudidaya ikan miskin di banyak propinsi dan di banyak kab/kota pesisir.
Tetapi perlu direnungkan juga, karena kemiskinan di pesisir khususnya nelayan itu sangat komplek, tidak ada salahnya untuk menyitir pendapatnya Panoyatou (1982): kemiskinan nelayan adalah disebabkan bahwa mereka (nelayan) tetap mau tinggal dalam kemiskinan karena kehendaknya untuk menjalani kehidupan seperti itu (preference for a particular way of live) atau lebih ditegaskan oleh Subade dan Abdulah (1993) yang menekankan bahwa nelayan lebih senang memiliki kepuasan hidup yang bisa diperoleh dari menangkap ikan dan bukan berlaku sebagai pelaku yang semata-mata berorientasi pada peningkatan pendapatan. Saya mengamini pendapat tersebut, artinya untuk mengentaskan kemiskinan masyarakat pesisir selain melalui penerapan kebijakan yang tepat melalui salah satunya -peningkatan infrastruktur- juga harus dibarengi dengan pola kegiatan terintegrasi baik secara sektor, antar wilayah, elemen masyarakat, maupun keilmuan dan tentunya juga pembangunan itu harus merata. Karena melalui itu, jalan pengentasan kemiskinan dapat dilakukan. Semoga 
Bacaan:
Nurcholis, Hanif. 2009. Perencanaan Partisipatif Pemerintah Daerah. Grasindo. Jakarta. 173 hal
Ritonga, Hamonangan. 2011. Data Kemiskinan Masyarakat Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Makalah Disampaikan pada Workshop Data Statistika KP3K di Jakarta, 29 Juli 2011
Subade, R.F and Nik Mustafa R. Abdulah. 1993. Are Fishermen Profit Maximizers? The Case of Gillnetters in Negros Occidental and Iloilo. Philippines. Asian Fisheries Science. Vol 6: 34-49
Panayotou, T. 1982. Management Concept for Small Scale Fisheries. FAO Fish Tech Pap no 228.53p
Gambar 1. Tingkat kemiskinan Nelayan dan Petani Ikan (BPS 2011)




Gambar 2: Persentase Jumlah Nelayan Miskin di Kab Kota Pesisir di Prov Papua (Sumber: H Ritonga 2011)
Gambar 3: Persentase Jumlah Nelayan dan Pembudidaya Ikan Miskin di Kab Kota di Prov Banten (Ritonga 2011)
Gambar 4: Kondisi Keluarga Nelayan di DI Yogyakarta
Gambar 5: Kondisi Tambak Udang di Aceh

3 komentar:

  1. Kemiskinan masyarakat pesisir adalah PR besar bagi Indonesia sebagai negara bahari yang potensi besar kelautan dan perikanan nya telah diakui internasional.
    Artikel ini sangat menarik, sebagai sebuah analisa atas realita.
    Terima kasih kepada penulis yang sekaligus pemilik blog ini. Artikel ini dan data-data di dalamnya adalah salah satu bagian penting dalam research paper saya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih atas tanggapannya. Mudah mudahan problem kemiskinan di Pesisir dapat cepat terurai. Walaupun sampai saat ini belum Ada konsep yg 'pas' untuk bicara ttg: apa penyebab, metode pengukuran, ukuran, Dan solusi keluar dari kemiskinan.

      Hapus
    2. Assalamualaikum wrb,perkenalkan saya Sinta dari Padang saya pengusaha properti,saya ngin berbagi pengalaman kepada teman2 semua,dulu saya hanya penjual jamu keliling,hidup susah penghasilanpun hanya bisa untuk makan,saya punya anak tiga suami tinggalkan saya pada saat kelahiran anak saya yang ke 3.putus asa sempat terlintas dipikiran saya,tapi saya harus berjuang demi anak2 saya,tidak sengaja saya buka internet dan saya lihat no ki agenk bondowoso,saya coba telpon beliau,saya dikasi solusi tapi saya ragu untuk menjalankannya tapi saya coba beranikan diri mengikuti saran beliau syukur alhamdulillah sekarang saya bisa sukses seperti ini usaha properti saya terbilang sukses,sekarang semua anak2 saya sekolah dan sudah ada yang sarjana,terimah kasih saya ucapkan pada ki agenk bondowoso berkat anda saya bisa seperti ini,khusus untuk room ini terima kasih karna saya bisa berbagi pengalaman,untuk teman2 yang mau seperti saya atau yang sedang dalam kesusahan khususnya yang terlilit hutang banyak silahkan hub ki agenk bondowoso di nmr 082348727567 insya Allah dikasi solusi,ini pengalaman saya nyata dan tidak ada karangan apapun sumpah atas nama Allah,salam persaudaraan,WAssalam

      Hapus