Selasa, 21 April 2015

Urgensi dari Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi Nasional: Hiu dan Pari


Kenapa Harus Menyusun Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi Nasional Hiu dan Pari?
Fakta menunjukkan bahwa produksi tangkapan hiu dan pari dunia dari tahun ke tahun mengalami laju penurunan terus menerus dan itu berarti ada korelasi dengan penurunan jumlah populasi hiu dan pari di perairan dan ini membuat keprihatinan berbagai pihak. Jangankan terjadi kepunahan, adanya penurunan populasi hiu dan pari di alam perairannya, akan mengganggu keseimbangan ekologis di perairan tersebut. Hal itu terjadi  karena hiu dan pari adalah top predator dalam suatu sistem rantai makanan di suatu ekosistem perairan. Sebagai top predator, keberadaan hiu dan pari akan mempengaruhi populasi ikan yang menjadi tangkapan nelayan. Kepunahan hiu dan pari akan menimbulkan berbagai penyakit di ekosistem perairan yang bersangkutan dan itu akan menurunkan populasi ikan yang diantaranya menjadi ikan target tangkapan nelayan,dan ujung-ujungnya akan berdampak kepada penurunan pendapatan nelayan sekitar perairan tersebut. Atas dasar fakta itu, tahun 1999 melalui komite perikanan, organisasi pangan dunia, FAO telah mensahkan Rencana Aksi Internasional untuk Konservasi dan Pengelolaan ikan Hiu dan Pari atau International Plan of Action (IPOA) Sharks. Kemudian, FAO meminta (walaupun bersifat sukarela atau volunteer) kepada setiap negara produsen hiu dan pari untuk melaksanakan IPOA Sharks dan menyusun Rencana Aksi Nasional hiu dan pari atau disebut National Plan of Action (NPOA) Sharks.
Indonesia sebagai negara anggota PBB yang tentunya juga menjadi bagian dari FAO, merespon keinginan FAO untuk di tiap negara menyusun NPOA Sharks tersebut dan ini adalah bentuk wujud nyata perhatian Indonesia terhadap hiu dan pari.
Konten NPOA Shark di Indonesia direncanakan tidak hanya berisi tentang hiu saja tetapi juga tentang pari. Pertimbangannya adalah hiu dan pari merupakan satu sub kelas Elasmobranchii dan memiliki kesamaan status kerentanan akan kepunahannya. Dan memakai judul ‘Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi Nasional: hiu dan pari.
Data terahir dari Fahmi (April 2015), di perairan Indonesia teridentifikasi ada 117 jenis hiu dan 101 jenis pari, dan ada 3 jenis yang disebut dengan nama hiu hantu. Total jenis hiu dan pari di Indonesia ada 221 jenis.
Total produksi hiu Indonesia adalah 88.790 ton/th  atau sekitar 12,31% dari total produksi hiu dunia, yaitu sebesar 721.011 ton/th. Negara lainnya yang tercatat sebagai penangkat hiu terbesar adalah: India, Spanyol, Argentina, USA, dan Mexico. Produksi hiu Indonesia yang terbesar adalah hal yang wajar, karena Indonesia memiliki perairan laut yang terluas dan memiliki keanekaragaman jenis hiu pari yang paling tinggi (KKP, 2011). 
Batang Tubuh Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi Nasional Hiu dan Pari
Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi Nasional: Hiu dan Pari atau NPOA Hiu dan Pari adalah sebuah perencanaan, dimana menurut Abe dalam Ovalhanif (2009) prinsip umum perencanaan adalah:
1.   Apa yang akan dilakukan, yang memuat jabaran dari visi dan misi;
2.   Bagaimana mencapainya;
3.   Siapa yang akan melakukan;
4.   Dimana akan dilakukan;
5.   Kapan akan dilakukan dan berapa lama; dan
6.   Sumber daya (manusia, anggaran, dan material) yang dibutuhkan.
Batang tubuh dari Rencana Aksi Nasional: Hiu dan Pari 2015-2019, terdiri dari:
1.   Tujuan Pengelolaan
1.1         menyusun dan mengimplementasikan regulasi nasional untuk mendukung pengelolaan berkelanjutan sumberdaya hiu dan pari,
1.2         melakukan review status perikanan hiu dan pari pada level nasional, regional, dan internasional,
1.3         penguatan data dan informasi perikanan hiu dan pari,
1.4         pengembangan penelitian hiu dan pari,
1.5         penguatan upaya perlindungan hiu dan pari jenis tertentu yang terancam punah,
1.6         penguatan langkah langkah pengelolaan,
1.7         penyadartahuan tentang hiu dan pari,
1.8         penguatan kelembagaan,
1.9         peningkatan kapasitas SDM.
2.   Strategi dan rencana aksi
3.   Mekanisme implementasi Rencana Aksi Nasional: hiu dan pari
Manfaat Disusunnya Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi Nasional Hiu dan Pari
Dengan memiliki Rencana Pengelolaan dan Rencana Aksi Nasional: Hiu dan Pari, berarti:
1.   Indonesia memiliki perencanaan dan arah pengelolaan hiu dan pari ke depan,
2.   Terbentuknya koordinasi antar stakeholder / lembaga dalam pengelolaan hiu dan pari baik local, nasional, regional, maupun internasional,
3.   Efisiensi dan efektivitas pengelolaan hiu dan pari di Indonesia,
4.   Menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia memiliki komitmen tinggi terhadap kelestarian / konservasi hiu dan pari. 
5.   Dengan demikian, akan lebih melancarkan perdagangan produk produk perikanan terutama untuk species related, seperti tuna, dan
6.   Pendapatan nelayan akan sustain
   

Senin, 06 April 2015

Kuota Penangkapan / Pengambilan Jenis Ikan Terancam Punah Tahun 2015 Serta Tata Cara Penetapannya


Kuota penangkapan / pengambilan jenis ikan terancam punah ini berdasarkan beberapa ketentuan yang berlaku, yaitu:
- Undang Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya,
- Undang Undang No 31 tahun 2004 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan,
- Peraturan Pemerintah No 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan,
- Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa,
- Peraturan Pemerintah No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Tumbuhan dan Satwa Liar,
- Keputusan Presiden No. 43 tahun 1978 tentang Pengesahan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES),
- Keputusan Menteri Kehutanan No. 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Cara Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar
- Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 4 tahun 2010 tentang Tata Cara Pemanfaatan Jenis Ikan dan Genetik Ikan,
- Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. SK. 51/IV-SET/2015 tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa Liar Periode Tahun 2015
 
Jenis ikan terancam punah dalam tulisan ini adalah jenis ikan yang masuk dalam apendiks CITES dan pengaturan perdagangannya mengikuti ketentuan yang berlaku di CITES.
Jenis ikan terancam punah adalah menunjukkan kondisi populasi jenis ikan tertentu yang mengalami ancaman kepunahan yang diakibatkan oleh faktor alami dan/atau aktifitas manusia.
CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora) sendiri adalah konvensi perdagangan internasional untuk spesies tumbuhan dan satwa liar yang terancam punah. Indonesia sudah meratifikasi CITES melalui Keputusan Presiden No. 43 tahun 1978.
Dalam pelaksanaan CITES di tiap Negara yang telah meratifikasi ketentuan CITES, dibentuklah Management Authority (MA) dan Scientific Authority (SA) di masing masing negara tersebut. Dimana, dalam ketentuan CITES, di setiap negara anggota CITES (parties) boleh memiliki lebih dari satu Otoritas Pengelola atau MA. Di Indonesia, berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa, Otoritas Pengelola atau Management Authority MA di Indonesia adalah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan d/h Departemen Kehutanan dan Otoritas Keilmuan atau Scientific Authority (SA) adalah LIPI.
Management Authority (MA) atau otoritas pengelola bertanggung jawab antara lain dalam aspek administratif, pelaksanaan legislasi, penegakan hukum, perijinan, dan komunikasi yang terkait engan konservasi sumber daya ikan, termasuk pelaksanaan CITES.
Scientific Authority (SA) atau otoritas keilmuan bertanggung jawab antara lain untuk memberikan rekomendasi kepada otoritas pengelola mengenai konservasi sumber daya ikan berdasarkan prinsip prinsip keilmuan,  termasuk dalam rangka pelaksanaan CITES.   Otoritas Keilmuan atau SA di Indonesia adalah LIPI
Katagori ikan dalam hal ini adalah biota yang sebagian atau seluruh siklus hidupnya berada dalam perairan (Undang Undang no 31 tahun 2004 sebagaimana  telah diubah dengan Undang Undang no. 45 tahun 2009 tentang Perikanan)
kuota penangkapan atau pengambilan jenis ikan adalah batas maksimum penangkapan atau pengambilan jenis ikan dari alam yang tidak akan berdampak negatif terhadap populasinya di alam (Non Detrimental  Finding, NDF).
Implementasi kuota dapat berlaku untuk jenis ikan yang dilindungi maupun tidak dilindungi atau jenis yang dipandang perlu dalam perdagangannya diatur melalui kuota.
Pengertian jenis ikan dilindungi adalah jenis ikan yang memiliki status dilindungi menurut perundang undangan atau peraturan secara nasional dengan/tanpa memiliki status perlindungannya atau yang setara menurut peraturan internasional (seperti peraturan dari CITES, IUCN, RFMO dan lainnya), sedangkan jenis ikan tidak dilindungi adalah jenis ikan yang tidak ada status perlindungannya menurut perundang undangan atau peraturan nasional tetapi memiliki status dilindungi atau setara menurut peraturan internasional. 
Contoh jenis ikan katagori dilindungi, seperti: hiu paus, red arwana, ikan terubuk, ikan napoleon, pari manta dan lainnya. Sedangkan contoh jenis ikan dengan katagori tidak dilindungi, seperti karang keras kuda laut (Hypocampus spp), labi-labi, dan lainnya.
Istilah penangkapan adalah merujuk kepada cara mendapatkan biota perairan yang memiliki sifat bergerak (mobile)  dengan bantuan alat tertentu. Sedangkan, pengambilan adalah merujuk kepada cara mendapatkan biota perairan yang bersifat statis baik yang menempel  maupun tidak menempel pada substrat tertentu dan dengan/tanpa menggunakan alat tertentu. Contoh katagori penangkapan adalah untuk jenis ikan  seperti napoleon, kura-kura, labi labi dan lainnya. Contoh katagori pengambilan adalah pengambilan karang (coral), bambu laut, dan lainnya.
Ada 3 (tiga) prinsip utama yang harus dipegang teguh dalam perdagangan jenis yang masuk dalam daftar apendiks CITES, yaitu: legalitas, keterlacakan, dan keberlanjutan. Legalitas artinya jenis yang diperdagangkan adalah komoditas yang  legal atau telah memiliki segala perijinan yang diperlukan, keterlacakan artinya memiliki dokumen yang menunjukkan asal usul jenis yang diperdagangkan, dan keberlanjutan yang artinya bahwa besaran jumlah jenis yang ditangkap / diambil lalu diperdagangkan tidak akan mengganggu populasinya di alam.
Dalam konteks penetapan kuota ini, ikan adalah bagian dari satwa yang dimaksud, maka kuota penangkapan atau pengambilan jenis ikan berikut diambil dari ketentuan yang berlaku dalam penetapan kuota yang berlaku untuk penetapan kuota penangkapan atau pengambilan jenis tumbuhan dan satwa terancam punah yang dikeluarkan oleh Ditjen PHKA, Kementerian LH dan Kehutanan.
Beberapa hal terkait dengan kuota penangkapan atau pengambilan jenis tumbuhan dan satwa yang terancam (termasuk di dalamnya jenis ikan) adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada rumus atau formulasi baku untuk penetapan angka kuota penangkapan atau pengambilan jenis ikan dari alam,
2.  penangkapan atau pengambilan jenis ikan terancam punah dari alam yang telah mendapat kuota, tidak dilakukan di wilayah konservasi (Kawasan Konservasi Perairan Nasional, Kawasan Konservasi Perairan Daerah, Suaka Perikanan, dan jenis jenis kawasan konservasi lainnya),
3. Kuota ditetapkan setiap tahun dan berlaku untuk satu tahun takwin, yaitu dari tanggal 01 Januari sampai dengan 31 Desember,
4. Direktur Jenderal Perlindungan Hutan an Konservasi Alam (Ditjen PHKA) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kemen LH dan Kehutanan adalah Otoritas Pengelola atau Management Authority (MA) CITES di Indonesia) mengajukan angka kuota penangkapan atau pengambilan jenis tumbuhan dan satwa terancam untuk tahun berikut, kepada LIPI cq Pusat Penelitian Biologi (P2B) selaku pelaksana harian Otoritas Keilmuan atau Scientific Authority (SA) CITES untuk mendapatkan rekomendasi kuota,
5. Pusat Penelitian Biologi LIPI selanjutnya melakukan pembahasan pembahasan dengan melibatkan para peneliti dan pakar di lingkup LIPI dan berkoordinasi dengan lembaga / instansi lainnya yang terkait,
6. Rekomendasi kuota penangkapan atau pengambilan jenis tumbuhan dan satwa terancam, dihitung berdasarkan pada data dan informasi ilmiah hasil inventarisasi dan monitoring populasi. Apabila data dan informasi tidak tersedia, maka data yang akan digunakan adalah data:
a. Kondisi saat ini di lapangan dari habitat dan populasi dari jenis bersangkutan,
b. Informasi ilmiah dan teknis lain tentang habitat dan populasi dari sumber yang kredibel,
c. Realisasi kuota tahun tahun sebelumnya,
d. Kearifan lokal atau kearifan tradisional yang berlangsung dimasyarakat terkait dengan keberadaan populasi dan habitat jenis tumbuhan dan satwa serta ikan terancam,
7. Hasil pembahasan kuota di LIPI, cq Kepala P2B LIPI selanjutnya menyampaikan surat rekomendasi berupa draft kuota penangkapan atau pengambilan jenis tumbuhan dan satwa terancam punah yang diperbolehkan ditangkap atau diambil dari alam,
8. Berdasarkan rekomendasi ilmiah dari LIPI tersebut, selanjutnya Dirjen PHKA menetapkan kuota penangkapan atau pengambilan dari alam untuk jenis tumbuhan dan satwa terancam,
9. Kuota penangkapan atau pengambilan tersebut, yang umumnya dengan angka yang sama dijadikan kuota perdagangan tersebut. Dari kuota perdagangan tersebut, 90% dialokasikan untuk tujuan ekspor dan hanya 10% untuk alokasi kebutuhan perdagangan dalam negeri,
10. Alokasi kuota untuk perdagangan luar negeri (ekspor) adalah untuk keperluan hobi, akuaria dan konsumsi. Alokasi untuk pemanfaatan dalam negeri, meliputi keperluan; stock induk budidaya, penelitian, cindera mata, dan pemanfaatan lainnya,
11. Kuota tangkap dan kuota ekspor yang telah ditetapkan oleh Dirjen PHKA, selanjutnya dibagikan kepada eksportir yang berada di tiap provinsi yang telah memiliki ijin melalui BKSDA setempat ,
12. Proses pengalokasian kuota kepada eksportir diserahkan kepada pihak Asosiasi terkait,
13. Realisasi kuota ekspor dimonitoring melalui penerbitan Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Luar Negeri (SATLN) atau dikenal juga dengan nama CITES Exit Permit, dan
14. Kuota ditetapkan pada bulan Desember tahun sebelum berjalannya pelaksanaan kuota tersebut.
 
Dalam hal pembagian kuota dan lokasi penangkapan atau pengambilan dari tumbuhan, satwa dan ikan, ada hal hal yang perlu diketahui, yaitu:
1. Kuota penangkapan atau pengambilan yang telah ditetapkan oleh Dirjen PHKA, selanjutnya dibagikan kepada kepala BKSDA di tiap provinsi yang memiliki dan mengusulkan jumlah kuota untuk wilayahnya,
2. Kepala BKSDA selanjutnya membagikan kuota tersebut kepada pengusaha yang telah memiliki ijin dan telah menentukan lokasi penangkapan atau pengambilan melalui asosianya, dan
3. Jumlah jenis yang ditangkap atau diambil dari alam oleh para pengusaha pemegang ijin, akan dimonitoring melalui penerbitan surat ijin yaitu  Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa Dalam Negeri atau SATDN.
 
Berikut adalah kuota penangkapan / pengambilan jenis ikan dari alam periode tahun 2015 sebagaimana yang tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. SK. 51/ 51-SET/2015;
 
 
Kuota penangkapan jenis satwa dan pengambilan jenis tumbuhan appendiks II CITES periode 2015
No
Nama Jenis
Jatah
Lokasi Tangkap
Keterangan
Tangkap
Ekspor
 
 
KELAS FISH (ACTINOPTERYGII)
1
Cheilinus undulatus
Ikan Napoleon
2000
 
1000
 
600
 
200
 
200
2000
 
 
Kepri
 
Maluku
 
Kaltim
 
Sulsel
Total
Untuk Napoleon Wrasse ekspor yang dijinkan diangkut melalui udara saja, khusus untuk Anambas, sedang dipertimbangkan untuk diberikan kuota khusus untuk juvenile.
Besarnya kuota juvenile menunggu data dari KKP Anambas.
2
Hippocampus barbauri
 
Kuda Laut
5000
5000
4500
 
Sulsel
Total
Kuota kuda laut adalah dalam bentuk hidup dari hasil budidaya
3
Ikan hiu
Nihil
 
 
Total
1.       Untuk semua ikan hiu dan ikan pari yang masuk dalam appendiks II CITES kuotanya 0.
2.       Kajian sedang dilakukan untuk memberikan kuota untuk jenis hiu martil, terutama untuk NDF dan management measure.
3.       Kemungkinan bentuk kuotanya berdasar kuota tangkap individu atau kuota untuk sirip, daging dan tulang ikan hiu.


 
Kuota penangkapan jenis satwa dan pengambilan jenis tumbuhan appendiks II CITES periode 2015

No

Nama Jenis

Jatah

Lokasi Tangkap

Keterangan

Tangkap

Ekspor

 

 

Kura-kura / turtles

1

Amyda cartilaginea

Asiatic Softshell turtle / labi-labi / bulus

28000

26000

2700

3000

3000

2200

1800

1000

2500

2000

2800

4500

500

 

2000

275

300

350

250

250

250

125

200

25200

 

 

NAD

Sumut

Riau

Sumbar

Jambi

Sumsel

Kalbar

Kalteng

Kalsel

Kaltim

Sulteng

 

NAD

Sumut

Jambi

Kalbar

Lampung

Jateng

Jatim

Bengkulu

Total

 

Hidup (konsumsi)

Penangkapan dengan berat badan di bawah 5 kg atau di atas 15 kg berat hidup

Kuota sulteng dalam rangka eradikasi Amyda cartilaginea sebagai satwa introduksi di Sulawesi

 

 

 

 

Hidup (Pet)

2

Batagur borneoensis

Painted terrapin

Tuntong semangka

50

50

0

 

NAD

Total

Induk penangkaran PT. Agrisatwa Alam Nusa

3

Chelodina mccordi

Roti snake-necked turtle

Kura-kura leher ular rote

50

50

0

 

Total

Induk penangkaran PT. Agriwisata Alam Nusa

Induk diperoleh dari penangkar lain yang telah berhasil

4

Cuora amboinensis

Asian box terrapin

Kura ambon

20000

13400

1500

2200

500

1500

2500

1500

500

1500

1000

700

 

6600

2000

1500

1000

700

700

700

18000

 

 

Sumut

Riau

Sumsel

Kalbar

Kalteng

Kalsel

Kaltim

Sulteng *

Jambi

Sumbar

 

 

Kaltim

Sumsel

Kalbar

Kalteng

Sumut

Riau

Total

Hidup (konsumsi)

*termasuk untuk induk penangkaran PT. agrisatwa alam nusa (500 ekor)

 

 

 

 

 

 

 

 

Hidup (Pet)

5

Cyclemys dentata

Asian leaf turtle

Kura-kura bergerigi

14325

9600

1000

1000

2000

1500

100

500

1500

1500

500

 

4725

500

225

500

2000

1000

500

12915

 

 

NAD

Sumut

Sumbar

Riau

Sumsel

Lampung

Kalbar

Kalsel

Kaltim

 

 

Sumut

Jabar

Kalbar

Kalsel

Kaltim

Riau

Total

Hidup (konsumsi)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Hidup (Pet)

6

Dogania subplana

5000

3300

400

400

800

150

150

300

300

300

300

200

1700

350

300

300

200

200

350

4500

 

 

NAD

Sumut

Sumbar

Jateng

Jatim

Kalbar

Kalsel

Kaltim

Riau

Jabar

 

NAD

Sumut

Riau

Jateng

Jatim

Kaltim

Total

Hidup (konsumsi)

Berat badab kurang atau sama dengan 3 kg

 

 

 

 

 

 

 

 

Hidup (Pet)

Berat badang kurang atau sama dengan 3 kg

7

Heosemys spinosa

Spiny turtle / kura duri

500

100

150

50

150

50

450

 

Kalbar

Sumut

Sumbar

Lampung

Bengkulu

Total

Hidup (Pet)

Ukuran panjang karapas sama dengan dibawah 15 cm

Aprepindo

8

Indotestudo spinosa

Sulawesian tortoise / Baning Sulawesi

150

150

150

Sulteng

Total

Hidup (Pet)

9

Malayemys subtrijuga

Malayan snail eating turtle / kura macan

200

200

180

 

Jateng

Total

Hidup (Pet)

10

Notochelys platynota

Malayan flat shelled turtle / kura punggung datar

900

500

50

100

125

125

450

 

Kaltim

Riau

Sumbar

Sumsel

Kalsel

Total

Hidup (Pet)

Ukuran panjang karapas sama dengan atau di bawah 15 cm

11

Pelochelys bibroni

New Guinean soft shell turtle / kenwa

100

100

90

 

Papua

Total

Hidup (Pet)

Ukuran panjang karapas sama dengan atau di bawah 15 cm

12

Pelochelys cantorii

Asian giant soft shell turtle / labi-labi raksasa

60

20

20

20

54

 

Kalbar *

Sumut *

Riau *

Total

Hidup (Pet)

*induk penangkaran PT. agriwisata alam nusa

13

Pelochelys signifera

Variegated giant soft shell turtle / labi-;abi irian

540

500

40

36

 

Papua

Papua

Total

Hidup (Pet)

Ukuran panjang karapas sama dengan atau di bawah 15 cm

14

Siebenrockiella crassicolis

White cheek terrapin / kura pipi putih

6675

1500

25

500

400

500

500

500

100

500

400

500

1000

250

4500

 

Kaltim

Jabar

Sumsel

Jambi

NAD

Kalbar

Riau

Jateng

Sumut

Lampung

Kalteng

Sumbar

Kalsel

Total

Hidup (Pet)

Ukuran panjang karapas sama dengan atau di bawah 15 cm
Kuota penangkapan jenis satwa dan pengambilan jenis tumbuhan appendiks II CITES periode 2015

No

Nama Jenis

Jatah

Lokasi Tangkap

Keterangan
 

Tangkap

Ekspor

 

 

KELAS ANTHOZOA (CORAL/KARANG)
 

A.      SCLERACTINIAN
 

ACROPORIDAE
 

1

Acropora spp.

3000

500

500

500

500

500

500

3000

 

Lampung

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total

 
 

2

Montipora spp.

3000

500

250

250

500

500

500

500

3000

 

Lampung

Babel

Jatim

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total

 
 

FUNGIDAE
 

3

Herpolitha limax

(HOUTTOYN)

2000

200

200

200

500

700

200

2000

 

Lampung

Jabar

Babel

NTT

Sulsel

Sultra

Total
 

4

Fungia spp.

(LINNAEUS)

22000

3000

1250

500

2250

2500

1500

1500

500

3000

3000

3000

22000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

5

Fungia (Cylcoseris) sp.

4000

500

500

1000

1000

1000

4000

 

Jabar

Banten

Jatim

NTT

Sultra

Total
 

6

Fungia (Diaseris) sp.

1500

500

500

500

1500

 

NTB

NTT

Sultra

Total
 

7

Heliofungia actiniformis

(QUOI & GAIMARD)

37000

3500

2000

3000

4000

2000

4000

5000

1000

2500

5000

5000

37000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

8

Polyphyllia talpina

LAMARCK

8000

1000

700

300

500

1000

1000

1000

1000

1000

500

8000

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total

 
 

OCULINIDAE
 

9

Galaxea astreata

(LAMARCK)

5600

300

300

300

500

700

1000

1000

1000

5600

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

10

Galaxea fascicularis

(LINNAEUS)

8000

500

500

500

500

500

500

1000

1000

1000

1000

1000

8000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

MUSSIDAE
 

11

Blastomussa wellsi

Wijsman Best

3500

500

500

500

500

1000

500

3500

 

Jabar

Babel

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Total
 

12

Symphypllia, sp.

2700

200

200

1000

1000

300

2700

 

Lampung

Jabar

Babel

Sulsel

Sultra

Total
 

13

Lobophyllia corumbosa

(FORSKAL)

13500

1000

500

1000

1000

1000

1000

1000

2000

1500

2000

1500

13500

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng  

Total

 
 

14

Lobophyllia sp.

(EHRENBERG)

11500

500

1000

1000

1000

1000

1000

1000

1000

2000

2000

11500

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total

 
 

15

Cynarina lacrymalis

(EDWARRD & HAIME)

7000

1000

500

1000

500

500

500

1500

1000

500

7000

 

Lampung

Jabar

Babel

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

 

Total
 

16

Acanthophyllia deshayesiana

4000

1000

1000

1000

1000

4000

 

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Total

 
 

17

Scolymia vitiensis

(BRUGGEMANN)

4500

500

300

200

300

200

500

500

1000

1000

4500

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total

 
 

18

Acanthastrea sp.

1000

200

200

300

300

1000

 

Lampung

Jabar

Babel

Sulsel

Total
 

MERULINIDAE
 

19

Merulina ampliata

(ELLIS & SOLANDER)

5000

200

300

500

1000

500

1000

500
500

500

5000

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

PECTINIDAE
 

20

Pectinia sp.

2500

200

200

200

200

200

450

450

300

300

2500

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

 
 

21

Echinophyllia sp

1500

500

500

500

1500

 

Lampung

Sultra

Sulteng

Total

 
 

22

Oxypora, sp.

1000

500

500

1000

 

Jabar

NTB

Total
 

23

Mycedium elephantotus

1500

500

500

500

1500

 

Jabar

Jatim

Sultra

Total
 

CARYOPHYLLIIDAE
 

24

Euphyllia glabrescens

12000

1000

500

500

1000

1000

1000

1000

1000

1000

2000

2000

12000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total

 
 

25

Euphyllia divisa

VERON & PICHON

1000

500

500

1000

 

Lampung

NTT

Total

 
 

26

Euphyllia paradivisa

VERON

2500

500

1000

1000

2500

 

Lampung

Sulsel

Sultra

Total
 

27

Euphyllia cristata

CHEVALIER

23000

2500

2500

1000

2500

2500

2000

2000

2000

3000

3000

23000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Total
 

28

Euphyllia ancora

VERON & PICHON

21000

2000

2000

1000

3000

3000

2000

1000

1000

2000

2000

2000

21000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

29

Euphyllia paraancora

VERON

3000

1000

1000

1000

3000

 

Lampung

Jateng

Sulteng

Total
 

30

Plerogyra turbida

HODGSON & ROSS

12000

1000

1000

1000

4000

5000

12000

 

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Total
 

31

Plerogyra sinuosa DANA

23000

2500

2000

2000

2000

2000

2500

2000

2000

1000

2500

2500

23000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

32

Physogyra lichtensteini

(EDWARDS & HAIME)

11000

1500

1000

500

1000

2000

1000

1000

1000

1000

1000

11000

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total

 
 

33

Catalaphyllia jardinei

(SAVILLE-KENT)

19000

1000

500

1000

500

1000

1500

1500

2500

5000

4500

19000

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

DENDROPHYLLIDAE
 

34

Turbinaria peltata

(ESPER)

12000

2000

1500

500

1000

1000

1000

1000

1000

2000

1000

12000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sultra

Sulteng

Total
 

35

Turbinaria spp.

15000

1000

2000

500

1000

1000

500

2000

2000

2000

2000

1000

15000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

36

Eguchipsammia fistula (syn. Dendrophyllia fistula) (ALCOCK)

15000

2000

1000

500

1000

1000

1000

2000

1000

2000

2000

1500

15000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

37

Tubastrea sp.

12000

2000

500

500

500

1000

1000

1000

3000

2000

500

12000

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

PORITIDAE
 

38

Porites spp.

36500

2000

3000

2000

3000

3000

3000

3500

3000

3000

3000

8000

36500

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

39

Goniopora lobata

EDWARDS & HAIME

41000

3000

3000

2500

4000

3000

3500

3000

3000

5000

5000

6000

41000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

40

Goniopora sp.

45000

4000

4000

2000

5000

2000

3000

3000

2000

6000

7000

7000

45000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

41

Goniopora stokes

EDWARDS & HAIME

44000

4000

3000

2000

5000

3000

3000

3000

2000

6000

7000

6000

44000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total

 
 

42

Alveopora sp.

(Alveopora spongiosa)

1050

250

150

150

200

300

1050

 

Jatim

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

FAVIIDAE
 

43

Caulastrea sp.

21000

2000

2000

500

2000

2000

1500

1000

2000

3000

3000

2000

21000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

44

Favia sp.

7000

1500

500

1000

1500

500

750

750

500

7000

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTT

Sulsel

Sultra

Total
 

45

Favites sp

(Favites abdita)

(ELLIS & SOLANDER)

13500

1500

1500

500

2000

1000

1000

500

1250

1750

1500

1000

13500

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

46

Goniastrea sp.

2900

300

800

300

600

200

200

500

2900

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTT

Sulsel

Total
 

47

Hydnophora exesa

(PALLAS)

10000

1000

500

500

500

500

1000

1500

500

2000

1000

1000

10000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

48

Hydnophora microconos

(LAMARCK)

6500

1000

500

500

1000

500

1000

500

500

500

500

6500

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

49

Montastrea sp.

7500

1000

1300

400

500

800

2000

1000

500

7500

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

50

Diploastrea heliophora

(LAMARCK)

500

500

500

 

Babel

Total
 

51

Cyphastrea serailia (FORSKAL)

500

500

500

 

Jabar

Total
 

52

Echinopora lamellosa

(ESPER)

500

500

500

 

Lampung

Total

 
 

Trachyphyllidae
 

53

Trachyphyllia geoffroyi

(AUDOUIN)

41000

5000

5000

1000

5500

2500

2500

2000

2500

5000

5000

5000

41000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

54

Wellsophyllia radiata (PICHON)

10000

1000

500

1000

500

500

500

5000

1000

10000

 

Lampung

Jabar

Babel

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Total
 

NON SCLERACTINIAN CORAL
 

55

Heliopora coerulea

DE BLAINVILLE

2500

500

1000

500

500

2500

 

Lampung

Jabar
Jatim

NTT

Total
 

56

Turbipora musica

(LINNAEUS)

8500

1000

1500

500

500

500

500

500

1500

1000

1000

8500

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Sultra

Sulteng

Total
 

57

Millepora spp.

2000

500

500

300

200

500

2000

 

Lampung

Jabar

Babel

Jateng

Sulses

Total
 

58

Distichopora spp

1500

1000

500

1500

 

Sulsesl

Sultra

Total
 

UNIDENTIFIED SCLEARCTINIA
 

59

Substrat

(unidentified scleractinian)

900000

150000

150000

100000

50000

150000

100000

50000

50000

100000

900000

 

Lampung

Jabar

Banten

Babel

Jateng

Jatim

NTB

NTT

Sulsel

Total (Pieces)
 

60

Base rock (unidentified scleractinian) live rock

450000

150000

100000

50000

100000

50000

450000

 

Lampung

Jabar

Banten

Jateng

Jatim

Total (kg)