Senin, 27 Februari 2012

Oase Terahir, Wana Wisata Curug 7 Cilember, Bogor.

Mencari jalan masuk menuju Wana Wisata Curug 7 Cilember, susah-susah gampang. Apabila dari arah Bogor menuju Puncak, maka ketika sampai di Cipayung  setelah pertigaan Megamendung atau sebelum tempat parkiran taman wisata Matahari yang pertama, carilah disitu jalan kecil seukuran gang dan langsung ambil kiri dan telusuri terus jalan tersebut. Jalan masuk yang kedua adalah di Cisarua tepat setelah kantor Camat Cisarua. Disini dimudahkan bagi yang mau ke Curug 7 karena terdapat papan penunjuk ke tempat wisata dimaksud, berbeda dengan jalan masuk yang pertama yang tidak ada papan penunjuknya sama sekali. Kedua jalan masuk tersebut mempunyai kesamaan, yaitu jalan yang tidak terlalu lebar. Mobil kecil seukuran Toyota kijang-pun, apabila berpapasan dengan mobil lain dari arah berlawanan, mesti salah satu mengalah dengan menepi mencari tempat yang agak lebar untuk mempersilahkan salah satu mobil lewat.
Begitu masuk jalan arah Curug 7, kita akan disuguhi pemandangan yang berbeda-beda. Kita bisa menemui rumah-rumah penduduk yang sederhana dan saling berhimpitan, kemudian diselingi tembok-tembok tinggi dan kokoh yang melindungi vila vila mewah nan luas milik orang Jakarta atau kota lainnya, bisa juga kita temui petak sawah yang meradang menunggu alih fungsi, entah jadi vila atau toko. Namun, yang jelas adalah suasana alam pegunungannya sudah begitu terasa. Udara yang sejuk, air yang mengucur dan mengalir dimana-mana, begitu juga landscape yang khas berbukit-bukit di kanan kiri jalan, hal itulah yang banyak menarik orang-orang kota berduit untuk membuat vila atau menjadikannya sebagai tempat istirahat disini. Tetapi, bagi saya, seandainya-pun punya uang banyak, saya tidak berkeinginan punya vila di daerah Puncak ini. Menurut pikiran rasional saja; kapan bisa menikmati vila disini gitu lho? Dan apa tertariknya? Misalnya saja dari Kota Bogor untuk bisa sampai ke Cilember-Puncak, butuh waktu dalam hitungan jam. Kita sudah mengenal bahwa jalur Puncak itu jalur macet!
Setelah melewati jalan sempit sepanjang 3 km dari jalan utama Bogor- Puncak, kami menemukan pintu gerbang Wana Wisata Curug 7 yang letaknya ‘ngumpet’, betul-betul tidak menyangka bahwa disitu adalah tempat wisata. Jangan membayangkan pintu masuknya seperti pintu masuk ke tempat -tempat pariwisata terkenal, pintu masuk Wana Wisata Curug 7 sangat sederhana, bahkan di  kanan kirinya diapit rumah penduduk  dan vila-vila milik perseorangan. Kami parkirkan dulu motor yang kami pakai di salah satu parkiran, karena ada beberapa tempat parkiran yang dimiliki penduduk sekitar lokasi Wana Wisata ini. Kami sempat protes kepada pengelola parkir yang merupakan kerjasama dengan pemuda  mesjid setempat,  masalahnya harga parkir Rp 5000 per motor dan penitipan helm Rp2000, tentu untuk ukuran umum, harga tersebut termasuk ketinggian alias mahal. Namun belakangan kami menjadi tahu kenapa mahal, ternyata harga tiket parkir motor atau mobil itu disama ratakan saja dengan yang parkir menginap.
Harga karcis masuk bagi pengunjung lokal adalah Rp 12rb per orang, sama juga bagi pengunjung yang tidak menginap dengan yang akan menginap di vila atau di kemah. Dan begitu masuk melalui jalan setapak yang licin dan hanya dari tanah berbatu, kami disuguhi ekosistem hutan hujan tropis pegunungan nan hijau, udaranya sejuk (suhu berkisar 18 – 23 Derajat C), dan air mengalir disana sini, pohon-pohon pakis pegunungan yang berdiri disana-sini. Waw, kami langsung takjub dan begitu menenangkan hati karena kami sudah lama tidak bertemu dengan pemandangan hijau seperti ini. Kami tiap hari hanya memandangi tembok beton, kendaraan yang adu cepat, dan hiruk pikuk Kota Jakarta.
Beberapa meter dari pintu masuk tadi, kami berkunjung ke taman kupu-kupu, sebuah bangunan beratapkan jala dengan luas 500 m2. Kami mesti beli tiket lagi untuk bisa masuk taman kupu kupu ini. Harga tiket masuknya hanya Rp  6 rb per orang. Di dalam taman kupu-kupu ini , kami diberi penjelasan  dari petugasnya yang sopan dan trampil tentang proses metamorfosa kupu-kupu. Tentu kami sangat senang dengan penjelasan ini, bagaimana tidak, ketika kami bertanya di  loket masuk  tadi, kami menanyakan berapa luas wana wisata ini, berapa luas hutan lindung, jenis flora yang ada, dan lainnya? Para petugas menjawabnya seragam; tidak tahu. Tidak  ada informasi secuil-pun tentang wana wisata ini, tentu sangat memprihatinkan. Padahal banyak pengunjung yang datang selain untuk rekreasi tetapi juga karena membutuhkan informasi Wana Wisata Curug 7 Cilember ini. Bagaimana-pun kelengkapan informasi suatu destinasi wisata akan meningkatkan nilai dan status tempat wisata tersebut. Jadi kami cukup senang dengan mendapatkan penjelasan tentang kupu-kupu ini.
Jumlah spesies kupu kupu yang diternakkan di taman ini adalah 12 jenis, namun karena ketiadaan  pakannya  maka tinggal 6 spesies saja yang diternakan. Dulu pernah ada kupu kupu jenis sirama-rama yang besar itu, namun karena pakannya berupa daun pohon jambu biji tidak tersedia di  taman ini, maka kupu-kupu tersebut tidak  bisa berkembang biak disini. Spesies kupu-kupu yang dominan di  taman mungil ini adalah dari spesies Troides helena. Kupu-kupu ini  berwarna hitam kombinasi kuning. Pada waktu ulatnya, dia memakan pakan daun sirih gunung, dan pohon itu tersedia di taman ini, sehingga kupu-kupu tersebut dapat berkembang biak dengan baik. Siklus  hidup dari kupu-kupu  Troides helena, umumnya adalah dari telur sampai menetas butuh waktu selama seminggu, kemudian umur hidup  sebagai ulat adalah selama 3 minggu, dari  ulat berubah menjadi kepompong dijalani kurang lebih satu bulan, dan kemudian hidup sebagai kupu-kupu hanya berumur 3 minggu sampai 1 bulan saja. Sangat menarik toch?
Kami berjalan lagi menapaki jalan tanah yang diselingi jembatan kecil dari bambu, kemudian bertemu dengan beberapa orang yang sedang kemping dengan tenda tenda sederhana. Saya tanya ongkos sewa tenda kemping tersebut ke Pak Iwan yang merupakan salah seorang penyedia  jasa tenda tersebut. Sewa tenda berukuran 2 x 2 m2 seharga Rp 120 rb untuk sehari semalam dan yang besar mencapai Rp 300 rb. Wah, sangat menarik, apalagi di dekat  tenda-tenda kemping itu mengalir  sungai kecil yang  melewati  bebatuan sehingga menimbulkan suara yang membuat perasaan ini menjadi rileks. Saya jadi punya niat  untuk menginap di kemah-kemah ini, tapi waktunya nanti-nanti.
Sebenarnya untuk menginap di Wana Wisata ini tidak saja tersedia penyewaan tenda untuk kemping tetapi juga terdapat beberapa bangunan rumah kayu semacam vila yang disewakan. Harga sewa vila tersebut berkisar Rp  1,2 juta sampai Rp  2 juta per malam tergantung dari luasannya. Tapi bagi saya.  kalau vila sih itu biasa, kurang menarik lebih menantang yang kemping tadi.
Setelah beberapa ratus meter berjalan, kami bertemu dengan curug ke 7 yang entah bagaimana mengatur urut-urutannya, tau-tau kami sudah ketemu curug yang ke tujuh. Curug atau air terjun yang ada di Wana Wisata ini berjumlah 7 buah sesuai namanya, namun yang paling sering dikunjungi adalah curug ke 7 ini. Mungkin curug ini yang paling mudah diakses dan tentu ketinggian air terjun di curug 7 ini yang 30 meter sudah dapat memuaskan hati pengunjung. Akses ke curug-curug lainnya sangat sulit, selain jalannya licin dan sulit juga sangat terjal. Lokasi curug yang terjauh memilik jarak sekitar 1,3 km dari pintu gerbang tadi. Cukup jauh kan?  Curug ke 7 terdiri dari 2 air terjun yang saling berdampingan dan mencurahkan banyak air jernih dan sejuk ke bawahnya. Banyak pengunjung yang memanfaatkannya untuk bermandi ria dan bersenang-senang. Kami saja betah berlama lama di tempat ini, kami terkesima dengan kesunyian yang terbentuk, kalau-pun ada suara, suara itu adalah simfoni  suara alami air menerjang bebatuan. Lumayan, sejenak terbebas dari belenggu polusi udara dan suara serta keriuhan berita yang entah benar atau  sekedar gosip. Lupakan dulu urusan yang tidak perlu yang perlu saat ini adalah menikmati karunia Ilahi lewat kecantikan alam yang Ia berikan.
Rasanya  kalau ditantang duduk  termenung  menikmati alam Wana Wisata Curug 7 yang punya luasan sekitar 7 ha, selama seharian-pun,  saya sanggup. Persoalannya hanya pada curah hujan yang  tinggi yaitu 4000 mm per tahun.  Hujan turun bisa setiap hari dan biasanya turun setelah jam 12, seperti kali ini rintik hujan sudah mulai turun.
Hujan sudah turun menderas,kami bergegas masuk  salah satu warung (tetapi ada yang bilang ini cafe bukan warung).  Kami pesan wedang ronde dan jagung bakar oroginal artinya jagung asli hanya  dibakar saja tidak perlu ditambah manis gula atau perasa buatan, biarkan asli apa adanya. Yang asli tentu lebih menarik. Jagungnya seharga Rp 5rb sangat berarti dikala dingin hujan seperti ini.
Selama di warung, saya berpikir tentang wana wisata ini, Wana Wisata Curug 7 Cilember yang berada Desa Jogjogan kecamatan Cisarua kabupaten Bogor yang dikelola oleh RPH (Resort Pemangkuan Hutan) Cipayung, BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) Bogor, dan KPH (Kesatuan Pemanngkuan Hutan) Bogor yang merupakan bagian organisasi dari Perhutani, jadi bukan dikelola oleh pihak Kementrian Kehutanan,  dan terletak sekitar 20 km dari Bogor atau 70 km dari Jakarta dan berada pada 900 dpl, sangat perlu untuk dijaga kelestariannya. Bagaimana tidak? Mencari ekosistem hutan hujan tropis seperti ini di daerah Bogor sudah sangat sulit ditemukan. Kalau tidak dijaga secara ketat yang dibarengi dengan dengan regulasi yang kuat, tentu keberadaan Wana Wisata ini lambat laun akan tergerus oleh kepentingan lain. Untuk diketahui saja bahwa Wana Wisata ini berbatasan dengan kawasan hutan lindung dan kawasan pemukiman serta ladang penduduk. Saat ini, sudah terlihat tumbuhnya bangunan-bangunan baru yang terus mendesak ekosistem Wana Wisata ini.Hal lainnya yang perlu dipikirkan adalah daya dukung (kemampuan) wana wisata ini menampung jumlah turis atau pengunjung per harinya. Kalau kunjungan wisatawan melebihi daya dukung-nya, tentu akan merusak kelestarian wana wisata Curug Cilember ini. Lebih lanjut, apabila tempat wisata alam ini akan dikembangkan, harus-lah dalam skala terbatas.Kita jaga bersama oase terahir di tengah serbuan bangunan beton yang tak terkendali.
(Bogor, 26 Feb 2012)
Jalan menuju Curug 7 Cilember, Puncak-Bogor kurang bagus, naik motor solusinya
Jalannya sempit dan melewati pemukiman penduduk yang padat
Sesekali bertemu dengan persawahan yang hampir tergerus oleh bangunan baru
Pintu Gerbang Wana Wisata Curug 7 dimana kita beli karcis masuk @ Rp 12 rb
Ucapan selamat datangnya ada yang berbahasa Arab, karena banyak turis dari Timur Tengah
Jembatan sederhana dengan suasana hutan hujan tropis yang sejuk
Sunyi dan rileks
Taman kupu-kupu dengan 6 spesies yang diternakkan
Dominasi oleh spesies Troides Helena SP
Tempat kemping yang menyenangkan
Menikmati Curug ke 7. Indah sekali
Pengunjung bermandi ria dan bersenang-senang
Setelah bermandi ria terus mau istirahat di vila, juga ada
Atau mampir di warung yang ada di dalam kawasan wana wisata
Makanan khas desa tersedia disini
Bakar jagungnya-pun mantap
Kita nikmati Curug 7 Cilember ini sekalian kita jaga kelestariannya

7 komentar:

  1. Balasan
    1. Di daerah puncak Bogor tepatnya dari sate Kadir Cisarua belok ke kiri. Mampir mas, sangat adem dan tenang

      Hapus
  2. Ass wwb pak ...boleh sy mint a infonya ttg curug cilember tp mengenai villa yg ddalamnya kr2 brp per malam Dan klo blh berbagi infonya APA ada Rumah warga/pendudukyg disewakan agak murah Bob villa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waalaikumsalam mb tiarara, banyak vila di sekitaran ceruk Cilember ini. Namun, biasanya pemesanannya tidak melalui telepon kecuali kalau sudah menjadi langganannya di tempat itu. Jadi mbak mesti datang dahulu ke tempat vila yg dituju, sambil melihat lihat fasilitasnya dan bernegosiasi harganya.
      Vila standar, maksudnya dengan 3 kamar tidur, ada dapur dan berhalaman harganya Rp 2 juta/malam. Harganya akan lain kalau vila itu punya fasilitas tambahan seperti kolam renang, tempat outbond dll serta memiliki view yg bagus.. Dan tentu harganya akan lebih mahal lagi kalau weekend apalagi pada hari raya atau hari besar.
      Mudah mudahkan mb tiarara dpt menemukan vila yg diinginkan

      Hapus