Senin, 28 Oktober 2013

Rencana Pengelolaan pada Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil versus Rencana Pengelolaan di Kawasan Konservasi

Nomenklatur Rencana Pengelolaan dalam Undang-Undang No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil digunakan untuk Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Pasal 7) dan digunakan juga untuk Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dimana Konservasi adalah bagian dari Undang-Undang No 27 tahun 2007 (Pasal 28) serta di Kawasan Konservasi Perairan yang merupakan amanat dari Peraturan Pemerintah no. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan yang merupakan turunan dari Undang-Undang no. 45 tahun 2009 jo Undang-Undang no. 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Tentunya kalau hanya menyebut ‘Rencana Pengelolaan’ saja akan membingungkan karena satu nomenklatur memiliki pengertian dan cakupan fungsinya yang berbeda. Penyebutan yang benar adalah harus lengkap, seperti: Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau apabila disingkat menjadi RPWP-3-K (Undang-Undang No.27 tahun 2007) dan Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil atau disingkat Rencana Pengelolaan KKP3K serta Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi Maritim atau disingkat menjadi Rencana Pengelolaan KKM (Permen KP No. 17 tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil). Mudah-mudahan menjadi jelas.

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. (UU No.27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil).

Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil , terdiri  atas:
1. Rencana Strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil  yang selanjutnya disebut RSWP-3-K;
2. Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut  RZWP-3-K;
3. Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang selanjutnya disebut RPWP-3-K; dan
4. Rencana Aksi Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil  yang selanjutnya disebut
RAWP-3-K.

Amanat UU 27 tahun 2007 tentang PWP3K, Pasal 7 ayat 3 menyatakan bahwa pemerintah daerah wajib menyusun semua rencana sebagaimana dimaksud sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Muatan masing-masing hirarkis Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sebagai berikut:
RSWP-3-K terdiri dari; Visi, Misi, Isu, Target Kinerja, Lembaga/Keorganisasian, Rencana Kerja, dan Koordinasi.
RZWP-3-k terdiri dari; Alokasi Ruang, Penyusunan dan Penempatan Kegiatan, dan Alokasi SDA.
RPWP-3-K terdiri dari; Rencana Kerja, Pengaturan Koordinasi, Paket Terpadu, dan Public Campaign.
RAWP-3-K terdiri dari; Tujuan dan Sasaran Kegiatan, Cakupan Kegiatan, Manfaat Kegiatan,  dan Jadwal Anggaran Kegiatan.

RPWP-3-K adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengorganisasian pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumberdaya atau pembangunan di zona yang ditetapkan.

Sedangkan untuk Rencana Pengelolaan Kawasan Konservasi ada tiga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dan hanya satu yang merupakan turunan dari Undang-Undang no. 27 tahun 2007 sedangkan dua lainnya merupakan turunan dari Undang-Undang No 45 tahun 2009 jo Undang-Undang no. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, yaitu: (1) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no. 17 tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecilyang merupakan turunan dari UU no.27 tahun 2007 (2) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no. 02 tahun 2009 tentangTata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan, dan (3) Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 30 tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan.

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan no.17 tahun 2008 Pada Pasal 16 ayat (2) menyebutkan Penetapan pencadangan oleh Menteri, Gubernur, atau bupati/walikota antara lain memuat:

a.       Calon KKP3K pada lokasi dengan luas dan batas-batas koordinat yang jelas di atas peta dengan skala 1 : 50.000 untuk kawasan konservasi pemerintah daerah kabupaten/kota, dan skala 1 : 250.000 untuk kawasan konservasi pemerintah daerah provinsi atau pemerintah;

b.      Jenis KKP3K; dan

c.       Penunjukkan unit pengelola kawasan di bawah kewenangannya untuk melakukan tindak lanjut persiapan pengelolaan KKP3K dengan tugas menyusunan rencana pengelolaan, mengkaji ulang luasan dan batas-batas serta melakukan sosialisasi dan pemantapan pengelolaan.

Pasal 17 ayat (3), Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri menetapkan KKP3K yang antara lain menetapkan:

a.       Lokasi, luas dan batas koordinat KKP3K yang ditetapkan di atas peta dengan skala 1 : 50.000 untuk kawasan konservasi pemerintah daerah kabupaten/kota, dan skala 1 : 250.000 untuk kawasan konservasi pemerintah daerah provinsi atau pemerintah;

b.      Jenis KKP3K

Dalam pasal 20 ayat (2) Permen KP no. 02 tahun 2009 berbunyi: Penetapan pencadangan kawasan konservasi perairan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota antara lain memuat:

a)      Lokasi dan luas kawasan konservasi, dengan batas-batas koordinat yang jelas dan peta skala minimal 1 : 250.000;

b)      Jenis kawasan konservasi perairan, dan

c)       Penunjukan satuan unit organisasi di bawah kewenangannya untuk melakukan tindak lanjut persiapan pengelolaan kawasan konservasi perairan, dengan tugas menyusun rencana pengelolaan, mengkaji ulang luasan dan batas-batas serta melakukan sosialisasi dan pemantapan pengelolaan.

Dalam pasal 22 ayat (3) dan (4) nya berbunyi: Menteri dapat menetapkan kawasan konservasi. Penetapan kawasan konservasi perairan antara lain memuat:

a.            Lokasi dan luas kawasan konservasi perairan, dengan batas-batas koordinat yang jelas dan peta skala minimal 1 : 250.000;

b.            Jenis kawasan konservasi perairan; dan

c.             Penunjukan satuan unit organisasi di tingkat pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota untuk pengelolaan kawasan konservasi perairan.

Peraturan Menteri KP  No. 30 tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan, dalam pasal 3 menyebutkan:

(1)    Pengelolaan kawasan konservasi perairan dilakukan berdasarkan rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan.

(2)    Setiap rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan harus memuat zonasi kawasan konservasi perairan.

(3)    Rencana pengelolaan kawasan konservasi perairan disusun oleh satuan unit organisasi pengelola.
Dari tiga Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan diatas baik yang merupakan turunan dari Undang-Undang No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil maupun yang merupakan turunan dari Undang-Undang no. 45 tahun 2009 jo Undang-Undang no. 31 tahun 2004 tentang Perikanan, perihal siapa yang menyusun rencana pengelolaan kawasan konservasi? Itu sudah jelas yaitu yang menyusunnya adalah unit pengelola kawasan konservasi yang bersangkutan, hanya saja pertanyaan berikutnya adalah, apakah suatu kawasan konservasi dapat ditetapkan oleh Menteri/Gubernur/Bupati/Walikota walaupun belum ada rencana pengelolaannya? Menurut pendapat saya, ‘itu bisa dilakukan’, yang penting sudah ada unit pengelola kawasan konservasinya.
Hirarkis Perencanaan WP3K
 

 

Sabtu, 19 Oktober 2013

Tangkahan atau Tempat Pendaratan Ikan Swasta di Sibolga - Sumatera Utara

Kota Sibolga di Sumatera Utara sudah sejak dahulu dikenal sebagai pusat perikanan tangkap di pesisir barat Sumatera dimana laut Sumatera bagian barat memiki potensi perikanan tangkap yang besar, lebih besar daripada potensi perikanan tangkap di pesisir timur Sumatera. Dari potensi perikanan tangkap yang besar tersebut terlihat dengan mudah dilihat dari banyaknya kapal-kapal penangkap ikan berbagai ukuran yang bersandar di sepanjang pantai kota Sibolga. Yang menarik dari kapal-kapal penangkap ikan yang sedang bersandar atau sedang melakukan bongkar muat tersebut yaitu tidak dilakukan di tempat pendaratan ikan resmi di Pelabuhan Perikanan Nusantara yang ada disana melainkan dilakukan di pangkalan atau tempat pendaratan ikan yang dikelola oleh swasta. Tempat pendaratan ikan  yang dikelola oleh swasta tersebut lebih populer dengan sebutan 'tangkahan'. Keberadaan tangkahan di kota Sibolga mencapai hampir 50 buah yang terdiri dari berbagai ukuran dan termasuk yang sudah tidak beroperasi lagi. Besar kecilnya tangkahan ditentukan oleh jumlah kapal yang dimiliki pemilik tangkahan dan kapal ikan milik orang lain yang yang menjadi langganannya.
Salah satu tangkahan yang paling besar dapat melakukan bongkar muat ikan sampai 10 ton per hari dengan melibatkan tenaga kerja sampai 100 orang dengan jumlah kapal yang menjadi anggota tangkahan tersebut mencapai 200 buah dengan ukuran > 30 GT. Kenapa tangkahan lebih ramai dibanding aktivitas bongkar muat ikan di Pelabuhan Perikanan Nusantara? Tangkahan memberikan pelayanan tidak hanya soal kegiatan bongkar muat dan pengisian BBM serta air bersih, tetapi juga memberikan pelayanan pinjaman untuk biaya melaut, pengolahan dan pemasaran ikan hasil tangkapan, bahkan dapat mengurus perizinan kapal dan lainnya. Berbeda dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara yang belum menyediakan fasilitas jasa diluar pengisian BBM, air bersih dan tempat melelang ikan hasil tangkapan. Tangkahan lebih mengikat pemilik kapal penangkap ikan untuk mendaratkan ikannya disitu.
Tentang data-data perikanan. Sebenarnya data-data ikan yang didaratkan di tangkahan sangat lengkap, mulai dari jumlah kapal yang bongkar muat ikan setiap harinya, jumlah ikan hasil tangkapan, jenis ikan yang tertangkap, ukuran ikan yang tertangkap sampai harga dari tiap jenis dan ukurannya. Suatu data yang akurat dan komprehensif dari produksi ikan hasil tangkapan dimana data-data tersebut seharusnya dapat membantu meningkatkan akurasi statistik perikanan. Namun sayangnya, akses terhadap data perikanan tangkap di tangkahan-tangkahan tersebut sulit dilakukan.
Hasil tangkapan ikan yang didaratkan di salah satu tangkahan
Ikan hasil tangkapan tiap kapal disortir berdasarkan jenis dan ukuran
Ikan hasil sortir ditimbang
Ikan hasil sortiran dari tiap kapal dicatat dengan baik
Ikan dari tiap kapal siap diantar ke pembeli langganan atau dijual di tangkahan

Pantai Pandan Tempat Wisata Favorit Masyarakat Tapanuli Tengah dan Sibolga serta tentang Sempadan Pantainya

Perjalanan pesawat udara selama 45 menit dari bandara Kualanamu Medan ke bandara Sibolga sangat menyenangkan karena ketinggian pesawat maksimal hanya 14000 kaki sehingga pemandangan di bawah dapat terlihat dengan jelas. Apalagi pemandangan indah yang disuguhkan oleh Danau Toba ketika pesawat yang ditumpangi kami melintas di atasnya. Kekagumanku belum selesai, begitu keluar dari pesawat kecil di Bandar Udara Sibolga atau nama resminya bandara Ferdinand Lumban Tobing di Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) provinsi Sumatera Utara, perasaan langsung sunyi, sejuk, dan damai, tidak ada suara lain hanya semilir angin yang melintas di telinga ini. Perasaan sensasional yang sudah sangat lama tidak aku dapatkan. Itu Mengingatkan saya kepada suasana kampung kecil di lereng gunung di Jawa beberapa belas tahun lalu.
Bandaranya sederhana seukuran kira-kira 400m2 saja dan proses penanganan penumpang maupun barang dilakukan secara manual. Bandara yang mengambil nama dari putra daerah setempat yang menjadi Menteri Tenaga Kerja pertama pada jaman Presiden Soekarno, berada di tengah-tengah kehijauan kebun penduduk. Di sebelah bandara hanya ada rumah penduduk yang tidak seberapa banyak, hanya jumlah hitungan jari, itupun masih dalam bentuk sederhana. Keluar dari komplek bandara menuju kota dimana hotel tempat kami menginap melalui Jalan protokol dengan lebar cukup untuk dilalui 2 mobil ukuran sedang tetapi pemandangan kanan kiri dan di depan sangat asri dengan bukit-bukit yang menghijau. Rumah penduduk yang berada di kanan kiri jalan masih sederhana bahkan masih banyak yang berdinding kayu lapuk dengan atap dari ilalang begitu juga kehidupannya yang umumnya juga bersahaja.
Hotel tempat menginap kami kebetulan berada di pinggir pantai di kabupaten Tapanuli Tengah yang berjarak 30 km dari bandara dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Pantainya sangat populer di masyarakat kabupaten Tapanuli Tengah dan kota Sibolga. Pantai ini bernama Pantai Pandan. Pantai dengan panjang sekitar 2,5 km namun lebar pasir putihnya pada waktu surut terendah hanya 7 meteran saja. Pantai ini berada di dalam teluk kecil dengan pemandangan taburan pulau-pulau kecil serta bagan ikan di mulut teluknya. Pada sore hari kalau lagi beruntung kita dapat menikmati pemandangan matahari tenggelam atau sunset. Pantai Pandan menjadi favorit tempat wisata masyarakat setempat apalagi kalau hari libur. Dengan banyaknya masyarakat yang datang ke pantai ini, Sehingga banyak pula orang yang memanfaatkannya untuk kegiatan ekonomi mereka. Ada yang berjualan makanan, cindera mata, kaos, bahkan ikan nemo (clown fish) hidup. Makanan yang populer di pantai ini adalah goreng kepiting soka seukuran bungkus rokok, Makanan ini banyak dijajakan oleh ibu-ibu tua dengan harga hanya Rp 2000 saja. Cindera mata yang banyak dijual disini umumnya berbahan dasar dari kerang, karang, dan kulit penyu. Padahal jenis jenis tersebut termasuk jenis ikan atau satwa yang dilindungi menurut perundangan yang berlaku. Harga hiasan dari karang Rp 15rb, harga cincin dari kulit penyu hanya Rp 2000 saja. Ikan nemo hidup dijual Rp 10 rb per ekor. Ada cerita menarik tentang jualan ikan nemo ini. Waktu itu ikan nemo belum banyak diperjualbelikan. Suatu saat ada seorang pengunjung dari negara asing yang sedang tugas di pertambangan di kabupaten Tapanuli Tengah, dia melihat ada anak-anak bawa ikan nemo hidup di dalam plastik yang diisi air, orang asing ini merasa iba dengan ikan nemo tersebut, kemudian dia membelinya ikan nemo didalam plastik itu seharga Rp 50 rb dengan niat untuk dilepaskan kembali ke laut, engga tahunya, besok harinya banyak orang yang menjajakan ikan nemo hidup di dalam plastik dengan harapan banyak pengunjung untuk membelinya dengan harga tinggi seperti apa yang dilakukan oleh orang asing kemarin. 
Kembali lagi ke pantai Pandan, karena pantai Pandan berpasir putih dan relatif menarik pengunjung apalagi banyak fasilitas hiburan lainnya yang tersedia disini. Sayangnya ruang terbuka hampir habis sudah dimanfaatkan untuk berbagai bangunan. Lalu bagaimana dengan sempadan pantainya? Dalam rancangan Peraturan Presiden tentang sempadan pantai yang sudah masuk tahap finalisasi dan sempadan pantai yang nantinya diatur dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota, disebutkan bahwa sekurangnya-kurang lebar sempadan pantai adalah 100 meter yang diukur dari pasang tertinggi. Untuk pantai yang memiliki tipe landai seperti Pantai Pandan ini tentunya akan memiliki lebar sempadan pantai lebih dari 100 meter.
Salah satu fungsi dari sempadan pantai adalah meminimalisir kerusakan bentang pantai sebagai dampak dari terjadinya bencana alam laut seperti gelombang besar dan tsunami yang sewaktu waktu dapat terjadi. Apalagi pantai Pandan berada di wilayah pesisir barat Sumatera bagian barat yang satu garis pantai dengan Nias atau Padang dimana beberapa tahun lalu pernah diterjang gelombang tsunami besar karena berdekatan dengan daerah lempeng patahan dasar laut yang selalu bergerak dinamis. Artinya secara faktual peluang terjadinya tsunami di pantai Pandan cukup besar. Pantai Pandan berada di dalam sebuah teluk kecil dan lebih-lebih di mulut teluknya berserakan pulau pulau kecil. Apabila tsunami datang ke pantai Pandan tentunya akan dihadang oleh mulut teluk dan pulau pulau kecil yang ada disitu. sehingga gelombang besar dan tsunami itu tidak sampai ke dalam teluknya dimana pantai Pandan berada. Letak pantai yang seperti pantai Pandan ini seyogyanya perlu menjadi faktor yang diperhitungkan dalam penentuan lebar minimal untuk sempadan pantainya. Jadi  sempadan pantainya tidak hanya  diperhitungkan dari tipe pantainya saja sehingga diharapkan tingkat fungsional dari sempadan pantai akan meningkat.
Pantai Pandan di Tapanuli Tengah yang indah
Menjadi favorit wisata masyarakat sekitarnya
Berada di dalam teluk kecil yang terhalang pulau-pulau kecil
Sempadan pantainya tinggal 7 meteran saja
Banyak bangunan yang berada persis di bibir pantai
 

Minggu, 06 Oktober 2013

Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Mengukur Efektivitasnya

Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) adalah bagian kerangka Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang merupakan arahan penggunaan sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin. RZWP-3-K wajib disusun oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah (Pasal 9, Undang-Undang No. 27 tahun 2007).

Sejak diterbitkannya Undang-Undang No. 27 tahun 2007, sampai ahir bulan September 2013 ini, beberapa Pemerindah Daerah sudah membuat Peraturan Daerah tentang RZWP-3-K, yaitu:

1.  RZWP-3-K Provinsi Jogyakarta,

2.  RZWP-3-K Provinsi Jawa Timur,

3.  RZWP-3-K Kabupaten Sinjai,

4.  RZWP-3-K Kota Kendari,

5.  RZWP-3-K Kabupaten Banjar, Jawa Barat,

6.  RZWP-3-K Kabupaten Pekalongan,

7.  RZWP-3-K kota Pekalongan,

8.  RZWP-3-K Kota Ternate, dan

9.  RZWP-3-K Kabupaten Gresik

10. RZWP-3-K Kabupaten Serang. Banten
 

Di dalam peraturan daerah tersebut, terutama di kawasan pemanfaatan umum, seharusnya sudah terbagi lagi menjadi zona-zona. Zona itu sendiri adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya. Ada beberapa zona di kawasan pemanfaatan umum, diantaranya adalah: zona perikanan tangkap, zona perikanan budidaya, pariwisata, dan lainnya. Dari zona terbagi lagi menjadi sub-zona, contohnya zona perikanan budidaya, sub-zonanya adalah perikanan budidaya keramba jaring apung ikan napoleon, perikanan budidaya rumput laut, dan lain sebagainya. Untuk kawasan konservasi, zona-nya terdiri dari: zona inti, zona pemanfaatan terbatas, dan zona lainnya sesuai dengan peruntukannya. Zona-zona di kawasan konservasi dibuat oleh unit pengelola kawasan konservasi tersebut. Sedangkan Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) dan alur laut tidak dikenal adanya pembagian menjadi zona. 

Yang lebih penting lagi, setelah Peraturan Daerah tentang RZWP-3-K keluar, seyogyanya segera diikuti dengan:

1.   Terbitnya Indikasi Program Utama,

2.   Dibangunnya infrastruktur dasar yang diperlukan, dan

3.   Masuknya investor ke zona-zona yang sesuai dengan peruntukannya.

Tiga hal itulah yang menjadi kriteria dari ukuran efektivitas dari implementasi Peraturan Daerah tentang RZWP-3-K.

Indikasi program utama adalah bentuk perwujudan arahan zona yang telah disepakati yaitu kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di zona-zona tersebut dengan mempertimbangkan kegiatan yang boleh dilakukan atau tidak boleh dilakukan atau kegiatan yang harus mendapat izin terlebih dahulu. Indikasi program utama, memuat hal-hal sebagai berikut:

1.  Program utama yang akan dilaksanakan,

2.  Lokasi pelaksanaan program utama,

3.  Satuan luasan/besaran kegiatan yang diperlukan,

4.  Sumber pendanaan,

5.  Instansi atau SKPD pelaksana kegiatan utama, dan

6.  Waktu dan tahapan pelaksanaan.

Setelah ada indikasi program utama kemudian diikuti oleh pembangunan infrastruktur dasar sebagai kewajiban dari pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan kewenangannya yang dilakukan di zona-zona yang telah disepakati.

Tentunya setelah terpenuhinya regulasi, program utama, dan infrastruktur dasar, investor akan berlomba-lomba untuk menanamkan modalnya di zona-zona yang telah disepakati. Bagaimana-pun, investor akan berhitung tentang kepastian hukum atas investasinya dan perhitungan benefit-cost untuk berusaha di zona tersebut. Kepastian hukum dilihat dari sudah diterbitkannya Peraturan Daerah tentang RZWP-3-K dan perhitungan benefit-cost adalah dari pertimbangan sudah tersedianya atau belum infrastruktur dasar di zona tersebut.

Bagaimana agar semua hal diatas dapat terlaksana dengan baik? RZWP-3-K tidak boleh lepas dari visi, misi dan rencana jangka panjang daerah, dan harus serasi, selaras, dan seimbang dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pemerintah provinsi atau pemerintah kabupaten/kota.
Sub zona Perikanan Budidaya Ikan Napoleon
Sebuah kawasan konservasi perairan daerah