Menurut Hari Poerwanto
(2006); Kebudayaan adalah proses adaptasi masyarakat terhadap lingkungannya.
Sementara itu, keanekaragaman kebudayaan adalah disebabkan oleh lingkungan
tempat tinggal mereka yang berbeda (environmental determinism). Dan menurut Koentjaraningrat
(2015), wujud kebudayaan adalah diantaranya sebagai kompleks aktivitas kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat. Pendapat para pakar itulah setidaknya
yang dapat menerangkan kenapa ada pasar terapung di Kalimantan Selatan.
Kalimantan Selatan
dikenal dengan sebutan ‘wilayah seribu sungai’, karena di Kalimantan Selatan
setidaknya yang telah terpublikasi ada 35 sungai. Sungai Barito dan Sungai
Martapura adalah diantaranya. Karena sungai ada dimana mana, maka kehidupan
masyarakatnya tidak bisa terpisahkan dari sungai. Termasuk tempat transaksi
(pasar) aneka kebutuhan masyarakat.
Pasar yang berada di
atas badan air, baik sungai atau danau, lazim disebut pasar terapung. Pasar
terapung telah menjadi icon wisata di Kalimantan Selatan.
Di sekitaran kota
Banjarmasin ada 3 pasar terapung yang sudah dikenal luas, yaitu pasar terapung
kuin (di kota Banjarmasin), pasar Barito, dan pasar Lok Baintan (di Kab.
Banjar). Masing masing pasar terapung tersebut memiliki keunggulan
sendiri-sendiri. Saya berkesempatan pada hari Rabu pagi (12/08/2015) untuk
mengunjungi pasar terapung Lok Baintan.
Jam 5 pagi kami sudah
bersiap di dermaga di depan Mesjid Raya di Kota Banjarmasin. Kami mengejar
aktivitas pasar terapung Lok Baintan di Kab. Banjar yang dimulai selepas subuh
sampai pk 07-an pagi. Dan kami naik perahu yang telah disewa pulang pergi, atau
sampai siang hari seharga Rp 750 rb.
Menyusuri sungai
Martapura di pagi hari dapat memberikan kesenangan
tersendiri. Kita bisa menyaksikan matahari terbit (sunrise) di atas sungai,
menyaksikan aktifitas masyarakat di
rumah kayu yang berderet deret di kanan kiri sungai, dan tentu aktifitas
masyarakat dengan naik jukung (perahu kecil) yang berlalu lalang, ada yang mau
ke ladang, ada yang mau ke pasar, atau anak anak berangkat ke sekolah. Inilah
salah satu alasan kenapa kami ingin menyaksikan pasar terapung Lok Baintan di
Kab. Banjar.
Dari kota banjarmasin
ke Lok Baintan diperlukan setidaknya 1 jam perjalanan.
Sesampainya di pasar
terapung Lok Baintan, kami segera dikelilingi puluhan ibu ibu yang sambil mengayuh
jukungnya yang menawarkan dagangannya masing masing. Air sungai berwarna coklat
terpendar cahaya matahari yang memantul ke wajah wajah gigih ibu ibu yang tegar
menjalani kehidupannya. Mereka hebat!
Yang saya lihat, yang
paling banyak ditawarkan adalah sayuran, jeruk, pisang, ubi, yang lainnya ada
yang menawarkan ikan sungai segar seperti sepat siam, udang, haruan/gabus, ada
juga yang menawarkan camilan seperti donat atau gorengan.
Harga harga yang ditawarkan
juga sangat murah menurut ukuran kami, satu tandan pisang mas yang terdiri dari
beberapa sisir hanya diminta Rp 10 rb saja, harga satu bakul jambu air hanya Rp
20 rb saja, begitu juga dengan harga jeruk bali hanya Rp 25rb untuk satu
keranjang.
Sahdan, dahulunya
sistem transaksi di pasar ini adalah sistem barter tidak ada transaksi memakai
uang. Transaksi barter diantara ibu ibu penjual masih berlangsung walaupun
hanya kadang kadang saja tetapi itu bisa terjadi kalau hari sudah siang dan
dagangannya dari jenis yang tidak bisa disimpan untuk dijual keesokan harinya.
Pada pagi itu
setidaknya ada 3 keluarga turis manca negara dan 3 pasang muda mudi turis manca
negara juga dan beberapa turis lokal. Mereka sangat antusias menyaksikan pasar
terapung ini. Dan perlu dicatat bahwa pasar terapung Lok Baintan sangat
alami/natural bukan pasar terapung buatan (artifisial).
Pertanyaannya sampai
berapa lama lagi kita dapat menyaksikan pasar terapung ini? Karena pembangunan
infrastrustur di daratan jauh lebih cepat berkembang dibandingkan di wilayah sungai.
Jembatan, pasar, jalan raya adalah target target pembangunan di wilayah seribu
sungai ini. Jukung dan perahupun kini diganti oleh sepeda motor dan
kendaraan roda empat. Dan budaya yang terbentuk dari aktifitas di sungai-pun
akan tergantikan oleh budaya daratan.
Dari segi pariwisata,
pasar terapung memiliki daya atraksi tinggi, namun bagi pelaku (ibu ibu yang
berjualan) di pasar terapung, aktifitas di pasar adalah perhitungan untung dan
rugi. Kalau kebanyakan ruginya, berjualan di pasar terapung akan tidak menarik
lagi bagi masyarakat sekitarnya.
Setidaknya, untuk
menjaga agar budaya pasar terapung terus berjalan, bagi pengunjung/turis datang
ke pasar terapung, jangan hanya ambil foto foto-nya saja tetapi usahakan untuk
berbelanja. Toh tidak akan banyak juga uang yang akan dikeluarkan untuk belanja
di pasar terapung ini, apalagi untuk ukuran orang kota. Tapi bagi para pedagang/warga lokal di pasar terapung, itu sangat berarti sekali.
Walaupun suatu
kebudayaan itu pasti akan berubah atau malah hilang. Perubahan atau hilangnya kebudayaan, bisa dikarenakan perubahan
lingkungan dan karena adanya inovasi, namun dengan cara kita sendiri, kita dapat memelihara
kebudayaan itu untuk tetap berjalan lebih lama lagi. Seperti, kita
menghargai para pelaku pasar terapung Lok Baintan di Kalimantan Selatan
ini, dengan sedikit banyak berbelanja.
Bacaan:
Koentaraningrat. 2015.
Kebudayaan Mentalitas dan Pembanguanan. Cetakan ke 21. Penerbit Gramedia
Pustaka Utama. Jakarta. 163 hal.
Poerwanto, Hari. 2006.
Kebudayaan dan Lingkungan. Dalam Perspektif Antropologi. Cetakan ke 3. Pustaka
Pelajar. Jogjakarta. 304 hal
Jam 5 pagi, kami berangkat dari Banjarmasin pergi ke pasar terapung |
bisa menyaksikan sunrise di atas Sungai Martapura |
Toko yang baru buka |
Mandi pagi |
Berangkat beraktifitas |
Sesampainya di lokasi pasar terapung Lok Baintan |
ibu ibu pedagang menawarkan barang dagangannya |
Turis asing antusias melihat aktifitas pasar terapung |
Kamipun sedikit membeli buah buahan yang mereka tawarkan |
Ikan asin sepat siam, sebanyak ini hanya Rp 100rb |
Hari sudah siang, transaksi barter diantara pedagang |
Toko/warung di pinggir sungai Martapura dengan pembelinya |
Budidaya ikan patin dalam karamba jaring apung |
Infrastruktur di darat jauh lebih berkembang pesat, seperti jalan raya, jembatan |
Sepulang dari Lok Baintan sekitar pk 08, kami mampir di soto banjar 'Bang Amat' |
Sarapan soto Banjar Bang Amat yg terkenal di Banjarmasin |
Harian KOMPAS tg 20 September 2015 |