http://m.scmp.com/news/hong-kong/health-environment/article/1926859/exposed-illegal-hong-kong-trade-endangered-coral?utm_source=&utm_medium=&utm_campaign=SCMPSocialNewsfeed
Latar Belakang
Ikan napoleon adalah jenis ikan karang atau hidup disekitar terumbu karang dan tersebar di seluruh perairan Indonesia, secara alami jumlah populasi ikan Napoleon relatif rendah, biasanya secara visual terlihat antara 2 – 4 ekor dengan variasiasi ukuran antara 40 – 120 cm. Ikan Napoleon mencapai dewasa atau matang gonad pada usia 4 – 5 tahun, dapat mencapai ukuran 1,5 meter dengan berat 180 kg dan berumur panjang dan dapat mencapai umur 50 tahun, hidup secara soliter di perairan tropis dengan kedalaman antara 2 – 60 meter. Wilayah sebarannya di dunia meliputi Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
Ikan napoleon dalam bahasa Inggris dikenal dengan
beberapa nama seperti Giant Wrasse,
Humphead, Humphead Wrasse, Maori Wrasse, Napoleon Wrasse, Truck Wrasse, dan
Undulate Wrasse. Sedangkan nama ilmiah hewan ini
adalah Cheilinus undulatus.
Dalam bahasa pasar lokal biasa disebut mameng.
Ikan napoleon tergolong ikan yang lambat untuk
matang seksual (umur 5-7 tahun). Ikan ini akan berganti kelamin dari betina
menjadi jantan saat dewasa (hemafrodit
protogini). Usianya yang panjang membuat kemampuan recovery untuk menggantikan ikan yang mati sangat lambat. Kebanyakan
ikan yang ditangkap adalah ukuran anakan atau setara ukuran kurang dari 50cm.
Ukuran ini paling disukai konsumen karena sesuai dengan ukuran piring yang
disajikan.
Karena populasinya di alam sudah menurun dan masuk
dalam daftar apendiks 2 CITES, maka secara nasional, ikan napoleon berstatus dilindungi secara terbatas.
Dilindungi secara terbatas berdasarkan ukuran. Pada ukuran dilindungi itulah,
ikan napoleon tidak boleh ditangkap, diperdagangkan, dan dikonsumsi (tidak
boleh dimanfaatkan), sedangkan ukuran ikan napoleon diluar ukuran yang
dilindungi, diperbolehkan untuk dimanfaatkan, itu-pun sebesar kuota
penangkapannya dan dari wilayah provinsi yang mendapat kuota penangkapan
tersebut.
Cara Penangkapan Ikan napoleon di alam
Secara umum, ikan napoleon ditangkap dengan cara yang tidak ramah
lingkungan. Ikan ini ditangkap dengan cara mengejarnya, hingga dia bersembunyi
masuk di antara celah koloni karang. Sesudah bersembunyi maka akan disemprotkan
cairan cyanida. Ketika ikan menjadi mabuk maka ikan akan keluar dari
persembunyiannya dan akan dapat ditangkap dengan mudah. Apabila sesudah mabuk
ikan tidak keluar dari koloni karang maka karangnya yang akan dibongkar. Hal ini berakibat karang akan mati karena
terkena cyanida atau karangnya menjadi
rusak secara fisik karena dibongkar. Penangkapan yang tidak ramah lingkungan dan
penangkapan yang dilakukan secara tidak terkontrol, akan mengakibatkan populasi ikan napoleon di alam menjadi
turun dratis dan disertai dengan kerusakan lingkungan sekitarnya. Selain itu,
karena Ikan napoleon juga memiliki kebiasaan
bergerombol dalam jumlah banyak saat bereproduksi, maka pada saat reproduksi inilah, nelayan menjadikan target istimewa penangkapannya
oleh nelayan. Menjadi fenomena yang umum terjadi di Indonesia semakin tinggi
harga suatu komoditas semakin cepat komoditas itu menjadi langka.
Populasi di Alam
Sejak
tahun 2005 LIPI bersama IUCN yang dibantu tenaga ahli dari Hongkong University
telah melakukan monitoring populasi Ikan Napoleon di 6 lokasi yaitu di Kangean
(Madura), Komodo, Bunaken, Raja Ampat, Banda dan Maratua (kep. Derawan). Pemilihan lokasi berdasarkan
keterwakilan dari tingkat eksploitasi berat, sedang dan ringan. Hasil
monitoring terakhir 2014, menunjukan bahwa populasi Ikan Napoleon di Komodo dan
Maratua menunujukan terjadi penurunan, sedangkan di Banda dan Raja Ampat
menunjukkan terjadinya kenaikan dan di Bunaken dan Kangean populasinya stabil.
Perdagangan Internasional Ikan Napoleon
Ikan napoleon bukan untuk pasar dalam negeri.
Karena di dalam negeri tidak ada yang menyukai ikan ini. Ikan ini berasa wangur dan anyeb (berasa tawar dan tak pernah kering kalau dimasak). Ikan
napoleon merupakan komoditas primadona yang diperdagangkan secara hidup, dengan
dan tujuan utama pasar
Hongkong dan beberapa negara di Asia Timur, seperti Cina, Jepang,
dan Taiwan. Ikan ini diperjualbelikan, baik sebagai ikan hias maupun sebagai ikan konsumsi yang berharga mahal. Ikan Napoleon
merupakan komoditas yang dijual secara hidup dengan ukuran termahal antara 1 –
1,2 kg/ekor. Harga ikan Napoleon ditingkat nelayan Anambas pada tahun 2013
telah mencapai US$ 185/ekor. Dan ditingkat restoran di Honkong dan di Cina
tentunya akan berlipat. Ukuran ikan semakin besar harganya semakin turun dan
ikan yang mati harganya sangat rendah. Mengapa orang Cina mau membayar begitu
mahal ikan Napoleon oleh karena ikan dianggap makanan luxurious dan excotic.
Konon apabila anda memesan Ikan napoleon maka akan menaikan prestise dan gengsi anda oleh karena ikan napoleon merupakan makanan raja-raja dijaman dahulu. Tidak seperti
komoditas unik lainnya yang selalu
dipromosikan berkasiat obat atau aprodosik, ikan napoleon tidak mengandung kedua zat tersebut. Meningkatnya
perekonomian Cina meningkatkan jumlah orang kaya dan meningkatkan pula
permintaan makanan yang eksotik dan dan dapat meningkatkan prestise. Dampak dari permintaan yang tinggi
membuat populasi ikan ini di alam menurun drastis sehingga
statusnya menjadi rentan (vulnerable) mengalami kepunahan.
Akibat statusnya yang rentan kepunahan, beberapa negara
yang memiliki sumberdaya ikan
napoleon sudah menghentikan total penangkapan dan ekspor ikan ini. Negara-negara yang sudah mengambil tindakan terkait pengelolaan ikan
napoleon adalah: Australia sudah melarang total untuk diperdagangkan.
Maladewa juga sudah melarang karena ikan napoleon memiliki manfaat yang lebih
besar untuk pariwisata selam. Negara lain yang dulunya juga pensupplai pasar internasional, seperti
Filipina, Papua Nugini dan Palau juga sudah menghentikan penangkapan dari alam. Bahkan China hanya
memperbolehkan ikan napoleon ditangkap di perairannya untuk kebutuhan konservasi.
Pembesaran Ikan Napoleon di Dalam Keramba di Kab. Anambas dan Kab.
Natuna- Provinsi Kepulauan Riau
Fenomena
pembesaran anakan ikan napoleon juvenil
dengan ukuran (1-2cm) hingga layak jual yang dilakukan oleh nelayan Kab. Anambas dan Kab.Natuna adalah suatu harapan
bahwa pemanfaatan ikan napoleon dapat dilakukan dengan benar. Secara prinsip
konservasi hal ini juga dapat dibenarkan yaitu dengan alasan meningkatkan
kelulusan hidup dari juvenil ikan napoleon. Secara alami tingkat kelulusan
hidup sangat-sangat rendah dibawah 1 % dan tingkat kematian terbesar ikan ini
adalah pada saat juvenil. Dengan menangkap ikan ini pada saat masih juvenil dan
merawat serta memeliharanya hingga besar berarti meningkatkan kelulusan hidup
Ikan napoleon. Keunikan dan keahlian nelayan Anambas dan Natuna membesarkan
Ikan napoleon tidak dijumpai ditempat lain di Indonesia bahkan di dunia. Keahlian
yang telah dipraktekan beberapa tahun dan telah terbukti dapat menghasikan ikan
napoleon layak jual tidak dipunyai oleh nelayan wilayah lain perlu mendapat apresiasi.
Praktek pembesaran ikan napoleon di Anambas dan Natuna belum sempurna perlu
perbaikan-perbaikan dan membuat peraturan-peraturan yang disepakati bersama dan
tentunya sesuai dengan prinsip-prinsip kelestarian sumber benih dan
lingkungannya. Peraturan tata cara pengelolaan dan legalitas berusaha bagi
nelayan yang membesarkan anakan Ikan napoleon perlu diberikan agar mereka dapat
menjalankan usahanya dengan kepastian hukum yang jelas. Jika diperlukan
dilakukan sertifikasi nelayan yang melalkukan pembesaran Ikan napoleon. Pada akhirnya mereka dapat
menjual produk yang bernilai tinggi secara legal sesuai ketentuan yang berlaku
dan pada gilirannya akan dapat mensejahterakan kehidupnya.
Regulasi dan Status Konservasi
a.
Nasional
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP)
mengeluarkan Keputusan Menteri KP No. 37 Tahun 2013 tentang Penetapan Status
Perlindungan Terbatas Ikan Napoleon (Cheilinus
undulatus). Penetapan ini sebagai tindak lanjut dari Rekomendasi Kepala
Pusat Penelitian Biologi, LIPI No. 757/IPH.1/HK.04.04/III/2013 tentang Rekomendasi
Perlindungan untuk ikan napoleon (Cheilinus undulatus). Di dalam Kepmen KP tersebut diatur bahwa ikan
napoleon dilarang dimanfaatkan pada ukuran 100 gram – 1000 gram dan ukuran di
atas 3000 gram. Pengaturan ini mengakomodir kepentingan ekonomi dan kepentingan
konservasi, dimana permintaan pasar ekspor paling banyak pada ukuran tersebut,
sedangkan dari sisi konservasi pada ukuran 1000 gram ikan napoleon diprediksi
sudah pernah memijah dan pada ukuran > 3000gr, ikan napoleon sedang masa
berkembang biak. Sehingga, dengan status dilindungi secara terbatas menurut
ukuran (dilindungi ukuran 100 gr s/d 1000 gr dan > 3000 gr) berarti
memberikan kesempatan kepada napoleon untuk berkembang biak. Selain itu
pengaturan ini juga bertujuan untuk meningkatkan rekruitmen juvenile napoleon dari kematian alami di habitatnya, melalui
upaya pembesaran dan pembudidayaan di keramba yaitu dengan diperbolehkannya
menangkap ikan napoleon yang berukuran < 100 gr.
Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) sebagai Management Authorithy CITES telah
mengatur penangkapan dan perdagangan ikan napoleon ini sesuai dengan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor: 447/Kpts-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau
Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar, yang merupakan peraturan
pelaksanaan dari UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya. Di antaranya yaitu memberikan kuota untuk masing-masing
daerah, ketentuan berat ikan yang boleh diekspor hanya ikan napoleon dengan
berat antara 1 – 3 kg saja, dan hanya boleh ditangkap dengan pancing, bubu dan
jaring insang oleh nelayan tradisional.
Dalam perdagangan ekspor komoditi sektor
kelautan, anakan dan Ikan napoleon hidup merupakan komoditi yang diawasi ekspornya. Hal ini diatur oleh Peraturan
Menteri Perdagangan RI No.07/M-DAG PER/4/2005 Tanggal 19 April 2005 dalam rangka
mengendalikan ekspor beberapa komoditi sesuai dengan ketentuan internasional.
b.
CITES
Ikan napoleon telah masuk dalam apendik II CITES (Convention International Trade on Endanger
Species flora and fauna) Pada COP ke 13 CITES tahun 2004. Oleh karena itu
semua perdagangan Ikan Napoleon secara internasional haruslah mengikuti peraturan dan
ketentuan yang ditetapkan oleh CITES.
Pada prinsipnya pengaturan yang dilakukan oleh CITES meliputi tiga hal
yaitu komoditas sumberdaya yang diperdagangkan
haruslah (1) sustainablity, (2) adanya
tracebility dan (3) legality. Sustainability harus dibutikan bahwa pemafaatan ikan napoleon yang lestari
dan tidak merusak lingkungannya, dimana hal tersebut harus dibuktikan dengan
dokumen NDF (non detrimental finding).
Tracebility adalah ikan Napoleon yang
diperdagangkan harus dapat ditelusuri asal usulnya dan legality adalah dokumen pendukung yang menyatakan bahwa Ikan
napoleon yang diperdagangkan adalah syah secara aturan pemerintah negara
pengekspor. CITES mewajibkan perdagangan hanya dilakukan lewat jalur udara
untuk memperketat pengawasan.
c. Kuota Perdagangan Ikan Napoleon
Indonesia
Karena ikan napoleon termasuk dalam
daftar apendiks 2 CITES, maka perdagangan internasional dari ikan napoleon ini
‘diperbolehkan dengan pengawasan yang ketat’. Salah satu cara ‘pengawasan yang
ketat’ yang dimaksud adalah perdagangannya menggunakan mekanisme kuota. Tahun
2005-2009 pemerintah menetapkan kuota ikan napoleon sebanyak 8.000 ekor. Namun
pada tahun 2012, LIPI selaku Otoritas Kelimuan telah merekomendasikan jumlah
tangkap ikan napoleon sebesar 2.000 ekor. Penurunan jumlah kuota tangkap ini
bertujuan untuk perbaikan manajemen dengan memaksa ekspor melalui udara karena
banyak sumber yang menyebutkan bahwa perdagangan ilegal ikan napoleon dalam
jumlah besar melalui jalur laut sampai dengan saat ini masih terus berlangsung.
Jumlah ikan yang diselundupkan dan diperdagangkan secara ilegal jauh lebih
besar dari jumlah yang seharusnya diperbolehkan oleh pemerintah Indonesia.
d.
IUCN
Lembaga internasional
IUCN memasukkan ikan napoleon dalam daftar merah dengan status terancam (endangered) pada tahun 1996. Status
terancam ini didasarkan pada penurunan populasi hingga 50% dalam 3
generasi terakhir dan rentan untuk mengalami penurunan drastis dalam waktu
dekat. Ini menunjukkan bahwa secara
global populasi ikan napoleon mengalami ancaman yang serius, sehingga
diperlukan langkah-langkah konservasi oleh negara-negara yang merupakan range state dari sebaran ikan napoleon
dunia.
Ikan Napoleon yang Boleh
Dimanfaatkan / Ditangkap dan Diperdagangkan
Pemanfaatan (penangkapan dan perdagangan ikan
napoleon), harus mengacu kepada:
1.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37
tahun 2013 tentang PerilindunganTerbatas Ikan Napoleon (Cheilinus undulates).
2.
Keputusan Ditjen PHKA-Kemen LH dan Kehutanan No.
SK. 51/IV.SET/2015 tentang Kuota Pengambilan Tumbuhan Alam dan Penangkapan
Satwa Liar Periode Tahun 2015
3.
Apendiks 2 CITES
Tangkap
|
Ekspor
|
||||
No
|
Nama Jenis
|
Jatah
|
Lokasi Tangkap
|
Keterangan
|
|
KELAS FISH (ACTINOPTERYGII)
|
|||||
1
|
Cheilinus undulatus
|
2000
1000
600
200
200
|
2000
|
Kepri
Maluku
Kaltim
Sulsel
|
Total
Untuk Napoleon Wrasse ekspor yang dijinkan
diangkut melalui udara saja, khusus untuk Anambas, sedang dipertimbangkan
untuk diberikan kuota khusus untuk juvenile.
Besarnya kuota juvenile
menunggu data dari KKP Anambas.
|
Tabel: Kuota Tangkap dan Ekspor Ikan Napoleon 2015
Sesuai Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No
37 tahun 2013, ukuran ikan napoleon yang boleh dimanfaatkan ( ditangkap dan
diperdagangkan) adalah ukuran < 100gr dan ukuran 1000gr s/d 3000 gr
(yang dilindungi ukuran 100 gr s/d 1000 gr dan > 3000 gr). Ikan
napoleon yang boleh ditangkap dan diperdagangkan untuk kepentingan ekspor
sesuai Keputusan Dirjen PHKA No.51/IV-SET/2015 tentang Kuota Pengambilan
Tumbuhan Alam dan Penangkapan Satwa Liar Periode tahun 2015 yaitu sebesar 2000 ekor adalah kuota penangkapan
dari perairan alam dan semuanya diperuntukan pasar ekspor. Kuota penangkapan
dan ekspor itu adalah ikan napoleon yang
berukuran 1000gr s/d 3000 gr. bukan dari
ukuran ikan napoleon yang dilindungi).
Pronvinsi yang memiliki kuota penangkapan dan
ekspor hanya ada 4 provinsi, yaitu: Provinsi Kepri = 1000 ekor, Maluku = 600
ekor, Kaltim = 200 ekor, dan Sulsel = 200 ekor. Jumlah keseluruhan secara
nasional, kuota penangkapan dan kuota ekspor adalah 2000 ekor.
Pengendalian pemanfaatan ikan Napoleon
melalui mekanisme penetapan kuota tidak berjalan efektif, hal ini disebabkan
oleh sifat dari mitra dagang negara pengimpor dan cara berdagang serta cara
pengiriman Ikan Napoleon.
Tata cara perdagangan ikan Napoleon yang selama ini
terjadi di Indonesia adalah tidak sesuai dengan norma yang selama ini berjalan
yang diawasai oleh CITES, hal ini disebabkan mitra dagang atau negara pengimpor tidak mau
menjalankan aturan yang telah ditetapkan. Berbeda apabila mitra dagang atau
negara pengimpornya adalah negara-negara Eropa, Amerika dan Jepang, yang mau
mengawasi perdagangan komoditas yang telah masuk dalam apendik CITES. Meraka
akan mengawasi dengan ketat sesuai dengan aturan yang berlaku. Sehingga kemungkinan
terjadinya penyelundupan sangat kecil. Ikan napoleon dari Indonesia umumnya di ekspor dilakukan secara illegal melalui
laut dan transaksi dilakukan di laut serta langsung dibawa kenegara pengimpor
yang antara lain Singapore, Hongkong, Cina dan Taiwan. Peraturan yang
mewajibkan pengekspor melakukan perdagangan melalui udara dengan kuota yang
minimum tidak efektif.
Pada tahun 2012, telah ada wacana untuk menyetop
perdagangan ikan Napoleon, namun muncul suatu
fenomena yang sangat unik dan menarik dan tidak ada ditempat lain di
Indonesia dan bahkan di dunia, yaitu keberhasilan masyarakat Anambas
membesarkan juvenil atau anakan ikan Napoleon hingga ukuran layak jual. Saat
ini, usaha pembesaran ikan napoleon di karamba oleh masyarakat di Kabupaten
Anambas dan kabupaten Natuna, telah menjadi salah satu sumber pemasukan yang
signifikan bagi masyarakat setempat. Pendampingan dan pembinaan dari pemerintah
sangat diperlukan, terutama mendorong kepada secretariat CITES untuk tidak
memasukkan ikan napoleon hasil pembesaran di karamba kedalam ketentuan
CITES. Sampai saat ini, ikan napoleon dari hasil pembesaran di karamba (sea ranching) belum diakui sebagai hasil
budidaya, masih diperlakukan sebagai ikan hasil tangkapan dari alam. Hal
tersebut berkonsekuensi terhadap perdagangan internasionalnya yaitu tetap
diberlakukan kuota perdagangan ekspornya.
a.
Penyusunan dokumen rencana aksi
pengelolaan
Direktorat
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Ditjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil-Kementerian
Kelautan dan Perikanan berinisiasi menyusun dokumen Rencana Aksi Konservasi
(RAK) Ikan Napoleon yang dilakukan dalam rangka merumuskan rencana program yang
akan dilakukan selama 5 tahun ke depan dalam rangka melaksanakan mandat terkait
dengan pengaturan pemanfaatan ikan napoleon, termasuk pengaturan dalam kerangka
konvensi CITES. Pelaksanaan program
konservasi ikan napoleon melibatkan berbagai instansi terkait, untuk dapat
mensinergikan program pada masing-masing instansi.
Dokumen RAK ikan napoleon saat
ini masih dalam proses pembahasan bersama dengan instansi terkait dan para
pakar dan diharapkan dapat diselesaikan pada tahun 2015 ini. Dokumen RAK ini diharapkan dapat menjadi
acuan bersama dalam rangka pelaksanaan program konservasi ikan napoleon.
b.
Upaya perlindungan
Beberapa
upaya yang sudah dilakukan dalam rangka perlindungan ikan napoleon diantaranya
adalah :
(1)
Menerbitkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 37 tahun 2013.
(2)
Melakukan
sosialisasi regulasi perlindungan terbatas ikan napoleon kepada lembaga/instansi
terkait di pusat dan masyarakat di daerah.
(3)
Menyiapkan
pedoman pelaksanaan survei populasi napoleon
(4)
Bimbingan
teknis pelaksanaan survei populasi ikan napoleon bagi petugas lapangan yang ada
di Balai/Loka PSPL.
(5)
Survey
populasi ikan napoleon di beberapa lokasi, di antaranya : perairan Kabupaten
Anambas, perairan Kabupaten Tapanuli Tengah, perairan Sulawesi, perairan Raja
Ampat, perairan sekitar Kepulauan Aru
dan Sulawesi Utara.
Dalam upaya
perlindungan habitat, perlindungan terumbu karang dalam kawasan konservasi
diharapkan dapat mendorong peningkatan populasi ikan napoleon di habitat
alam. Salah satu kawasan konservasi
yang memiliki program untuk melindungi
habitat ikan napoleon adalah Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN)
Anambas di Provinsi Kepulauan Riau.
c.
Upaya pelestarian
Kajian
penelitian tentang pemijahan ikan napoleon sudah menunjukkan kemajuan yang
cukup berarti, walaupun masih dalam tahap penelitian, Balai Besar Penelitian
Perikanan Laut yang berlokasi di Gondol-Bali sudah berhasil berhasil memijahkan
ikan napoleon. Rendahnya survival rate
anakan masih menjadi kendala yang belum dapat terpecahkan dalam usaha
pembudidayaan ikan napoleon.
Walaupun jenis ini sudah dapat
dipijahkan, ketersediaan bibit untuk kepentingan pengkayaan populasi maupun
kepentingan budidaya masih belum tersedia.
Memperhatikan hal tersebut, sampai dengan saat ini belum ada upaya yang
cukup signifikan yang dilakukan oleh pemerintah dan stakeholder lainnya dalam
pengkayaan populasinya di habitat alam.
d.
Upaya pemanfaatan
Beberapa
upaya yang telah dilakukan dalam rangka pemanfaatan berkelanjutan ikan napoleon
di habitat alam, diantaranya adalah :
(1)
Melakukan
survei populasi ikan napoleon pada lokasi kuota sebagai dasar dalam penentuan
kuota penangkapan,
(2)
Melakukan
pembinaan dan pendampingan dalam usaha pembesaran ikan napoleon dalam keramba
jarring apung di Kabupaten Anambas dan Kabupaten Natuna– Kepulauan Riau, dan
(3)
Melakukan
kajian di wilayah mana saja, populasi ikan napoleon yang dapat dijadikan lokasi
wisata selam.
e.
Kelembagaan
Koordinasi antar stakeholder terkait yang
bertujuan untuk meningkatkan koordinasi antar instansi terus dilakukan sejak
diperbaharuinya regulasi perlindungan terbatas ikan napoleon. Beberapa upaya yang sudah dilakukan diantaranya
adalah penyusunan dokumen Rencana Aksi
Nasional Pengelolaan Ikan Napoleon dan penyusunan buku ‘Pedoman Identifikasi
dan Monitoring Ikan Napoleon. Dokumen-dokumen tersebut, penyusunannya melibatkan instansi terkait dan para
pakar. Draft tersebut masih diperlukan
pembahasan lanjutan untuk penyempurnaannya.
Suatu Harapan
Dengan dilengkapinya berbagai dokumen
pengelolaan ikan napoleon termasuk regulasinya, diharapkan ke depan pengelolaan
ikan napoleon ini dapat lebih baik, yaitu dengan semakin meningkatnya dampak
positif dari perekonomian ikan napoleon terhadap masyarakat yang mengusahakannya
dan populasi ikan napoleon di alam
beserta kelestarian ekosistem lingkungannya dapat tetap terjaga dengan baik.
(Sebagian data dan informasi
dalam tulisan ini adalah hasil komunikasi pribadi dengan Prof Suharsono dari
LIPI)
![]() | |
Klasifikasi dan Morfologi Ikan Napoleon |
![]() |
Hasil Survei Populasi Ikan Napoleon di Beberapa Tempat |
![]() |
Peta Sebaran Ikan Napoleon di Dunia (Sumber: LIPI 2012) |
Keramba Jaring Apung Tempat Pembesaran Ikan Napoleon |
Keramba Jaring Apung di Kab. Anambas |
Ikan Napoleon yang Dibesarkan di Keramba Jaring Apung |
![]() |
Ikan Napoleon (Cheilinus undulatus) |