PENDAHULUAN
Bambu laut (Isis
Hippuris) yang termasuk dalam suku Gorgonacea yang merupakan kelompok dari
karang lunak (Octocorallia) dimana
karang lunak adalah salah satu unsur penyusun terumbu karang. Gorgonacea ini
umumnya tersebar luas di perairan Indo-Pasifik dan beberapa tempat lainnya,
terutama di daerah tropis. Sebagai unsur penyusun terumbu karang, diketahui
bahwa karang lunak merupakan komponen terbesar kedua setelah karang batu, bahkan
beberapa daerah yang kondisi terumbu karangnya rusak, karang lunak merupakan
unsur utama penyusun terumbu karang (Manuputty, 2002).
Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, beberapa
pakar telah giat melakukan penelitian tentang karang lunak. Penemuan-penemuan
baru di bidang farmasi sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, seperti
ditemukannya senyawa kimia yang dapat digunakan untuk bahan obat-obatan, zat
antibiotik dan antitumor. Para ahli farmakologi dan ahli biokimia mencari
produk baru untuk obat-obatan yang dapat diambil dari hasil ekstrak bahan
kimiawi yang dihasilkan oleh karang Octocorallia (Fabicius dan Alderslade,
2001). Salah satu jenis Gorgonacea yang memiliki nilai ekonomis adalah Isis Hippuris yang biasa disebut sebagai
bambu laut. Isis Hippuris mengandung
berbagai macam senyawa yang dapat digunakan dalam kebutuhan industri farmasi
dan biokimia. Isis Hippuris juga
banyak mengandung senyawa spesifik hippuristanol
yang memiliki sifat antivirus karena dapat mencegah proses replikasi virus
(Manuputty, 2008).
Selain potensi tersebut diatas, Isis Hippuris juga banyak
meliputi perhatian banyak orang, khususnya beberapa kawasan di Sulawesi karena
banyak diekploitasi oleh masyarakat untuk tujuan ekspor. Data-data di media
komunikasi menunjukkan banyaknya pengantarpulauan komoditas ini yang menjadi
sitaan petugas karena tidak memiliki dokumen yang sah. Radar Toli-Toli (8
September 2009) mengabarkan bahwa tim gabungan ADPEL, BKSDA, Polisi dan TNI
Angkatan Laut telah menyita sebuah kontainer berisi 18 ton Isis Hippuris yang
siap dikirim dari pelabuhan Dede Tolitoli ke Lamongan, Jawa Timur. Dari media
lain pun turut mengabarkan berita yang serupa. Berdasarkan arsip berita dari situs
www.dkp.sulteng.go.id (30 Mei
2010) pun mengabarkan bahwa tim gabungan DKP Sulteng beserta Polair Polda
Sulteng menemukan tumpukan bambu laut yang telah siap untuk dikirim yang
mencapai 30 ton yang rencananya akan dibawa ke Kendari, Sulawesi Tenggara untuk
diperdagangkan.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka dilakukan beberapa
pencegahan seperti adanya pelarangan peredaran bambu laut untuk sementara oleh
pemerintah. Sementara saat ini kondisi mengenai bambu laut khususnya dalam
jumlah populasi masih belum diketahui dan dimiliki data yang akuntabel.
Sehingga dilakukan kegiatan survey status populasi dan pemanfaatan biota bambu
laut (Isis Hippuris) di wilayah
Sulawesi yang dilaksanakan oleh Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut
(BPSPL) Makassar Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil
Kementerian Kelautan dan Perikanan.
METODELOGI KEGIATAN
Waktu dan Tempat
Kegiatan
survei identifikasi populasi dan pemanfaatan jenis bambu laut dilaksanakan
selama 2 bulan yang dimulai pada bulan Juli hingga bulan Agustus tahun 2012
yang berlokasi di Perairan Laut Kecamatan Moutong Kabupaten Parigi Moutong
Alat dan Bahan
Peralatan dan Bahan yang digunakan dalam kegiatan survei
ini adalah (1) peralatan
selam (scuba); (2) alat tulis bawah air / sabak; (3) under water camera; (4)
alat ukur satuan panjang / rol meter; (5) alat penunjuk lokasi / GPS; (6) alat
ukur parameter kualitas fisik dan kimia perairan (suhu, salinitas, kecerahan,
pH dan arus) berupa thermometer, refraktometer, secchi disk, kompas, dan alat
pengukur kecepatan arus; (7) alat pengaman personalia (pelampung); dan (8)
perlengkapan perangkat pengolah data dan dokumentasi (peralatan komputer,
kamera, printer, dan alat tulis lainnya).
