Gambaran
Umum Kabupaten Gorontalo Utara
Kabupaten
Gorontalo Utara memiliki luas
wilayah ± 1.676,15 kilometer persegi. Terdiri dari lima kecamatan
pesisir, yaitu Tolinggula, Sumalata, Anggrek, Kwandang dan Atinggola. Kecamatan
dengan area yang terbesar adalah Sumalata yaitu 504,59 kilometer persegi atau
28,40 % luas Kabupaten Gorontalo Utara sedangkan yang terkecil - adalah
Kecamatan Gentuma Raya, yaitu 100,34 kilometer persegi atau 5,65 % luas
Kabupaten Gorontalo Utara.
Kabupaten Gorontalo Utara sangat potensial dengan
sumber daya perikanan dengan garis pantai ±320 kilometer, luas laut ±561,6 kilometer persegi,
hutan mangrove 275,27 hektar serta potensi budidaya air payau seluas 2.583,4 hektar. Pembangunan wilayah pulau-pulau di Kabupaten Gorontalo
Utara juga dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata. Keberhasilan dalam bidang pariwisata
dicerminkan dari semakin meningkatnya arus kunjungan wisatawan. Jenis pariwisata
bahari yang terdapat di Kabupaten Gorontalo Utara berupa keindahan alam pesisir
dan laut, snorkeling, diving dan
renang. Lokasi wisata yang cukup
dikenal saat ini adalah Pulau Saronde.
Pulau Saronde terletak di Kecamatan Kwandang, memiliki luas daratan sekitar
1 km2. Pulau saronde ini
tidak berpenghuni, hanya dijaga oleh petugas pengelola wisata. Selain memiliki
pasir putih di pantainya, perairan pulau
Saronde terkenal memiliki keindahan bawah laut yang bagus, dimana terdapat atol
yang melingkar di sekitar Pulau Saronde.
Kondisi
Biofisik Perairan Pulau Saronde
1.
Sebaran
Bambu Laut
Bambu laut di perairan dijumpai dalam
bentuk spot-spot yang menyebar sepanjang area pengambilan data. Pada beberapa lokasi ditemukan melimpah
dengan menutupi seluruh area terumbu karang.
Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa rerata luas tutupan bambu laut
di perairan Pulau Saronde yaitu di lokasi survei I adalah 0,05 m2/m2,
sedangkan di lokasi survei II adalah 0,109 m2/m2.
2.
Kelimpahan
Bambu Laut
Berdasarkan hasil survei, kelimpahan bambu laut di perairan Pulau Saronde
adalah 2individu/m2. Kedalaman
perairan di area survei adalah 3 – 5 meter, sehingga memang masih banyak
ditemukan individu bambu laut karena memiliki simbiosis dengan zooxanthella
yang membutuhkan cahaya matahari. Adapun
sebaran kelimpahan di area survei terlihat pada Tabel berikut:
Tabel.
Sebaran kelimpahan bambu laut di Perairan Pulau Saronde
No
|
Ukuran Koloni (individu)
|
Jumlah Kelompok
|
1.
|
1 - 10
|
62
|
2.
|
11 - 20
|
14
|
3.
|
21 - 30
|
6
|
4.
|
31 – 40
|
1
|
5.
|
41 - 50
|
2
|
Sumber : Hasil olahan
data primer (2012)
Berdasarkan
Tabel tersebut maka diketahui jumlah ukuran kelimpahan individu didominasi oleh
kelompok koloni 1 – 10 individu. Di
perairan Kabupaten Gorontalo Utara ini khususnya perairan Pulau Saronde belum
ada kegiatan pengambilan bambu laut sehingga dapat dikatakan bahwa ukuran
komposisi dan kelimpahan bambu laut yang ada ini masih merupakan ukuran alamiah
yang belum dimanfaatkan oleh nelayan.
Kondisi Sosial Masyarakat
1. Karakteristik Responden
Responden yang diambil
terbatas hanyalah para nelayan yang berada di lokasi pengambilan data. Selain itu juga dilakukan wawancara di daerah lain dalam Provinsi
Gorontalo mengingat di lokasi pengambilan data belum pernah ada kegiatan
pengambilan bambu laut. Jumlah responden yang diwawancara adalah 10 orang. Profesi
utama responden dalah sebagai nelayan pancing dan jala. Tidak ditemukan responden yang berprofesi sebagai pedagang
pengumpul bambu laut.
Jika ditinjau dari kisaran umur, maka seluruh responden memiliki kisaran
umur antara 25 – 45 tahun. Hal ini
menunjukkan bahwa para responden masih berada pada usia produktif. Secara lebih detail maka klasifikasi
responden berdasarkan umurnya dapat dilihat pada Tabel.
Tabel. Klasifikasi Umur Responden
No
|
Umur (tahun)
|
Jumlah (orang)
|
Persentase (%)
|
1.
|
30 – 40
|
4
|
40
|
2.
|
41 – 50
|
6
|
60
|
|
Total
|
10
|
100
|
Sumber
: Hasil olahan data primer (2012)
Berdasarkan tingkat pendidikan, maka sebagian besar responden memiliki
tingkat pendidikan yang rendah yaitu hanya sampai pendidikan Sekolah Dasar (SD)
atau yang sederajat. Dari 10 orang
responden yang diwawancara sebanyak 4 orang (40%) hanya sampai ke tingkat SD, 3
orang tidak menyelesaikan pendidikan SD dan kemudian 3 orang (30%) mampu
bersekolah hingga ke pendidikan menengah pertama (SMP), Secara keseluruhan
dapat dijelaskan bahwa rata-rata para responden memiliki pendidikan formal,
walaupun relatif masih rendah. Kondisi ini disebabkan dengan fasilitas
pendidikan formal yang belum lengkap di daerah Gorontalo.
Berdasarkan hasil pengolahan
data primer maka dapat diketahui bahwa para responden umumnya telah bekerja di
bidang perikanan lebih dari 10 tahun. Jika lama bekerja dibidang ini diurai lebih
jauh, maka diperoleh responden yang telah bekerja 10 – 20 tahun berjumlah 4 orang, sedangkan yang telah memiliki masa
kerja di atas 20 tahun sebanyak 4 orang. Sedangkan responden yang
baru memiliki pengalaman kerja di bawah 10 tahun adalah 2 orang. Dengan
demikian dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden telah memiliki
pengetahuan yang mendalam mengenai usaha perikanan.
Tabel. Klasifikasi responden berdasarkan
lama berusaha di bidang perikanan
No
|
Lama Usaha (Tahun)
|
Jumlah (orang)
|
Persentase (%)
|
1.
|
<10
|
2
|
20
|
2.
|
10 - 20
|
4
|
40
|
3.
|
>20
|
4
|
40
|
|
Total
|
10
|
100,00
|
Sumber
: Hasil olahan data primer (2012)
Hasil wawancara dengan responden yang berprofesi sebagai nelayan
menunjukkan umumnya mereka tidak lama menekuni usaha pengambilan bambu laut ini. Hingga tahun 2011 yang diketahui terakhir
kali ada aktivitas pengambilan bambu laut, sebanyak 3 responden belum pernah
melakukan pengambilan bambu laut, sebanyak 2 responden baru menekuni usaha itu
selama 1-2 tahun, sedangkan 5 responden telah melakukan pengambilan bambu laut
lebih dari 2 tahun. Dengan demikian jika dihubungkan dengan lamanya
mereka berusaha di bidang perikanan maka dapat diketahui bahwa sebelum memulai
usaha pengambilan bambu laut
ini sebenarnya mereka telah bekerja di bidang perikanan, khususnya di bidang
perikanan tangkap.
Tabel.
Klasifikasi responden nelayan berdasarkan lama berusaha di dalam usaha pengambilan bambu laut
No
|
Lama Usaha (Tahun)
|
Jumlah (orang)
|
Persentase (%)
|
1.
|
1-2
|
2
|
20
|
2.
|
>2
|
5
|
50
|
3.
|
Bukan pengambil bambu laut
|
3
|
30
|
|
Total
|
10
|
100
|
Sumber : Hasil olahan data primer (2012)
2. Motivasi Masyarakat
Berdasarkan hasil
wawancara dengan stakeholder yang
berkaitan dengan usaha pengambilan bambu laut di Provinsi Gorontalo, maka dapat
diketahui beberapa hal yang memacu keinginan para nelayan melakukan usaha
pengambilan bambu laut ini sebagai pekerjaan tambahan. Beberapa responden mengemukakan bahwa penanganan
pengolahan bambu laut yang mudah sebelum dijual juga merupakan alasan yang
dipilih sehingga mereka melakukan pengambilan bambu laut ini.
Salah satu faktor
pendukung meningkatnya pengambilan bambu laut ini adalah meningkatnya
permintaan pasar serta tidak ada kebijakan yang jelas dari pemerintah terkait
eksploitasi bambu laut ini. Setelah
adanya pelarangan pengambilan bambu laut oleh Pemerintah Provinsi Gorontalo
dengan berdasarkan Perda Nomor 01 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir Secara Terpadu di Provinsi Gorontalo, nelayan tetap menjalankan
aktivitasnya mengambil bambu laut dengan alasan tidak adanya sosialisasi kepada
mereka terkait pelarangan tersebut.
Menurunnya aktivitas pengambilan bambu laut hingga saat ini lebih banyak
disebabkan oleh tidak adanya lagi permintaan dari pedagang pengumpul.
Tabel. Motivasi responden dalam pengambilan
bambu laut
No
|
Parameter
|
Alasan utama
|
Responden Pemilih
|
1.
|
Teknologi pengambilan
|
Sederhana dan mudah diperoleh
|
5
|
2.
|
Pemasaran produk
|
Dijemput pihak pengumpul
|
4
|
3.
|
Pengolahan pasca panen
|
Mudah dilakukan
|
1
|
Sumber :
Hasil data primer yang telah
diolah (2012)
Berdasarkan Tabel maka dapat
dijelaskan beberapa motivasi yang dimiliki masyarakat dalam melakukan kegiatan
pengambilan bambu laut tersebut sebagai berikut :
1.
Teknologi pengambilan bambu laut
Pengambilan bambu laut
dilakukan dengan menggunakan peralatan yang sederhana yaitu linggis dan parang.
Keterampilan yang dibutuhkan seorang nelayan pengambil bambu laut adalah
menyelam, yang merupakan keahlian lazim bagi masyarakat yang tinggal di wilayah
pesisir. Teknik yang digunakan untuk
mengambil bambu laut itu adalah dengan mencongkel substrat yang ada ditempati
oleh bambu laut tersebut.
Kegiatan pengambilan
bambu laut ini dilakukan setiap hari bersamaan dengan kegiatan penangkapan
ikan, sehingga biaya operasional dapat diminimalisir. Menurut hasil wawancara, sekali pengambilan
bisa mencapai 10-15 kg berat kering. Di
lokasi pengambilan data (Kabupaten Gorontalo Utara), belum ada aktivitas
pengambilan bambu laut oleh masyarakat.
Menurut hasil wawancara dengan aparat Dinas Kelautan dan Perikanan
Provinsi Gorontalo, daerah yang diketahui masyarakatnya pernah melakukan
aktivitas pengambilan bambu laut adalah di Kabupaten Pahuwato dan Kabupaten
Boalemo.
Permasalahan utama yang
berkaitan dengan kegiatan pengambilan bambu laut ini adalah teknik pengambilan
bambu laut yang merusak substrat dasar yang merupakan terumbu karang. Seiring dengan peningkatan permintaan pasar
untuk bambu laut ini maka kegiatan eksploitasi bambu laut semakin meningkat dan
berlangsung secara sporadis. Hal ini
secara langsung mempengaruhi kelestarian terumbu karang sebagai tempat hidup
bambu laut. Menurut hasil wawancara,
kondisi terumbu karang di wilayah pengambilan bambu laut masih baik, namun
demikian merupakan ancaman berat jika kegiatan pengambilan bambu laut masih
menggunakan teknik tradisional seperti berlangsung saat ini.
2.
Pemasaran produk
Sistem pemasaran yang berlaku saat itu telah memudahkan nelayan dalam
memasarkan bambu laut. Sistem pemasaran
yang berlaku adalah pihak pengumpul yang mendatangi nelayan untuk kemudian
mengajukan penawaran harga. Setelah
diperoleh kesepakatan harga, maka pengumpul yang selanjutnya mendistribusikan
produk tersebut sesuai dengan jalur pemasarannya. Berdasarkan hasil wawancara, harga jual bambu
laut selama ini berkisar antara Rp2.000,00 – Rp3.000,00. Nelayan pengambil bambu laut tidak mengetahui
secara jelas jalur pemasaran di tingkat pedagang pengumpul hingga ke konsumen.
Keuntungan dari sistem pemasaran
ini adalah pihak nelayan tidak mengeluarkan biaya operasional untuk memasarkan
hasil panennya, karena telah dijemput oleh pengumpul. Namun demikian terdapat juga kerugiannya
karena petambak tidak memiliki nilai tawar yang kuat dalam menentukan harga
produk karena nelayan tidak memiliki kebebasan pemasaran produk akibat minimnya
informasi pasar terhadap produk bambu laut ini.
Oleh karena itu, sejak tahun 2010 kegiatan pengambilan bambu laut ini
semakin menurun intensitasnya karena selain adanya penegasan pelarangan dari
pemerintah daerah untuk pengambilan bambu laut ini juga karena pedagang
pengumpul yang tidak pernah lagi datang sehingga produk tidak bisa dipasarkan.
3.
Pengolahan produk
Pengolahan
produk dibutuhkan untuk menjaga
mutu dari produk yang akan dijual, karena bambu laut yang dijual disesuaikan dengan persyaratan yang ditetapkan
oleh pihak pembeli. Pengolahan produk bambu laut tidak memerlukan
penanganan yang rumit karena hanya perlu dibersihkan kemudian dijemur. Hal
ini menurut para nelayan merupakan salah satu alasan yang menarik sehingga
mereka juga ikut berusaha dalam pengambilan bambu laut.
Nelayan mengangkat bambu laut ini dari perairan diupayakan secara lengkap
satu koloni. Bambu laut ini kemudian
direndam dalam air laut hingga kulit luarnya terkelupas, biasanya hingga
seminggu. Selanjutnya bambu laut dijemur hingga kadar airnya turun selama 1-2
hari tergantung kondisi cuaca, karena metode pengeringan hanya mengandalkan
panas sinar matahari. Setelah itu
kemudian bambu laut yang sudah kering dibersihkan dan dimasukkan ke dalam
karung untuk siap dipasarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar