Jam 6 pagi,
kami yang akan melihat lumba-lumba atau nama lainnya dolphin sudah berada di
sekitaran Pantai Lovina di desa Pakraman Banyualit kabupaten Buleleng, karena kemunculan lumba-lumba sekitar jam 6
sampai 9 pagi. Dan pada pukul 6 lebih itu sudah ada 50 an turis yang umumnya
turis asing yang akan mengikuti tur melihat lumba-lumba melintas. Jumlah perahu
wisata dolphin di desa ini ada 36 belum lagi dari 2 desa tetangga yang juga
menyediakan tur yang sama dan dengan jumlah perahu yang tidak jauh berbeda
jumlahnya.
Kami
berempat menaiki perahu cadik yang berciri di kanan kirinya dipasangi bambu
sebagai pelampung yang dapat menjaga keseimbangan perahu agar tidak oleng
ketika menerjang ombak, perahunya sendiri memiliki panjang 7 meter dan lebar
badan perahu hanya selebaran pinggul orang dewasa. Perahu yang berkapasitas maksimum
5 orang digerakkan oleh mesin tempel berdaya 10 pk.
Pagi itu
ombak dalam keadaan tenang dan matahari sudah mulai menampakkan diri dari balik
bukit di daratan yang perlahan semakin menjauh. Di depan dan di belakang
kami-pun banyak perahu yang sama yang sama-sama ingin melihat lumba-lumba
melintas. Sesampainya di lokasi yang biasa lumba-lumba menampakkan diri,
kecepatan perahu mulai diturunkan begitu juga perahu-perahu yang lainnya.
Pengemudi perahu Pak Putu Pecit mengamati di kanan kiri atau sekitaran perahu,
barangkali ada terlihat lumba-lumba melintas. Begitu melihat lumba-lumba
melintas atau melihat perahu lain mengejar kemunculan lumba-lumba, maka serta
merta perahu perahu yang ada di sekitaran lumba-lumba itu bergegas tidak
beraturan dan bergerak mendekati lumba- lumba yang lewat. Ada sekitar 5 lumba-lumba
yang terlihat berluncatan dan -hanya terlihat sesaat- karena di depan lintasan
berenangnya dolphin sudah ada beberapa perahu menghadang jalannya dolphin yang
setidaknya mengganggu lintasan berenang mereka. Di kelompok kami ada sekitaran
60 perahu wisata yang ingin mengejar lumba lumba. Setelah tidak terlihat kelompok
lumba lumba yang melintas lagi, perahu-perahu kemudian berputar putar mencari kembali tempat
munculnya lumba lumba di tempat lainnya tapi masih di sekitaran munculnya
lumba-lumba tadi. Ketika ada satu ekor lagi yang terlihat muncul, puluhan
perahu kembali menaikkan gas nya untuk
mendekati seekor lumba lumba tersebut. Demikian seterusnya melakukan hal yang
sama sampai batas waktu tur lumba-lumba ini menghabiskan waktu selama 2 jam.
Seandainya diteruskan-pun, lumba-lumbanya tidak akan terlihat muncul lagi, karena hari semakin panas dan suhu perairan-pun juga ikut naik.
Di Lovina
ini ada dua lokasi tempat melihat-lumba lumba melintas yang sebenarnya antara
satu lokasi dengan lokasi lainnya, jaraknya tidak berjauhan. Dan di tiap lokasi
ada kelompok perahu-perahu wisatanya masing-masing, satu kelompok kami dan satu
kempok lagi dengan jumlah perahu yang hampir sama. Jarak tempat pengamatan dolphin ke darat
sekitar 3 km dan lebarnya sekitar 4 km, atau dengan kata lain area pengamatan
lumba lumba yang dijadikan sebagai atraksi wisata bahari di kabupaten Buleleng
ini sekitar 4 km x 3 km. Di bali, bahkan di Indonesia, tour melihat lumba lumba ini hanya
ada di pantai Lovina, kab Buleleng ini.
Tur melihat
lumba lumba melintas atau dolphins watching ini dimulai pada ahir tahun 90 an,
yang digagas oleh seorang turis belanda yang kebetulan nginap di hotel miliknya
Pak Panji Tisna yang merupakan keturunan raja Buleleng. Dan pada suatu pagi Pak Panji Tisna
ini mengajak turis Belanda tersebut untuk berlayar dengan perahu di laut. Dan pada waktu
di laut, turis Belanda tersebut sangat tertarik terhadap banyaknya lumba-lumba
yang melintas dan bermunculan ke atas permukaan air. Maka dari situ timbul
gagasan untuk dikemas dalam sebuah paket wisata mengamati lumba-lumba. Konon,
Pak Panji Tisna ini pula yang menamai sepenggal kawasan pantai di kab Buleleng ini dengan
nama Lovina yang artinya Love Indonesia. Untuk diketahui bahwa nama Lovina
tidak menunjuk pada batas wilayah administrasi tetapi hanya merujuk kepada
sepenggal kawasan pantai yang ada di kab Buleleng.
Trend turis
untuk melihat lumba-lumba ini semakin tahun semakin meningkat, malah turis yang
mengunjungi Lovina sudah dipastikan bahwa sebagian besar dari mereka adalah
turis untuk melihat lumba-lumba. Namun dalam dua tahun terahir ini, jumlah turis asing yang mengikuti wisata lumba-lumba, memperlihatkan kecenderungan turun. Itu terjadi karena ada
rasa iba di benak turis ketika menyaksikan beberapa lumba-lumba mucul ke permukaan laut, terus ‘diserbu’ perahu-perahu wisata denga
suara mesinnya yang berdesibel tinggi yang memungkinkan lumba-lumbanya menjadi
stres.
Tarif
melihat lumba-lumba adalah Rp 50 rb/ orang, harga ini adalah harga kalau
langsung berhubungan dengan pemilik perahunya. Kalau pemesanannya melalui pihak
hotel, harganya Rp 120 rb/orang. Itu semua harga untuk turis lokal, kalau untuk
turis asing lain lagi harganya.
Yang lebih
penting lagi adalah bagaimana agar wisata ini dapat berlangsung panjang tidak
putus baru sebentar operasional. Untuk itu diperlukan pedoman baku bagi para
operator perahu wisata dalam menjalankan aktivitasnya dengan tanpa mengganggu kebiasaan hidup lumba lumba-nya. Dengan demikian, lumba-lumbanya tetap lestari dan
masyarakat sekitarnya dapat merasakan manfaat secara ekonomi. ada hubungan yang bersifat mutualisme simbiosis.
 |
Perahu cadik yang digunakan untuk dolphin's watching |
 |
Perahu cadik siap 'berburu' lumba-lumba |
 |
Mentari pagi menemani kami |
 |
Perahu-perahu wisata lumba-lumba yang ada di belakang kami |
 |
Perahu-perahu lain yang ada di depan kami |
 |
Perahu-perahu ini melintang di depan lintasan lumba-lumba |
 |
Mengerubuti 1-5 ekor lumba-lumba |
 |
Gambaran yang tidak teratur ketika dolphin's watching tour |
 |
Dolphin yang diamati |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar