Kantor Walikota Bukittinggi
Saya pernah
belajar toponimy atau ilmu penamaan tempat, apakah itu penamaan jalan, gunung,
sungai, lembah, selat, teluk, kampung, desa.kota dan sebagainya kepada Prof
Yacob Rais (alm). Dalam kaidah toponimy, penulisan nama Kota Bukittinggi yang
benar adalah disatukan bukan dipisah seperti ‘Bukit Tinggi’. Karena kalau
ditulis terpisah ‘Bukit Tinggi’ itu berarti merujuk kepada sebuah bukit yang tinggi,
bukan sebagai sebutan untuk sebuah nama salah satu kota.
Bukittinggi tempat kelahiran Bung Hatta
'Pusat Kota' Bukittinggi
Kota
Bukittinggi di Sumatera Barat adalah kota tua dan kota sejarah, dimana sejak
dahulu sudah menjadi tempat basisnya Belanda, hal tersebut dapat dilihat dari
banyak bangunan yang berarsitektur Eropa sebagai peninggalan kolonialisme. Pilihan
Belanda untuk tinggal di Bukittinggi dapat dimengerti, karena kota Bukittinggi
berlokasi strategis yang berada dijalur jalan raya antar kota antar provinsi di
pulau Sumatera serta berhawa sejuk yang suhunya berkisar antara 180-250C.
Bukittinggi juga disebut sebagai kota sejarah. Kenapa
Bukittinggi disebut kota sejarah? Bukittinggi sejak zaman Belanda, zaman
Jepang, dan zaman kemerdekaan selalu menjadi ‘pusat’ pemerintahan. Di zaman
Hindia Belanda, Belanda membangun benteng pertahanan Fort de Kock dan
menjadikan Bukittinggi sebagai ibukota
Afdeling Agam.
Di zaman
Jepang, Bukittinggi dijadikan sebagai pusat pemerintahan militer Jepang untuk
kawasan Sumatera, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand. Bukittinggi
berkedudukan komandan militer ke 25 dengan Gubernur Militernya Mayor Jenderal
Hirano Toyoji. Jepang meninggalkan jejak di Bukittinggi yaitu ‘terowongan’ atau
gua atau ‘lubang’ Jepang yang lebih dikenal dengan sebutan terowongan Ateh
Ngarai.
Pada zaman
kemerdekaan. Di Bukittinggi tanggal 29 Agustus 1945 Mohamad Syafei atas nama
rakyat Sumatera mengumumkan ‘Permakluman Kemerdekaan Indonesia’ yang mengakui
kemerdekaan negara Indonesia. Jadilah Sumatera sebagai wilayah pertama yang
mengakui kemerdekaan Indonesia. Bukittinggi pernah menjadi ibukota Republik
Indonesia, tatkala Perang Kemerdekaan ke 2 yaitu tanggal 19 Desember 1948
sewaktu agresi Belanda ke 2. Pada waktu itu, Yogyakarta diduduki Belanda dan
Soekarno-Hatta ditangkap Belanda serta diasingkan ke Pulau Bangka. Tanggal 19 Desember 1948 di Bukittinggi
terbentuklah Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) sebagai penyelamat
Republik Indonesia dengan ketua Mr. Sjafrudin Prawiranegara serta wakilnya Mr T. Moh Hasan.
Selain
dengan muatan sejarahnya yang tinggi. Bukittinggi telah menjadi icon wisata
Sumatera Barata. Maka tidak heran ada yang berkata: apabila anda datang ke
Sumatera Barat tetapi belum ke kota Bukittinggi, itu sama saja anda tidak ke
Sumatera Barat. Bahkan ada plesetan atau slank word yang lebih hebat lagi:
kalau anda pergi ke Bukittinggi, itu sama dengan anda telah datang di tiga
negara. Apa itu? Satu, anda ke Bukittinggi, sama dengan anda datang ke air
terjun Niagara di Kanada, karena di jalur Padang-Bukittinggi ada air terjun
Lembah Anai. Dua, anda ke Bukittinggi sama dengan anda datang di kota London
Inggris, karena di Bukittinggi ada Jam Gadang yang sama dengan jam Big Ben di
London. Dan ketiga, anda datang ke Bukittinggi sama dengan anda datang ke
China. Di Bukittinggi ada ‘Great Wall’ yaitu tangga yang mengular untuk
menuruni Ngarai Sianok. ‘Great Wall’ di Bukittinggi mirip-mirip dengan Great
Wall di China. Yuk, kita buktikan cerita itu.
Mendarat di Bandara Minangkabau di Padang
Perjalanan
diawali dari kota Padang dimana pesawat kami mendarat di bandar udara
Minangkabau menuju kota Bukittinggi yang dapat ditempuh sekitar 3 jam
perjalanan dengan menggunakan kendaraan roda empat. Jalannya mulus dan indah
dengan banyak kelokan. Di kanan-kiri jalan dihiasi oleh hijaunya rimbunan
pepohonan, kadang sawah membentang dan diselingi oleh perkampungan dengan rumah-rumah
yang sederhana yang tidak sedikit yang berarsitektur rumah khas minang. Sangat
indah sangat menyenangkan. Pemandangan alam yang indah seperti ini adalah
pemandangan dari Cirebon ke Bandung atau
dari Bogor ke Bandung beberapa belas bahkan puluhan tahun lalu. Sekarang di
jalur menuju Bandung itu sudah tidak menarik lagi karena sudah tidak ada
sawahnya yang kini sudah berganti menjadi perumahan dan bangunan-bangunan
lainnya. Maka, kalau mau melihat pemandangan sawah, desa, gunung yang seperti
dilukisan-lukisan mooi indie (Hindia molek) seperti yang dapat dilihat pada lukisannya
Raden Saleh, Arie Smith, Raden Abdullah,
Van Dick dan lainnya, maka pergilah ke Sumatera Barat.
Lembah Anai
Suasana Sekitar Lembah Anai
Bukit hutan yang menghijau
Rel Kereta yang Bergerigi
Sekeluar
dari kota Padang dan masuk kota Padang Panjang, kita sudah disuguhi pemandangan
air terjun ‘Lembah Anai’, air terjun ini persis berada di pinggir jalan
Padang-Bukittinggi, sehingga ramai dikunjungi orang. Air terjun alami setinggi
35 meter yang airnya datang dari Gunung Singgalang kemudian mengucur deras ke
daerah patahan Sumatera yang berada di Anai. Memang terlihat sangat indah dan
alami. Benar-benar suatu pemandangan seperti halnya yang terlihat di
lukisan-lukisan pemandangan indah (Mooi Indie) yang banyak dijajakan di kota Bogor
atau di kota Bandung. Di seberang Lembah Anai berada, terdapat jalur kereta api
Padang-Padang Panjang. Yang unik dari jalur kereta api ini adalah relnya
bergerigi. Demikian juga lokomotifnya. Lokomotif di jalur ini harus dapat menerabas
beberapa tanjakan perbukitan, maka untuk itu, lokomotif-nya dipasangi roda bergigi. Tidak jauh dari lokasi ‘Lembah Anai’, kita mesti
mampir ke rumah makan sate padang ‘Mak Syukur’. Sate Mak Syukur (SMS) di Padang Panjang ini sangat
terkenal. Maka hukumnya wajib untuk para pelancong yang datang di Sumatera
Barat untuk mampir ke ‘SMS’ ini.
Sate padang Mak Syukur di Padang Panjang
Sate Mak Syukur (SMS) sangat mengundang selera
Sate padang
adalah sate dari daging atau lidah sapi yang telah dihaluskan dan dimasak,
berbeda dengan sate kambing atau sapi yang umum dijajakan. Daging atau lidah
sapi yang telah halus dan matang tersebut, kemudian dibakar lagi dan dibumbui
dengan bumbu yang terdiri dari: tepung beras dan tepung kanji, cabe merah,
bawang merah, bawang putih, lengkuas, kunyit, jahe, merica. Bumbu dengan
kekentalan yang tinggi ditumpahkan kepada tusukan daging atau lidah tadi.
Sangat spicy dan beraroma lengkuas, kunyit, dan jahe. Wah menantang. Harga satu porsi yang terdiri dari 10 tusuk
sate dan potongan ketupat Rp 22 ribu saja. Rumah makan ‘SMS’ ini apabila lewat
jam 15 biasanya sudah habis.
Hotel Tempat Kami Menginap
Setelah
kenyang dengan sate padang, kini kami tinggal menikmati perjalanan menuju kota
Bukittinggi yang indah. Dan tiga jam kemudian kami sudah tiba di kota
Bukittinggi. Kebetulan kami menginap di hotel ‘hill’ yang berada di tengah kota
dan bersebelahan dengan ‘menara’ Jam Gadang yang terkenal itu dan telah menjadi
icon wisata tidak saja untuk Kota Bukittinggi tetapi juga untuk provinsi
Sumatera Barat.
Jam Gadang dari kejauhan
Memadangi Kemegahan Jam Gadang
Banyak Aktifitas Masyarakat yang Dilakukan disini
Delam Wisata di Sekitar Taman Jam Gadang
Sekitaran Taman Jam Gadang
Toko Cinderamata
Jam Gadang
dibangun tahun 1926 oleh pemerintah
Hindia Belanda dengan biaya sebanyak 3000 gulden, sebagai penanda bahwa di kota
Bukittinggi ini adalah pusat pemerintahan Hindia Belanda untuk wilayah Sumatera
bagian barat dan tengah. Jam Gadang memiliki ketinggian 26 meter dengan mesin
yang sama dengan jam Big Ben di London. Yang unik dari Jam Gadang ini adalah
angka penunjuk waktu pk IV tidak ditulis IV, tetapi ditulis llll. Kenapa ditulis
demikian, belum ada yang tahu persis. Lokasi Jam Gadang berada di tengah kota berupa
taman. Lokasi taman Jam Gadang ini ramai dijadikan tempat aktifitas rekreasi,
relaksasi dan aktifitas lainnya bagi masyarakat setempat. Berada di taman Jam
Gadang sangat menyenangkan karena kita bisa berinteraksi dengan masyarakat yang
sedang berada disitu. Memperhatikan anak-anak yang ceria bermain atau sekedar
membeli cinderamata yang banyak dijajakan di lokasi tersebut. Jalan-jalan atau
beraktifitas di taman Jam Gadang bisa berlama-lama karena selain suasana
kehidupan masyarakatnya yang ramah-ramah juga karena suhu udara-nya yang sejuk.
Berjalan
sedikit keluar dari lokasi taman Jam Gadang, kita dapat bersantap kuliner yang
sedikit unik, yaitu: nasi ketan durian yang harganya Rp 25 ribu per piring atau
es cincau telur, atau yang saya suka karena aromanya yang khas adalah teh
pinang telur. Kuliner lainnya yang cukup populer adalah nasi kapau, kapau
adalah usus sapi yang dalamnya diisi dengan tahu dan telur. Banyak yang suka
dengan nasi kapau ini.
Es Cincau Telur
Nasi Ketan Durian
Membuat Teh Pinang Telur
Teh Pinang Telur yang beraroma
Menikmati Kuliner sambil ngobrol. nikmat!
Pagi-pagi di
keesokan harinya, kami bertandang ke benteng Fort De Kock yang satu lokasi
dengan kebun binatang Bukittinggi. Benteng dengan kebun binatang dihubungkan
oleh jembatan besi gantung ‘Limpapeh’, karena dua lokasi ini berada
masing-masing bukit kecil. Dari lokasi benteng maupun kebun binatang dapat
melihat sekitaran kota bukittinggi. Benteng Fort de Kock dibangun oleh Kapten
Bauer tahun 1825 di atas bukit Jirek di Bukittinggi sebagai kubu pertahanan
pemerintah Hindia Belanda dalam menghadapi perlawanan rakyat dalam Perang
Paderi yang dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol. Ketika itu Baron Hendrick Marcus
de Kock menjadi komandan de koepoen dan wakil Gubernur Jenderal pemerintah
Hindia Belanda. Nama sang Gubernur Jenderal inilah yang dijadikan nama benteng
pertahanan ini.
Dari Benteng
Fort de Kock dapat menyeberang melalui jembatan besi gantung dengan panjang
sekitar 50 meter ke lokasi kebun binatang . Nama jembatan gantung ini adalah
jembatan Lampipeh. Kebun binatangnya sendiri, walaupun tidak begitu luas tetapi
cukup menarik dengan beberapa koleksi binatang asal pulau Sumatera sendiri
seperti: harimau, gajah, binturong dan berbagai jenis burung. Lebih menarik
lagi, di lokasi ini ada replika rumah adat minang beserta ukiran kayu yang didominasi warna merah yang eksototis sekali.
Sebagian kota Bukittingggi Dilihat dari Kantor Walikota
Benteng Fort de Kock
Jembatan Gantung Lampipeh
Salah Satu Meriam Peninggalan Belanda di Fort de Kock
Kota Bukittinggi dari Jembatan Lampipeh
Replika Rumah Adat Minang di Kebun Binatang Bukittinggi
Rumah Adat Minang yang Eksotis
Harimau Sumatera salah satu koleksi Bukittinggi zoo
Selesai dari
benteng Fort De Kock, kami segera menuju lokasi Ngarai Sianok. Ngarai atau
lembah atau valley adalah daerah patahan Sumatera yang terkenal itu. Ngarai
adalah daerah patahan yang menjadikan lokasi tanah terbelah dengan dinding
terjal hampir kemiringannya 900 dan ada sungai mengalir di bawahnya.
Tentu saja ngarai ini sangat indah baik memandang sekelilingnya dari bidang
atas maupun ketika berada di bagian bawah ngarai. Saya takjub dengan
pemandangan yang ada.
Ngarai Sianok yang Menakjubkan
'Great Wall' di Ngarai Sianok
Satu lokasi
dengan Ngarai Sianok ini ada terowongan Jepang, yang pada waktu pendudukan
jepang, ‘terowongan’ ini dijadikan pusat kegiatan militer jepang.
Pada siang
harinya kami beranjak sedikit dari lokasi Ngarai Sianok yaitu menuju
perkampungan di Kabupaten Agam. Saya betul-betul terkesima dengan pemandangan
dan suasana perkampungan ini. Imaji saya melayang jauh ke lukisan, film dan
foto-foto desa dengan petaninya yang indah-indah. Agam yang tenang dan menarik
dengan segala aktifitas masyarakatnya yang dominan agraris. Ada rumah adat
minang yang eksotis, ada rumah-rumah kuno peninggalan belanda, menghampar sawah
yang subur, berdinding perbukitan yang menghijau. Tenang dan damai, itulah yang
dirasakan oleh kami ketika berada di kampung Agam ini.
Suasana Perkampungan di Kab. Agam
Sore
harinya, kami mengunjungi Pandai Sikek yaitu pengrajin kain tenun khas Sumatera
Barat. Kain tenunnya sangat halus dengan motif benang emas yang dikerjakan
berbulan-bulan oleh para pengrajinnya. Sebanding dengan harganya yang diatas Rp
1 jutaan.
Kain Tenun Pandai Sikek yang Menawan
Sebelum
pulang ke hotel, kami mengunjungi toko kaos oblong semacam ‘dagadu’ di Jogja,
atau semacam ‘joger’ di Bali. Di Bukittinggi namanya ‘Kapuyuak’ yang berarti
kecoa. Kata-kata yang tertulis di kaos oblongnya disesuaikan dengan budaya
Minang, seperti ‘urang awak gadang di rantau’ atau ‘orang Minang besar di
perantauan’ dan lainnya yang menarik mata. Walaupun katanya, kaos ‘kapuyuak’
ini produksi dari Bandung. Selembar kaos oblong harganya ada yang Rp 60 rb dan
ada yang diatas Rp 100 rb. Hampir sama dengan harga kaos oblong ‘jogger’.
Kaos oblong 'lucu' dari 'kapuyuak'
Sebenarnya
kami masih besar hasrat untuk mengeksplore keindahan dan budaya kota
Bukittinggi, karena masih banyak yang belum kami kunjungi dan rasakan tapi apa
boleh buat, kami besok harus kembali ke Jakarta. Dua malam di Bukittinggi itu
tidak cukup!
Mantapppp pak.... Selain kota sejarah dan wisata, di kota ini juga banyak lahir para pemimpin bangsa zaman perjuangan melawan penjajajah dulu.
BalasHapusoh iya ada satu lagi destinasi yg belum dikunjungi kayaknya pak, sebagai salah satu warisan budaya minang di kota Bukittinggi yaitu Lapangan Pacu Kuda Bukit Ambacang yang konon sudah ada dari zaman Siti Nurbaya... hehehehe. Ditunggu postingan-postingan berikutnya pak.