Sebelum jauh, ikan dalam konteks ini adalah apa yang
ditulis sebagai pengertian dalam Undang-Undang No. 31 tahun 2004
sebagaimana
telah dirubah menjadi Undang-Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan. Yang
disebut ikan adalah biota yang sebagian atau seluruh hidupnya berada di air. Ikan
dalam hal ini memiliki pengertian yang luas, yang terdiri dari: (1) pisces, (2)
mamalia air seperti paus,lumba-lumba, dugong,pesut, (3) crustacea, seperti
udang, (4) reptilia,seperti buaya,kura-kura, (5) algae, (6) mollusca seperti tiram, kima, (7) amphibia,
(8) echinodermata seperti teripang, dan (9) coelentarata seperi terumbu karang.
Status perlindungan
ikan itu sendiri adalah (1) tidak dilindungi, dan (2) dilindungi. ‘Tidak
dilindungi’ dalam konteks Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2007 tentang
Konservasi Sumberdaya Ikan bukan berarti jenis ikan tersebut tidak berstatus
dilindungi secara umum, pengertian ‘tidak dilindungi’ adalah jenis ikan tersebut tidak/belum
memiliki aturan nasional tentang perlindungannya tetapi masuk dalam daftar apendiks CITES, misalnya: terumbu karang diluar jenis black coral. Sedangkan jenis ikan
dilindungi, hal ini memiliki pengertian bahwa jenis ikan tersebut memiliki
status dilindungi secara peraturan nasional dan yang termasuk atau tidak termasuk dalam
daftar apendiks
CITES. Contohnya: lumba-lumba, yakni: secara nasional ada peraturan nasional
yang melindungi lumba-lumba dan juga masuk dalam daftar apendiks CITES. Contoh lainnya untuk jenis ikan
yang memiliki aturan perlindungannya tapi tidak masuk dalam daftar apendiks CITES adalah ikan terubuk. Secara nasional ikan terubuk
telah berstatus dilindungi melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.
59 tahun 2011 tetapi tidak termasuk dalam daftar apendik
CITES. Status dilindungi juga dibagi lagi menjadi; dilindungi secara penuh dan dilindungi secara
terbatas. Dilindungi penuh artinya jenis ikan tersebut tidak dapat dimanfaatkan, baik untuk perdagangan maupun konsumsi kecuali hasil budidaya dan turunan ke dua (F2)
atau ‘cucu’nya.
Dilindungi secara terbatas memiliki pengertian bahwa jenis ikan tersebut
dilindungi pada ukuran, waktu dan tempat tertentu saja. Jenis ikan yang
termasuk katagori dilindungi terbatas berarti dapat dimanfaatkan untuk
perdagangan dan konsumsi diluar klausul ukuran, waktu dan tempat yang masuk
katagori dilindungi. Pemanfaatannya-pun diatur melalui kuota jadi tidak
sembarangan. Misalnya ikan napoleon yang dilindungi secara terbatas menurut
ukuran. Ukuran ikan napoleon yang dilindungi adalah yang berukuran < 1 kg
dan > 3 kg atau ikan napoleon yang berukuran 1 sampai 3 kg boleh
dimanfaatkan untuk perdagangan dan konsumsi. Kecuali untuk ekspor, harus diatur
dengan mekanisme kuota. Kenapa harus dengan kuota? Karena ikan napoleon masuk
dalam daftar apendiks 2 CITES. Ukuran < 1 kg dan > 3 kg tidak boleh dimanfaatkan. Sekalipun
hasil pembesaran (ranching) kecuali turunan ke dua-nya (F2).
Mekanisme kuota
adalah jumlah (number) yang diperbolehkan untuk untuk dimanfaatkan yang lebih
ditujukan untuk kepentingan perdagangan dan porsi untuk kebutuhan khusus lain,
seperti untuk pendidikan dan riset. Penentuan jumlah kuota ditetapkan oleh
pihak Management Authority (MA) atas rekomendasi dari pihak Scientific
Authority (SA) yang dalam hal ini adalah LIPI. SA mengeluarkan rekomendasi
kuota setelah melalui survey dan kajian kajian khusus terhadap populasi jenis
ikan yang dimintakan kuotanya. Salah satu syarat dari terhitungnya jumlah kuota
adalah setelah adanya kajian NDF (Non Detrimental Finding) atau jumlah
pengambilan/penangkapan dari alam yang tidak akan merusak populasi ikan
tersebut.
Jenis ikan yang
termasuk dalam katagori dilindungi secara penuh berarti tidak boleh sama sekali
untuk ditangkap dan dimanfaatkan untuk perdagangan maupun untuk konsumsi. Tidak
peduli jenis ikan tersebut masuk atau tidak dalam daftar apendiks CITES. Jenis ikan yang ‘tidak dilindungi’ boleh
ditangkap untuk dimanfaatkan untuk diperdagangkan dan dikonsumsi kecuali untuk
tujuan ekspor. Ketika jenis ikan ‘tidak dilindungi’ ini akan diekspor, maka
ketentuan CITES diberlakukan, yang artinya; kalau jenis ikan tersebut masuk
dalam daftar apendiks 1 CITES maka jenis ikan tersebut tidak boleh diekspor dan kalau jenis ikan
tersebut masuk dalam daftar apendiks 2 CITES maka jenis ikan tersebut boleh diekspor dengan
kontrol yang ketat, dimana salah satunya melalui mekanisme kuota.
Dalam dunia
perikanan, istilah kuota penangkapan dan kuota pengambilan memiliki aturan dan
pengertian yang sama, hanya berbeda istilah saja. Istilah kuota penangkapan
dipakai untuk berbagai jenis ikan yang memiliki sifat bergerak atau mobil.
Sedangkan istilah kuota pengambilan lebih diberlakukan untuk jenis-jenis ikan
yang bersifat menetap, seperti terumbu karang.
Beberapa catatan
terkait pengertian dan
implementasi kuota adalah
sebagai berikut:
1.
Besaran kuota disusun dalam rangka
persyaratan perdagangan internasional (ekspor-impor) jenis ikan yang masuk
appendix 2 CITES, baik ikan yang berstatus dilindungi maupun tidak dilindungi
secara nasional,
2.
Pemilihan opsi pemberlakuan mekanisme
kuota bersifat volunteer atau bukan suatu keharusan. Secretariat CITES
memberikan opsi apakah mau menerapkan mekanisme kuota ataukah management measure atau pengelolaan,
3.
Pemerintah dapat memberlakukan mekanisme
kuota penangkapan/pengambilan dari alam bagi jenis ikan yang tidak masuk dalam
daftar apendiks 2 CITES, apabila dianggap perlu. Contohnya seperti untuk ikan
terubuk di perairan Bengkalis-Riau,
4.
bahkan kalau dianggap perlu, pemerintah
dapat memberlakukan mekanisme kuota untuk jenis ikan yang umum atau yang tidak
memiliki peraturan perlindungannya,
5.
Pemerintah juga menetapkan kuota
penangkapan/pengambilan dari alam selain untuk perdagangan, seperti untuk
penelitian dan pendidikan,
6.
basis besaran kuota adalah kuota
penangkapan/ pengambilan dari alam. Tetapi yang dilaporkan ke sekretariat CITES adalah
kuota perdagangannya,
7.
negara tidak memberikan kuota kepada
jenis/ikan yang berstatus dilindungi penuh kecuali yang berstatus satwa buru
seperti arwana jardini,
8.
bagi ikan yang berstatus dilindungi
penuh dan masuk daftar apendik 1 dan apabila sudah bisa dibudidayakan, maka
kepada ikan arwana hasil budidaya (F2) nya tersebut tidak dikenakan kuota,
hanya saja perusahaan beserta induk ikannya tersebut harus terlebih dahulu
sudah terdaftar (teregristrasi) di sekretariat CITES, baru
kemudian negara akan mengajukan angka jumlah ikan arwana yang akan diekspor
sesuai kemampuan produksi dan sesuai rencana produksi dari data perusahaan
beserta induknya yg telah terdaftar tersebut. Contoh: ikan red arwana,
9.
untuk ikan yang berstatus dilindungi
terbatas menurut ukuran, waktu, dan tempat, dan masuk daftar apendik 2 CITES,
kuotanya diberikan kepada diluar ukuran, waktu, dan tempat yang masuk
dilindungi. Contohnya ikan napoleon yang dilindungi secara terbatas menurut
ukuran. Ukuran ikan napoleon yang dilindungi adalah yang dibawah 1 kg dan yang
berukuran 3 kg ke atas, maka kuota yang diberikan kepada ikan napoleon adalah
kepada ukuran diluar 1 kg ke bawah dan diatas 3 kg atau hanya diberikan kepada
ikan napoleon yang berukuran 1 – 3 kg,
10.
bagi jenis ikan yang secara nasional
dilindungi penuh tapi masuk apendik 2 CITES, secara nasional ikan tersebut
tidak diberikan kuota walaupun secara internasional hal itu memungkinkan untuk
diberikan kuota. Contoh: ikan hiu paus,
11.
ikan yang masuk daftar apendik 2 CITES
tetapi belum ada regulasi perlindungannya secara nasional, jenis ikan tersebut
tetap harus ada kuotanya. Contohnya terumbu karang,
12.
ikan yang tidak masuk daftar apendik 2
CITES tetapi secara nasional sudah dilindungi secara terbatas, negara dapat
memberikan kuota sesuai kebutuhan.
Catatan: untuk kuota perdagangan internasional dari ikan hiu jenis hiu koboy dan 3 jenis hiu martil mulai berlaku pada September 2014 dan efektif mulai Januari 2015.
![]() |
Kuota Penangkapan Jenis Ikan hiu Koboy dan 3 Jenis ikan Hiu Martil mulai Berlaku Januari 2014 |
Selamat Sore, Bapak Didi Sadili. Saya Tiara Adinda Sari, Mahasiswi jurusan Hubungan Internasional di Universitas Negeri Jember. Saya sedang dalam semester akhir, dan mengerjakan skripsi dengan tema lingkungan. Saya sangat tertarik dengan artikel Bapak mengenai Hiu. Skripsi yang sedang saya kerjakan berjudul "Pengaruh Keputusan Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) untuk Melindungi Hiu terhadap Kebijakan Pemerintah Indonesia." Untuk itu semoga Bapak berkenan berbagi ilmu dengan saya mengenai hal ini. Terimakasih sebelumnya.
BalasHapusmaaf sy ada pengiriman ikan segar dari korea 40 fee" dan bumbu masakan restoran juga dari korea 40 " ada yg bisa door to door atau custom di jakarta tanjung priok hub wa 081282416672
BalasHapusCONSIGNE / UNDER NAME :
BalasHapusTidak memiliki dokumen kelengkapan impor ?
Mudah, PT.Mahkota Dua Putra memiliki izin impor yang lengkap dan siap menyewakan kepada perusahaan atau perorangan yang membutuhkan izin impor atau disebut juga undername import.
Apa itu undername import?
cara Impor Undername yaitu mengimpor barang dari luar negeri dengan meminjam perusahaan lain yang memiliki izin dan terdaftar di pabean.
Agar proses impor berjalan dengan lancar dan tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, sebaiknya dipilih perusahaan yang reputasinya baik dan terpercaya, dan perlu dibuat Surat Perjanjian secara tertulis (Surat Indentor) dan jelaskan dalam perjanjian apakah ingin Q/Q atau langsung kepada penerima Undername.
Kirim penjelasan ke supplier dan nyatakan bahwa perusahaan itu hanya ditunjuk sebagai pelaksanaan impor saja, sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.
Tanyakan ke shiper perihal Proforma Dokument i, e: Packing List, Invoice, Bill of Lading/Air Way Bill, dan kemudian periksa serta konfirmasi dengan perusahaan undername dan jika perusahan undername menyatakan Tidak Masalah, maka barang siap dikirim dan pastikan kepada perusahaan undername siapa pengangkut (freight forwarder) barang tersebut sampai ke pelabuhan di Indonesia.
Setelah barang sampai ke pelabuhan di Indonesia, maka shipper atau agen forwarder di Indonesia menyiapkan dokumen untuk mendapatkan PIB (Pemberitahuan Impor Barang) dengan sistim EDI/PPJK, lalu membayar bea masuk ke Bank, dan setelah itu hubungi EDI/PPJK untuk mendapatkan respon. Dalam hal ini hasil yang diperoleh ada dua kemungkinan, yaitu:
1. Jalur Hijau ‘green line’ : Barang langsung dapat keluar setelah dokumennya diperiksa.
2. Jalur Merah ‘red line’ : Barang perlu diperiksa fisiknya oleh Bea Cukai. Setelah mendapat respon EDI/PPJK, baru mendapat deklarasi impor (NOTUL) dari kantor pabean bahwa barang telah selesai diproses dan barang boleh keluar.
Jika barang impor mendapat NOTUL (Pajak Pertambahan Nilai), bayar dahulu pajak pertambahan nilai untuk mendapat SPPB (Surat Perintah Pengeluaran Barang) atau deklarasi impor dari Imigrasi.
Seluruh dokumen impor seperti PIB, Pembayaran Bea Masuk, kopi Air Way Bill, kopi Bill of Lading dan lain-lain diberikan kepada perusahaan undername, sedangkan kopiannya untuk pemilik barang.
Contac us
JUN
jun.import@gmail.com
WA : 0812 8241 6672