Senin, 29 Februari 2016

Pedoman Identifikasi dan Pedoman HIU APENDIKS II CITES

https://www.scribd.com/doc/301345640/Pedoman-Pendataan-Hiu-Apendiks-CITES (link download)



Perairan laut Indonesia memiliki keragaman jenis hiu dan pari yang tinggi, diperkirakan ada sejumlah 221 jenis hiu dan pari. Yang terdiri dari 117 jenis hiu, 111 jenis pari, dan 3 jenis hiu hantu. Namun kondisi saat ini menunjukkan bahwa beberapa jenis hiu dan pari telah mengalami penurunan populasinya yang tinggi, bahkan ada yang sudah katagori hamper punah.

Pada CoP CITES tahun 2013 lalu, lima spesies hiumasuk dalam daftar apendiks ll CITES dan empat spesies diantaranya terdapat di perairan laut Indonesia, yaitu: 3 spesies hiu martil yang terdiri dari: Sphyrna lewini, Sphyrna mokarran, dan Sphyrna zygaena. Dan hiu koboi (Carcharhinus longimatus). Dengan maasuknya hiu hiu Indonesia tersebut kedalam apendiks ll CITES dan Indonesia telah meratifikasi segala ketentuan / aturan CITES, artinya segala aturan perdagangan tentang hiu yang masuk apendiks CITES tersebut harus diikuti oleh Indonesia. Ketentuan utama perdagangan yang berlaku di CITES adalah: keberlanjutan atau sustainability, keterlacakan atau traceability, dan legalitas atau legality. Selain itu, di Indonesia untuk ke empat jenis hiu tersebut sudah ada aturannya yang dilarang untuk diperdagangkan ke luar negeri (diekspor). Untuk dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan CITES tersebut maka diperlukan pendataan yang lebih rinci sampai ke level spesies. Sehubungan dengan hal tersebut, diperlukan adanya pedoman untuk dapat membedakan satu spesies hiu dengan spesius hiu lainnya.

Buku yang disusun oleh: Didi Sadili, Fahmi, Dharmadi, Sarmintohadi, dan Ihsan Ramli ini bertujuan untuk dapat menjadi pedoman para petugas lapangan dalam melakukan kegiatan pendataan hasil tangkapan hiu khususnya hiu martil dan hiu koboi serta dapat membedakan mana yang masuk hiu martil dan hiu koboi, dan mana yang masuk jenis hiu lainnya.
Buku Pedoman Identifikasi Hiu
Hiu Martil dan Hiu Koboi yang Masuk Apendiks ll CITES

Habitat dan Penyebaran Dugong, Ikan Duyung, Dugon dugong di Kabupaten Bintan - Provinsi Kepulauan Riau


Sebagai salah satu jenis ikan yang dilindungi menurut regulasi Nasional yaitu Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 dan aturan internasional, dugong atau ikan duyung atau juga  Dugong dugon sangat perlu di identifikasi keberadaannya, mengingat tingkat populasi biota yang merupakan salah satu kelompok mamalia laut yang ada di wilayah Indonesia sudah sangat langka. Masih beruntung, di wilayah Kabupaten Bintan dan Kabupaten Lingga provinsi Kepulauan Riau, Keberadaan ikan ini masih sering dijumpai. Dalam beberapa kasus seringkali ikan ini ditemukan dalam kondisi hidup atau mati sebagai hasil tangkapan sampingan (By Catch) nelayan dan pada musim utara sering dijumpai kasus terdamparnya biota ini di wilayah Kabupaten Bintan. Beberapa dugaan yang diidentifikasi sementara alasan ikan dugong terdapat di pulau Bintan dikarenakan masih terjaganya ekosistem padang lamun di perairan sekitar Pulau Bintan sebagai habitat dari dugong ini. Terutama di wilayah Bintan bagian utara, dimana luasan ekosistem padang lamun tersebut mencapai 2600 ha dengan kondisi yang sangat baik. Perlu diketahui juga, Kabupaten Bintan Merupakan salah satu daerah yang memiliki ekosistem perairan yang masih terjaga. Ini tersebut terlihat adanya beberapa wilayah perairan yang di jadikan kawasan konservasi laut daerah oleh pemerintah daerah Kabupaten Bintan.

Dari wawancara yang dilakukan bersama dengan masyarakat Suku Laut yang merupakan suku asli / suku tradisional yang hidupnya 100% selalu berada di perairan laut yang berada  di desa berakit, kecamatan Bintan Timur di dapatkan informasi bahwa penyebaran biota ini terdapat di wilayah utara pulau Sumpat dan perairan laut pulau Lobam. Perairan Desa Berakit dan Perairan Desa Pengudang.

Sebelum tahun 1960-an, masyarakat suku laut masih aktif memburu biota ini, dimana paling tidak dalam satu minggu bisa mendapatkan hasil tangkapan ikan dugong sebanyak 1 ekor, dan dimanfaatkan dagingnya untuk dikonsumsi dan taring-nya digunakan sebagai obat-obatan tradisional.

Saat ini masyarakat Suku Laut sudah memahami bahwa ikan dugong termasuk dalam biota yang dilindungi, sebagai hasil dari pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan sendiri, yang telah melakukan upaya-upaya pendekatan persuasif terhadap kelompok masyarakat Suku Laut yang kehidupannya hanya sebagai nelayan untuk turut serta terlibat dalam melindungi, mengkonservasi dugong beserta ekosistem padang lamunnya sebagai habitat dari dugong tersebut.
Sudah selayaknya kita mengkonservasi dugong beserta ekosistemnya ini, agar lingkungan kita baik dan kehidupan kita juga baik.

Beberapa catatan dan dokumentasi terkait tertangkapnya  dugong baik melalui penangkapan tidak sengaja dari alat tangkap jaring ikan  maupun terdampar adalah sebagai berikut:



No
Tanggal
Jenis Kelamin
Lokasi Ditemukan
Kondisi
Ketarangan
1
11/10/2008
-
-
Mati
Dewasa
2
15/06/2010
-
Desa Berakit
Hidup
Anakan
3
06/01/2011
-
Desa Busung
Hidup
Dewasa
4
16/11/2012
-
Desa Busung
Mati
Dewasa
5
24/01/2013
-
Desa Kawal
Mati
Dewasa
6
__/01/2013
-
Desa Berakit
Mati
Dewasa
7
18/11/2014
Jantan
Desa Gora
Hidup
Anakan

(Sumber : Bappeda Bintan, DKP Bintan, BPSPL-Satker Tj.Pinang.20 14)

Tulisan ini bersumber dari: Satuan Kerja Tanjungpinang-Kepulauan Riau Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Padang 214.
Letak Desa Berakit di Kab. Bintan yang Merupakan Jalur Pelayaran Internasional
Kantor Desa Berakit
Wawancara dengan Ketua Suku Laut
Penanganan Dugong yang tertangkap Bycatch 1
Penanganan Dugong yang Tertangkap Bycatch 2
Penanganan Dugong Terdampar


Tinjauan Status Perikanan Hiu dan Upaya Konservasinya di Indonesia

https://www.scribd.com/doc/301149695/Tinjauan-Status-Perikanan-Hiu-Dan-Upaya-Konservasinya-Di-Indonesia
(Link Download-Buku)


Perikanan hiu dan pari (Elasmobranchii) merupakan salah satu komoditas perikanan yang penting di dunia. Data FAO melaporkan bahwa data tangkapan ikan ikan Elasmobranchii di dunia pada tahun 1994 mencapai 731 ribu ton. Dari jumlah tersebut, Negara-negara asia menyumbang 60% dari total tangkapan tersebut. Dan empat negara Asia, yaitu: Indonesia, India, Jepang, dan Pakistan berkontribusi sekitar 75% dari total tangkapan hiu dan pari di wilayah Asia (Bonfil, 2002).

Sebagai Negara terluas perairan lautnya dan paling tinggi keragaman jenis Elasmobranchii, wajar jika Indonesia merupakan penghasil hiu dan pari terbesar di dunia. Total produksi hiu dan pari Indonesai sekitar diatas 100 ton per tahunnya.

Perikanan hiu di Indonesia telah berkembang sejak tahun 1970-an, sebagai tangkapan hasil sampingan (bycatch) dari perikanan rawai tuna. Namun, perikanan hiu semakin popular seiring meningkatnya harga sirip hiu dan harga sirip hiu pada tahun 1988, sehingga menjadikan daya tarik nelayan sehingga hiu menjadi salah satu target tangkapan nelayan di beberapa perairan sekitar tempat pendaratan ikan di Indonesia, khususnya pada perikanan artisanal (Anung dan Widodo, 2002).

Perikanan hiu di Indonesia telah menjadi sorotan dunia pada ahir ahir ini. Hal tersebut sebagai konsekuensi dari total produksi hiu Indonesia yang tertinggi di dunia. Dilain pihak, perikanan hiu di Indonesia, pertumbuhan produksinya sudah melebihi batas kemampuan produksinya. Hal ini dapat terlihat dari hasil tangkapan nelayan yang cenderung makin menurun dan daerah penangkapannya semakin jauh.

Sorotan dunia terhadap perikanan hiu tersebut telah menjadikan Indonesia untuk ikut serta mengkonservasi hiu tersebut. Namun sayangnya, keterbatasan dari data dan informasi mengenai; data tangkapan, potensi, keragaman jenis, biologi, dan tingkat eksploitasi hiu di Indonesia telah menjadi pembatas dalam menentukan dasar rasional dari penerapan pengelolaan hiu secara berkelanjutan.

Buku ini bertujuan untuk memberikan pemikiran dasar tentang perlunya konservasi hiu dan pari di Indonesia.
Buku: Tinjauan Status Perikanan Hiu

Kamis, 25 Februari 2016

Pengenalan Jenis-Jenis Mamalia Laut Indonesia


https://www.scribd.com/doc/300565784/Buku-Pengenalan-Mamalia-Laut
Apa itu Mamalia Laut?

Secara biologi, orang sering salah mengira bahwa paus, lumba-lumba, dan dugong adalah ikan. Padahal mereka termasuk kelompok besar biota mamalia. Karena mereka memiliki karakter yang sama dengan mamalia yang hidup di darat.

Mamalia laut seperti mamalia darat, mereka bernafas dari oksigen yang terkandung di dalam udara. Udara diambil melalui lubang nafas saat mereka ke permukaan air yang kemudian udara tersebut diolah oleh paru-paru. Mereka juga mengandung, melahirkan, menyusui, dan mengasuh anak-anaknya, seperti halnya mamalia darat. Mamalia laut juga memiliki rambut, hanya saja rambut tersebut terlihat pada saat awal kehidupannya dan akan menghilang seiring bertambahnya umur mereka. Rambut-rambut halus tersebut terdapat pada bagian moncong tubuhnya yang disebut whisker.

Ada sedikit perbedaan antara mamalia laut dengan mamalia darat. Anak-anak mamalia laut begitu dilahirkan, sudah langsung berenang dan menyusu kepada induknya. Dan anak-anak mamalia laut lahir dengan bagian ekor yang keluar terlebih dahulu.

Jenis Mamalia Laut

Mamalia laut tersebut dikelompokkan menjadi bangsa Cetacean yaitu paus dan lumba-lumba, dan bangsa Sirenia yaitu dugong.  

Perairan Indonesia merupakan habitat yang sekaligus juga merupakan jalur migrasi berbagai jenis mamalia laut tersebut. Sampai saat ini, di perairan Indonesia telah teridentifikasi ada 36 jenis Cetacea, dimana jumlah tersebut setara dengan sepertiga dari seluruh jenis Cetacea yang ada di dunia. Termasuk keberadaan paus biru (Balaenopteramusculus) di perairan Indonesia, yang mana spesies ini sudah katagori langka dan hampir punah.

Mamalia laut yang terdapat di perairan Indonesia, terdiri dari ordo Cetacea dan ordo Sirenia. Ordo Cetacean terdiri dari sub ordo Mysticeti dan Sub ordo Odonteceti. Sub ordo Mysticeti terdiri dari 9 jenis paus yang termasuk di dalamnya family Balaenopteridae. Sub ordo Odonteceti terdiri dari 5 famili, yaitu: Delphinidae (18 jenis), Kogiidae (2 jenis), Phocoenidae (1 jenis), Physeteridae (1 jenis), dan Ziphiidae (4 jenis). Sedangkan ordo Sirenia hanya memiliki 1 jenis saja, yaitu family Dungongidae.

Semua jenis mamalia laut yang ada di Indonesia sudah berstatus dilindungi melalui Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999.

Tujuan dari Buku Ini.

Karena perairan Indonesia merupakan habitat dan jalur migrasi dari berbagai jenis mamalia laut, dan juga di wilayah Indonesia sering didapatkan adanya pendamparan (stranding) dari mamalia laut tersebut. Maka buku ini terbit sebagai pedoman dalam pelaksanaan pendataan di lapangan sebagai langkah awal untuk pelestarian berbagai mamalia laut yang sudah berstatus terancam punah tersebut.
Dugong
Paus Bungkuk
Paus Bride yang Terdampar di Merauke awal 2015
Paus yang Terdampar di Morewali Sulawesi Tengah





Senin, 22 Februari 2016

Wisata Selam, Diving di Pulau Weh Kota Sabang - Aceh

https://www.scribd.com/doc/300085524/Titik-Selam-di-Pulau-Weh-Kota-Sabang (Link Download)



Dengan dibukanya rute penerbangan langsung dari Medan ke Sabang oleh maskapai Garuda sejak Februari 2015 telah membuka potensi ekonomi Sabang yaitu salah satunya adalah wisata bahari. Kota administrasi Sabang sendiri memiliki wilayah daratan seluas 156,3 km2 yang didominasi oleh luas Pulau Weh yaitu 121 km2 ditambah luas daratan pulau-pulau kecil lainnya, yang terdiri dari pulau Rubiah, pulau Seulako, pulau Roko, dan pulau Rondo. Pulau Rondo adalah salah satu pulau kecil terluar yang menjadi acuan batas wilayah NKRI. Dan Kota Sabang terletak di dalam Pulau Weh tersebut
Posisi pulau Weh di selat Malaka sangat penting dan sangat strategis karena berada di pertemuan Samudera Hindia di sebelah timur dan Samudera Pasifik di sebelah barat. Kondisi strategis ini menjadikan pulau Weh sangat menarik secara ekonomi. Selain itu, ternyata pulau Weh menyimpan potensi wisata bahari yang tinggi, seperti; wisata pulau kecil dan wisata selam. Wisata selam telah menjadi tujuan utama pelancong atau turis datang ke Sabang. Setidaknya terdapat 538 jenis ikan yang ada di laut pulau Weh dan walaupun jenis karang keras dan karang lunak yang ada  cenderung homogen atau tidak terlalu beragam namun kondisinya sangat baik.
Fokus wisatawan yang datang untuk menyelam di pulau Weh, umumnya tertuju kepada dua tempat yang ramai dikunjungi, yaitu: Gapang atau Pantai Dermaga Teupin Layu di Iboih.
Underwater landscape pulau Weh benar-benar masih jarang tersentuh. Setiap ekosistem kehidupan bawah airnya menawarkan sesuatu yang spektakuler untuk setiap tingkat pengalaman menyelam. Karakter titik selam di pulau Weh cukup beragam. Hampir seluruh situs selam memiliki daya tarik untuk keperluan photography bawah air. Bagi penyelam berpengalaman, dapat mencoba penyelaman di situs Sophie Wreck, bangkai kapal kargo sisa Perang Dunia ll pada kedalaman 60 m, atau menguji adrenalin di situs selam Arus Palee yang dalam Bahasa Inggrisnya disebut bastrad current atau dalam Bahasa Indonesia disebut arus bajingan. Tentu sesuai namanya, arus disini dikenal liar dan kuat. Kalau mau mencoba sensasi gunung api bawah laut, di titik selam pulau Weh bisa mencoba underwater volcano.
Sangat menarik, yuk pergi ke Pulau Weh   


Letak Kota Sabang di Pulau Weh dan Beberapa Situs Selam/Diving
















Sabtu, 20 Februari 2016

Rencana Aksi Nasional Konservasi Ikan Napoleon

https://www.scribd.com/doc/299898714/Rencana-Aksi-Nasional-Konservasi-Ikan-NAPOLEON (Link Download)

Ikan napoleon (Chelinus undulatus) menjadi komoditas perikanan yang eklusif karena harganya yang mahal. Di negara China dan Hongkong, hidangan ikan napoleon adalah hidangan prestise. Hidangan ikan napoleon dulunya hanya diperuntukan untuk kalangan raja, tetapi kini siapapun bisa menyantapnya asal berani membayar dengan harga yang sangat mahal. Harga ikan napoleon pada waktu itu di tingkat pembudidaya di Natuna dan Anambas mencapai Rp 1,3 juta per kg-nya. Karena permintaan akan ikan napoleon cukup tinggi, maka tidak ayal lagi, keberadaan di alam perairannya menjadi rawan mengalami kepunahan (vulnerable), sehingga CITES pada tahun 2004 memasukkannya kedalam Apendiks ll, yang artinya ikan napoleon ini akan mengalami kepunahan kalau perdagangannya tidak dikontrol secara ketat. Pemerintah Indonesia sendiri sudah menetapkan ikan napoleon sebagai ikan yang dilindungi secara terbatas melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 37 tahun 2013. Ikan napoleon diindonesia yang dilindungi adalah yang berukuran 100 – 1000 gr dan ukuran > 3000 kg.
Namun dengan berjalannya waktu dan adanya kebijakan pemerintah China dan Hongkong yang melarang menyajikan makanan mewah seperti hidangan ikan napoleon pada acara acara kenegaraan, menjadikan permintaan ikan napoleon menurun tajam. Sehingga ekspor ikan napoleon dari Natuna dan Anambas menjadi terganggu. Kini di Natuna dan Anambas diperkirakan masing masing ada stok ikan napoleon sebanyak 300 ribu ekor. Ini telah menjadi permasalah yang harus dicari jalan solusinya. Maka di dalam buku ‘Rencana Aksi Nasional Pengelolaan Konservasi Ikan Napoleon’ ini, selain membahas tentang rencana pengelolaan konservasi ikan napoleon itu sendiri juga membahas stok ikan napoleon yang menumpuk di Natuna dan di Anambas.

Tujuan dari diterbitkannya buku Rencana Aksi Nasional ikan napoleon ini adalah; memberikan arahan bagi mahasiswa, peneliti, pengambil kebijakan, dan pihak-pihak lainnya yang terkait dalam menyusun prioritas program dalam rangka menjaga kelestarian dan pemanfaatan sumber daya ikan napoleon secara berkelanjutan, serta tahapan pemenuhan ketentuan CITES dalam perdagangan internasional dari ikan napoleon.
Ikan Napoleon

Peta Lokasi Budiadaya Ikan Napoleon di Natuna
Peta Lokasi Budidaya Ikan Napoleon di Anambas