Selasa, 21 Agustus 2012

Di Cigugur Kuningan, Kolam Pemandian Dijadikan Tempat Terapi Ikan

Kalau melakukan terapi ikan dalam box seukuran 2 m X 1,5 m yang sering kita jumpai di berbagai mall dan lainnya, itu sich biasa. Yang luar biasa adalah terapi ikan di kolam renang! Bayangkan berapa banyak ikan yang harus disediakan? Desa Cigugur di kabupaten adalah salah satu objek wisata di kabupaten Kuningan yang memiliki  pesona wisata alam dan budaya yang sangat menarik. Salah satu pesona alam yang ada adalah kolam pemandian alam dengan air yang jernih, segar, dan alami. Di objek wisata ini terdapat ikan dewa atau ikan kancra bodas (Labaebarbus dournensis) dengan ciri sisik yang relatif besar-besar dan berukuran seberat 5 - 10 kg per ekornya. Jenis ikan dewa ini dapat ditemui juga di pemandian alam Cibulan yang masih berada di kabupaten Kuningan. Di kolam pemandian alam Cigugur, kini memiki tambahan daya tarik wisata, yaitu dengan memanfaatkan ikan endemis untuk terapi ikan. Tadinya saya pikir, ikan tersebut adalah ikan impor sebagaimana lazimnya yang digunakan untuk terapi ikan, tetapi yang ini ternyata ikan endemis dengan penyebutan untuk orang setempat dengan nama ikan nilem mangut atau nama latinnya Osteochelus hasseltii. Ikan ini berukuran mulai seukuran jari sampai seukuran telapak tangan orang dewasa. Berbeda dari jenis impor yang hanya seukuran kelingking jari saja. Bentuk, sisik, dan warnanya persis sama dengan ikan nilem, yang membedakannya hanyalah letak mulutnya. Kalau ikan nilem, mulutnya membuka ke depan, tetapi ikan nilem mangut, bentuk mulutnya ke bawah seperti ikan sapu-sapu.
Desa Cigugur yang berjarak 8 km dari pusat kota Kuningan, mudah diakses dengan berbagai macam kendaraan. Objek wisata kolam pemandian yang dimaksud dalam tulisan ini persis berada di tengah desa tersebut. Untuk masuk ke kolam pemandian ini, tiap pengunjung ditarik tiket seharga Rp 8 ribu. Di dalam komplek pemandian ini terdapat 4 kolam dengan ukuran ada yang kecil dan ada yang besar. Kolam ukuran besar yang berada di sebelah kanan seukuran 500 m2 yang kini lebih berfungsi sebagai tempat terapis ikan, sudah tidak ada lagi pengunjung yang memanfaatkannya untuk mandi dan berenang. untuk melakukan terapi ikan di kolam ini, pengunjung tinggal duduk di sepanjang pinggir kolam dan kalau mau dapat ambil bangku tempat duduk yang disewa Rp 2 ribu untuk digunakan sepuasnya. 
Ketika kaki dicelupkan ke dalam air kolam, lalu dengan serta merta belasan ikan nilem mangut berbagai ukuran mengerubuti dan memakan kulit mati yang ada di kaki. yang ukuran besar memakan kulit mati dengan cara menghisap dan yang ukuran kecil menghisap kulit mati yang berada di sela-sela jari. disini tidak terjadi rebutan makanan. sesekali ketika asik dikerubuti ikan-ikan nilem mangut ini, tiba-tiba datang ikan dewa yang besarnya sebesar betis orang dewasa, lalu ikan-ikan nilem mangut ini bubar berhamburan, namun tidak berapa lama ikan-ikan nilem mangut ini kembali bekerja membersihkan kulit mati yang menempel di kaki. kata orang setempat, dulunya ikan-ikan nilem mangut ini adalah makanan ikan dewa.
Perasaan pertama kali ketika dikerubuti ikan-ikan nilem mangut ini adalah rasa geli, karena mulut-mulut kecil ikan mangut seolah menggaruk-garuk wilayah sekitaran telapak kaki dan tentu menjadikan kita tersenyum atau tertawa atau berteriak kecil, tetapi lama kelamaan menjadikan kita rileks keenakan. Pantas banyak orang ketagihan.
Adanya terapi ikan dengan ikan asli kolam Cigugur dimulai sekitar tahun 2009 yang mana ketika itu ada pasien dari rumah sakit Cigugur yang mandi di kolam tersebut dan dikerubuti oleh ikan-ikan nilem mangut itu. Sejak itulah terapi ikan di kolam pemandian Cigugur ini menjadi populer, karena memang unik dan menarik. Hanya saja perlu kiranya dilakukan oleh pengelola objek wisata ini adalah memberikan informasi tertulis kepada setiap pengunjung yang lengkap tentang aturan pelaksanaan terapi ikan ini. Contohnya saja ada salah satu ibu-ibu pengunjung yang sedang melakukan terapis ikan dari 3 jam yang lalu dan masih berlangsung, tentu ini tidak baik bagi kesehatan ibunya itu sendiri dan juga bisa merubah tingkah laku atau kebiasaan dari ikan nilem mangutnya. Bisa saja ikan mangutnya berperilaku menjadi lebih agresif dan liar bahkan buas. dan jangan lupa juga untuk mengkaji terapis ikan ini, apakah terapis ikan ini bisa menjadi media penularan penyakit dari satu orang ke orang lainnya?

Kolam Pemandian Alam di Cigugur Kuningan
Pengunjung yang Lebih Memilih Terapi Ikan daripada Berenang
Sewa Tempat Duduk/Bangku Rp 2 ribu
Ikan Dewa dan Ikan Nilem Mangut
Ikan Nilem Mangut yang Jinak
Kaki Geli karena Dikerubuti Ikan Nilem Mangut

Rabu, 15 Agustus 2012

Hilangnya Sempadan Pantai Kota Kupang

Sebenarnya pada bagian bagian tertentu, pantai di kota Kupang berpasir putih dan bagus untuk wisata, contohnya di pantai Kelapa Lima. Namun, karena kebutuhan akan lahan terutama untuk perhotelan, perkantoran, dan restoran yang tinggi, maka pantai-pantai tersebut kini sudah terkooptasi oleh bangunan-bangunan tersebut, apalagi sempadan pantainya.
Karena pantai di kota kupang umumnya berkontur landai, maka perhitungan sempadan pantai yang lebarnya 100 meter dari titik pasang tertinggi, tidak terlalu sulit untuk diterapkan. Di lain pihak dengan kontur pantai yang landai, justru mengundang pemodal untuk memanfaatkannya untuk kegiatan properti, karena biaya kontruksinya akan relatif lebih rendah dibandingkan dengan yang berkontur tebing.
Sayangnya, sempadan pantai yang memiliki fungsi sebagai:
1.    Perlindungan terhadap gempa dan/atau tsunami;
2.    Perlindungan pantai dari erosi dan abrasi;
3.    Perlindungan sumberdaya buatan di pesisir dari badai, banjir, dan bencana alam lainnya;
4.    Perlindungan terhadap ekosistem pesisir, seperti lahan basah,   mangrove, terumbu karang, padang lamun, gumuk pasir, estuaria, dan delta;
5.    Pengaturan akses publik; serta
6.    Pengaturan sistem hidrologi, saluran air, dan limbah
Fungsi-fungsi tersebut akan hilang dan setidaknya akan mengundang resiko degradasi lingkungan pesisir dan bencana yang lebih besar lagi. Kalau ini terjadi cost yang akan ditanggung oleh pemerintah dan masyarakat akan jauh lebih besar dari nilai yang diperolehnya. 
Ikannya besar besar, di Pasar Ikan Oeba-Kota Kupang
Karena pantainya, Kota Kupang banyak didatangi oleh yacht dari Australia

Pantai Kelapa Lima di Kota Kupang tahun 2005 yang indah dan lebar
Pantai Kelapa Lima pada Agustus 2012 yang sudah terkooptasi bangunan
Proses pengurugan pantai Kelapa Lima untuk berbagai properti
Apabila pembangunan pantai tidak terkendali, bagaimana dengan sumberdayanya?

Selasa, 14 Agustus 2012

Bahan Masukan Untuk Penetapan Kawasan Konservasi Dalam Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Prov/Kab/Kota


Sebagaima diamanatkan dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, bahwa Rencana Zonasi WP-3-K Prov/Kab/kota dibagi ke dalam kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu (KSNT), dan alur laut. Konservasi WP-3-K menurut ketentuan umum dalam Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya. Sedangkan kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan.
Terumbu Karang di Kawasan konservasi
Kawasan konservasi untuk perencanaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, khususnya untuk penyusunan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ditentukan dari:
  1.  Kawasan konservasi/lindung eksisting, atas dasar penetapan dari   Menteri  Kelautan dan Perikanan atau Menteri Kehutanan,
  2.  Pencadangan kawasan konservasi/lindung berdasarkan Surat Keputusan Gubernur/Bupati/Wali Kota,
  3.  Atas dasar ketentuan perundangan dan peraturan yang berlaku,
  4. Usulan dari LSM, masyarakat, adat, dan
  5.  Atas dasar kajian ilmiah.
Untuk nomor  4 dan 5 harus saling melengkapi diantara keduanya, artinya nomor 4 yaitu usulan dari LSM, masyarakat, dan adat haruslah dibarengi dengan kajian ilmiah seperti tertera pada nomor 5, begitu juga sebaliknya kalau kawasan tersebut secara ilmiah dapat dijadikan kawasan konservasi, tentunya harus melalui persetujuan masyarakat atau LSM atau adat.
Kawasan konservasi dalam rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil bersifat umum, dimana yang dimaksud kawasan konservasi bisa juga berarti kawasan lindung atau dengan nomenklatur lainnya. Misalnya saja di wilayah Kabupaten Ciamis, Prov Jawa Barat, disana salah satunya ada Konservasi Alam Laut Pananjung Pangandaran di Kabupaten Ciamis yang ditetapkan melaui SK Menteri Kehutanan No 225/Kpts-II/1990 dan ada juga pencadangan kawasan konservasi yaitu Kawasan konservasi Laut Daerah (KKLD) Ciamis atas dasar Peraturan Bupati Ciamis no 15/2008 dan kawasan konservasi lainnya. Itu semua harus masuk menjadi kawasan konservasi yang menjadi bagian dari Rencana Zonasi WP3K kabupaten Ciamis. Dan rencana zonasi wp-3-k itu sendiri ditetapkan dalam ketentuan peraturan daerah (perda).
Dalam satu wilayah prov/kab/kota di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecilnya bisa saja terdiri dari beberapa kawasan konservasi dengan nomenklatur, katagori, dan jenis yang berbeda. Pada ayat (4), (5), dan (6) pasal 28 Undang-Undang No 27 Tahun 2007, Menteri Kelautan dan Perikanan berwenang untuk menetapkan:
  1. Katagori Kawasan konservasi;
  2. Kawasan Konservasi Nasional;
  3. Pola dan tatacara pengelolaan kawasan konservasi; dan
  4. Hal lain yang dianggap penting dalam pencapaian tujuan menjaga kelestarian ekosistem pesisir dan pulau-pulau kecil.
Katagori kawasan konservasi di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, terdiri dari:



Sempadan Pantai yang Hilang di Kota Kupang NTT


  1. Kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil (KKP3K);
  2. Kawasan konservasi maritim (KKM);
  3. Kawasan konservasi perairan (KKP); dan
  4.  Sempadan pantai