Jenis dan Metode Pengambilan Data
Survei
pengambilan data tentang status populasi bambu laut (Isis Hippuris) dilakukan dengan metode belt transect atau transek sabuk, dengan panjang 50 meter. Luasan
pengamatan dari garis transek yaitu
masing-masing 5 meter di kiri dan kanan, sehingga luas total areal
pengamatan 500 m2. Pengukuran dilakukan di daerah ekosistem terumbu
karang yang ditemukan. Variabel yang diamati adalah jumlah koloni dan ukuran
tinggi koloni dalam suatu transek.
Sedangkan
untuk pengambilan data sosial, ekonomi, dan budaya dilakukan pengambilan dengan
cara wawancara langsung dengan masyarakat sekitar selaku pemanfaat biota Isis Hippuris.
Analisis Data
Untuk
menjawab tujuan dari kegiatan survei ini diperlukan tahapan analisis data dari
keseluruhan data yang telah diperoleh. Analisis data tersebut terdiri dari :
Analisa Kuantitatif
Analisis
kuantitatif bertujuan untuk mengetahui kepadatan dan potensi bambu laut di
perairan dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
∑
individu
Luas Transek
Analisa Kualitatif
Digunakan
untuk mengetahui kondisi hidup dari Isis
Hippuris tersebut, baik mengenai ukuran, daerah zonasi terumbu karang
sebagai habitat, maupun tingkat kedalaman ideal tempat biota tersebut hidup.
Analisa Deskriptif
untuk
menggambarkan potensi dan sebaran bambu laut, praktek pengerjaan atau
pembersihan, jalur-jalur pemasaran produksi bambu laut sampai ke pedagang besar.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Status Populasi
Jumlah Koloni
Lokasi pengambilan data dilakukan di wilayah perairan
Kecamatan Moutong, yang terdiri dari dua stasiun, stasiun I terletak di pantai
wilayah Pulau Lalayan. Sedangkan stasiun II terletak di pantai barat kecamatan
Moutong. Kedua stasiun tersebut merupakan daerah yang memiliki ekosistem
terumbu karang.
Untuk jumlah koloni dari masing-masing stasiun, pada
stasiun I memiliki kepadatan populasi sebesar 852 koloni / 500 m2,
sedangkan pada stasiun II memiliki populasi 514 koloni / 500 m2. Dari
data yang diperoleh, dapat dikatakan bahwa jumlah populasi Isis Hippuris diwilayah perairan Kecamatan Moutong terbilang masih melimpah
dengan kepadatan yang cukup tinggi. Hal tersebut disebabkan karena Isis Hippuris dapat hidup dengan baik
pada zona terumbu karang.
Berdasarkan daerah zonasi terumbu karang
Berdasarkan data hasil survey, stasiun I memiliki
karakter zona reef slope, sedangkan
di stasiun II adalah zona reef flat. Sedangkan
Isis Hippuris lebih dominan ditemukan
hidup di zona reef slope. Hal ini
kemungkinan dipengaruhi adanya arus yang lemah dan pengaruh gelombang air laut
pada daerah reef slope. Arus yang
tidak kuat memungkinkan Isis Hippuris tumbuh
dengan baik.
Berdasarkan kedalaman

Gambar 2.
Jumlah dan persentase koloni Isis
Hippuris pada kedalaman 2 – 7 meter
Dari gambar 2 diatas menunjukkan jumlah dan presentase
koloni Isis Hippuris lebih besar
berada pada kedalaman 5 meter dengan persentase 38,14%. Diperkirakan bahwa Isis Hippuris dapat hidup dengan baik
pada kedalaman 5 meter yang dimungkinkan pada kedalaman tersebut arus tidak
terlalu kuat. Sedangkan persentase jumlah koloni terbesar selanjutnya pada
kedalaman 2 meter dengan persentase 30,31%. Hal tersebut dimungkinkan karena
pada daerah tersebut koloni Isis Hippuris
adalah koloni yang baru berkembang kembali setelah dimanfaatkan oleh
masyarakat. Seperti hal nya pada kedalaman 3 meter, di wilayah tersebut
dimungkinkan termasuk salah satu wilayah Isis
Hippuris yang dimanfaatkan oleh masyarakat namun baru mulai untuk
berkembang kembali.
Berdasarkan ukuran
Gambar
3. Jumlah Populasi Isis Hippuris berdasarkan
ukuran
Berdasarkan ukuran seperti yang dilihat pada Gambar 3
diatas, terlihat bahwa populasi Isis
Hippuris yang dominan hidup di lokasi survey adalah koloni yang memiliki
ukuran antara 30 – 50 cm sebesar 44,66%. Sedangkan untuk ukuran 0-30 cm
memiliki populasi sebesar 19,47% dan pada ukuran diatas 50 cm hanya memiliki
populasi sebesar 19,47%. Pada umumnya jumlah populasi akan sebanding dengan
ukuran koloni, bahwa semakin besar ukuran Isis
Hippuris maka semakin banyak juga populasinya. Namun pada data tersebut
menggambarkan bahwa pernah dilakukan kegiatan pengambilan untuk dimanfaatkan.
Model Pemanfaatan
Kronologi
Pemanfaatan
Pemanfaatan Isis
Hippuris dilakukan masyarakat setempat sejak tahun 2008. Hal tersebut dilatar
belakangi adanya permintaan pasar yang berasal dari pedagang pengumpul yang
langsung membeli kepada masyarakat yang memanfaatkan bambu laut tersebut.
Sebelumnya dibuat laporan hasil tinjauan lapangan oleh
pengumpul itu sendiri mengenai potensi bambu laut yang menghasilkan surat
rekomendasi dari berbagai instansi Pos Polair Moutong, Kantor Pelabuhan
Moutong, maupun dari pihak Kecamatan Moutong serta beberapa perangkat desa dan
pernyataan bersama dari warga setempat.
BKSDA Provinsi Sulawesi Tengah turut memberikan
rekomendasi dan dukungan melalui pelaksanaan sosialisasi tentang tata cara
pengambilan bambu laut di Kecamatan Moutong. Pengolahan bambu laut tergolong
mudah dan dapat dilakukan oleh masyarakat termasuk para wanita dan anak-anak
sehingga dapat menjadi sumber penghasilan tambahan. Faktor pendukung lain
adalah masih belum adanya peraturan yang mengatur pemanfaatan bambu laut saat
itu.
Teknologi
Pengambilan dan Pengolahan
Pengambilan bambu laut dilakukan dengan menggunakan
peralatan berupa linggis dan parang. Teknik pengambilan selayaknya dilakukan
dengan mematahkan batang maupun ranting bambu laut, tapi beberapa yang
dilakukan adalah mencongkel substrat yang ada ditempati oleh bambu laut
tersebut.
Kegiatan pengambilan bambu laut ini dilakukan setiap hari
baik bersamaan dengan kegiatan penangkapan ikan maupun secara langsung khusus
untuk mengambil bambu laut. Untuk pengolahannya, bambu laut yang telah diambil
direndam dengan air laut selama 2 hari kemudian di keringkan agar dapat dengan
mudah dikelupas.
Karakter
Sosial Ekonomi Budaya
Untuk aspek kependudukan, jumlah penduduk di wilayah
Kecamatan Moutong pada tahun 2011 sebanyak 20.705 jiwa (BPS Parigi Moutong,
2011). Penduduk Kecamatan Moutong Kabupaten Parigi Moutong merupakan sebagian
besar pernah memanfaatkan Isis Hippuris
tersebut disebabkan Isis Hippuris memiliki
nilai ekonomis pada saat itu sehingga pemanfaatan biota tersebut bertujuan
untuk menambah penghasilan bagi masyarakat setempat. Disamping hal tersebut
juga didukung dengan belum adanya peraturan pemerintah ataupun adat yang
mengendalikan pemanfaatan Isis Hippuris.
Distribusi Pemasaran Hasil
Alur
Distribusi Hasil
Dari hasil wawancara yang diperoleh, alur distribusi
hasil pemanfaatan bambu laut di Kecamatan Moutong yakni pedagang pengumpul
mendatangi nelayan kemudian dilakukan transaksi dengan harga jual Rp.1.500,-
per kg. Kemudian selanjutnya masyarakat tidak mengetahui jalur pemasaran
selanjutnya hingga ke konsumen karena telah dilakukan sendiri oleh pedagang
pengumpul. Namun sangat memungkinkan bila distribusi hasil pemanfaatan bambu
laut tersebut dari pedagang pengumpul berlanjut kepada pihak eksportir.
Pengumpulan bambu laut oleh pedagang pengumpul rata-rata
dilakukan setiap 3 – 5 bulan sekali. Hasil dalam sekali pengumpulan bambu laut
dapat mencapai 6 – 7 ton berat kering bambu laut.
Alur distribusi tersebut dapat digambarkan pada skema
berikut.
Kendala
dan Permasalahan
Permasalahan utama yang berkaitan dengan kegiatan
pengambilan bambu laut yakni teknik pengambilan bambu laut yang merusak
substrat yang merupakan terumbu karang. Meskipun pernah dilakukan sosialisasi
tata cara pengambilan bambu laut oleh pihak BKSDA namun pada kenyataannya
pengambilan yang dilakukan secara umum langsung mencongkel bambu laut satu
koloni dengan maksud dapat mengambil dan menjualnya lebih banyak.
Selain itu, beberapa hal lain yang mengancam ekosistem
terumbu karang termasuk didalamnya adalah biota bambu laut tersebut yakni
adanya aktivitas pengeboman ikan yang dilakukan oleh oknum masyarakat.
Sedangkan untuk kondisi pemanfaatan dan distribusi bambu laut di Kecamatan
Moutong sudah tidak berjalan lagi sejak tahun 2011 sampai saat ini yang
dikarenakan adanya pelarangan pengambilan bambu laut oleh pemerintah.
KESIMPULAN
Status populasi dari biota bambu laut (Isis Hippuris) dari masing-masing
stasiun, pada stasiun I memiliki kepadatan populasi sebesar 852 koloni / 500 m2,
sedangkan pada stasiun II memiliki populasi 514 koloni / 500 m2
dengan persentase hidup koloni Isis
Hippuris lebih besar berada pada kedalaman 5 meter dengan persentase 38,14%
dan rata-rata ukuran yang dominan hidup adalah ukuran 30-50 cm dengan
persentase 44,66%.
Sementara dalam bentuk pemanfaatannya bambu laut
dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk dijual kepada pedagang pengumpul
dengan harga Rp.1.500,- / kg, yang kemungkinannya dilanjutkan kepada eksportir.
Pengumpulan bambu laut oleh pedagang pengumpul rata-rata dilakukan setiap 3 – 5
bulan sekali. Hasil dalam sekali pengumpulan bambu laut dapat mencapai 6 – 7
ton berat kering. Permasalahan utama yang berkaitan dengan kegiatan pengambilan
bambu laut yakni teknik pengambilan bambu laut yang merusak substrat yang
merupakan terumbu karang, serta ancaman dari adanya aktivitas pengeboman ikan
yang dilakukan oleh oknum masyarakat.
Untuk rekomendasi tindak lanjut diperlukan pengkajian
yang lebih mendalam mengenai Isis
Hippuris baik dari segi biomorfologi nya sampai pada pengkajian mengenai
habitat ekologi yang ideal dalam siklus hidupnya. Kaitannya dengan pemanfaatan
biota Isis Hippuris ini diharapkan
kedepannya dapat dimanfaatkan secara optimal namun tetap dalam konteks
terkendali agar pemanfaatan dapat berjalan dengan membantu taraf penghasilan
masyarakat secara berkelanjutan.
DAFTAR
PUSTAKA
Badan Pusat
Statistik Kab. Parigi Moutong., 2011. Kabupaten Parigi Moutong dalam Angka Tahun
2011. Kabupaten Parigi Moutong, Sulawesi Tengah.
Fabricius,
K. And P. Alderslade, 2001. Soft Coral and Sea Fan. Australia
institude of Maritim Science, Queensland, Australia.
Manuputty,
A. E. W., 2002. Karang Lunak (Soft Coral) Perairan Indonesia. LIPI, Jakarta
Manuputty,
A. E. W., 2008. Isis Hippuris Linnaeus 1758 Oktokoral Penghasil Anti Virus. Oseana
Vol. XXXIII(I) 2008 hal:19-24
Radar
Toli-Toli, 8 September, 2009. Tim
Gabungan Periksa Satu Kontainer Bambu Laut Rencananya Akan dikirm ke Jawa
Timur.
www.dkp.sulteng.go.id
., 03 Mei 2010. Digagalkan Pengiriman 30
Ton Bambu Laut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar