Hiu
Tikus/Hiu Monyet/Thresher Shark, Alopias spp. dan Hiu Kejen/Silky Shark/salah
satu dari Kelompok Hiu Lanjaman, Carcharhinus falciformis Diusulkan Masuk
Daftar Apendiks ll CITES
Hiu tikus (Alopias spp.) atau thresher shark dan hiu kejen, ada yang menyebutnya hiu hitam, (Carcharhinus falciformis) atau silky shark yang merupakan salah satu
jenis hiu dari kelompok hiu lanjaman, diusulkan oleh negara Sri Lanka, Maldive,
dan Fiji (negara proponent) yang
didukung oleh Uni Eropa dan Amerika untuk masuk daftar apendiks ll CITES pada
konferensi para pihak dari negara negara anggota CITES (parties) CoP ke 17 di Johanesburg Afrika Selatan pada September-Oktober 2016 ini.
Apabila nanti ke dua
jenis hiu tersebut masuk ke dalam daftar apendiks ll CITES, tentu Indonesia
harus mengantisipasinya melalui diterbitkannya beberapa regulasi yang mengatur
perdagangannya dan tentunya juga untuk mengatur penangkapan dan konservasi ke
dua jenis hiu tersebut.
Tulisan berikut adalah
ingin memotret secara sederhana, bagaimana status produksi, regulasi, dan
lainnya dari jenis hiu tikus dan hiu kejen tersebut.
Produksi
Ikan Hiu di Indonesia
Di Indonesia setidaknya sudah teridentifikasi memiliki 114 jenis hiu
dari 400-an jenis hiu yang ada di dunia. Hal tersebut membuktikan bahwa
perairan laut Indonesia memiliki tingkat keragaman biodiversity yang tinggi. Dengan tingkat keragaman hiu yang tinggi
dan ditambah dengan luasan perairan laut teritorial Indonesia yang mencapai
3.257.483 km2 dan jika ditambah dengan luasan perairan laut ZEEIndonesia
dimana Indonesia berhak untuk mengelola dan memanfaatkannya, luas perairan laut
Indonesia mencapai seluas 9.1 juta km2,
dan dengan garis panjang sepanjang
81.497 km. Berdasarkan data data tadi,
maka tidaklah sulit untuk dipahami kalau produksi hiu Indonesia termasuk
ke dalam 5 besar produsen hiu di dunia. Konstribusi produksi hiu
Indonesia Indonesia dari total produksi hiu dunia sekitar 16,8% (data tahun
2014). Dari data statistik perikanan Indonesia tahun
2014, produksi berbagai jenis hiu tercatat 49.020 ton dengan nilai produksi
mencapai Rp 677.900.750.000,-. Suatu nilai yang fantastis dan ini dapat
menggambarkan bahwa perikanan hiu telah menjadi sumber pendapatan masyarakat,
terutama bagi nelayan penangkap hiu itu sendiri, pengumpul ikan, pedagang ikan,
dan para pengolah ikan. Belum lagi kalau dihitung jumlah tenaga yang terserap
sebagai akibat terjadinya multiplier effecs.
Namun di sisi lain, dalam
kurun waktu 15 tahun terahir, produksi hiu di Indonesia berkecenderungan
menurun terus, yaitu mengalami penurunan sekitar 28,30% atau dari produksi
68.366 ton pada tahun 2000 menjadi 49.020 ton pada tahun 2014. Angka produksi
tersebut setidaknya dapat menggambarkan bahwa telah terjadi penurunan populasi
ikan hiu di perairan laut Indonesia.
Beberapa indikasi
terjadinya penurunan populasi stok sumber daya ikan di suatu perairan, dapat
ditandai dari: (1) ukuran ikan yang tertangkap semakin kecil, (2) terjadi
perubahan komposisi hasil tangkapan, (3) menurunnya CPUE catch per unit effort, dan (4) menurunnya jumlah hasil tangkapan
atau produksi.
Sejak tahun 2005 hingga
saat ini, data produksi ikan hiu nasional yang tercatat dalam Buku Statistik
Perikanan Indonesia, terbagi dalam 5 kelompok besar, yaitu: (1) hiu tikus atau Alopias spp., (2) hiu lanjaman, salah
satunya hiu kejen (suku Carcharhinidae),
(3) hiu mako (Isurus spp. Suku Lamnidae), (4) hiu martil (Sphyrna spp. Suku Sphyrnidae),
dan (5) kelompok hiu botol yang terdiri dari beberapa jenis Squalidae dan Centrophoridae (Bangsa Squliformes).
Namun, data Statistik Perikanan Indonesia tersebut belum dapat menggambarkan
kondisi produksi ataupun populasi sampai ke tingkat spesies. Padahal, sejak
masuknya 4 jenis hiu dan pari manta ke dalam daftar apendiks CITES pada CoP
CITES ke 16 tahun 2013 di Bangkok, dianjurkan kepada seluruh anggota CITES untuk memiliki data tangkapan sampai ke tingkat
spesies, khususnya untuk jenis yang telah masuk kedalam daftar apendiks CITES.
Perikanan
Hiu di Indonesia
Sebagian besar produksi
hiu Indonesia merupakan hasil tangkapan sampingan atau bycatch, terutama bycatch dari armada perikanan tuna. Wilayah Pengelolaan
Perikanan (WPP) dimana hiu banyak tertangkap adalah di WPP 573 atau di sekitar
perairan Samudera Hindia, yang tersebar mulai dari Binuangeun Banten, Pelabuhan
Ratu Jawa Barat, Cilacap Jawa Tengah, Muncar Jawa Timur, Tanjung Luar NTB,
sampai di perairan pulau pulau kecil di NTT. Tidak kurang ada 136.631 armada
kapal penangkapan ikan tuna yang beroperasi di Samudera Hindia. Dan sebagian
besar armada armada kapal penangkapan tuna tersebut menghasilkan bycatch berupa ikan hiu.
Wilayah penangkapan ikan
(fishing ground) ikan hiu, berada mulai
dari daerah pesisir sampai laut lepas, dengan menggunakan kapal mulai dari
jukung sampai kapal berukuran tonase besar. Alat penangkapan ikannya-pun cukup
beragam, seperti: jaring insang, pukat, pancing, dan rawai.
Beberapa jenis alat
penangkapan ikan yang berkontribusi besar terhadap produksi ikan hiu, adalah
sebagai berikut:
(1)
Jaring Insang Tuna
Alat penangkapan ikan
jenis jaring insang ini ditujukan untuk menangkap ikan tuna dan ikan cakalang,
namun dalam pengoperasiannya beberapa jenis ikan hiu sering ikut tertangkap.
Jenis alat penangkapan ikan ini termasuk selektif karena ukuran mata jaringnya
cukup besar sehingga hanya ikan yang berukuran besar saja yang umumnya sudah
ukuran dewasa yang tertangkap.
Beberapa jenis ikan hiu
yang tertangkap oleh jaring insang tuna ini adalah: hiu tikus atau hiu monyet
atau thresher shark atau Alopias pelagicus dan Alopias superciliosus, hiu macan atau Galeocerdo cuvier dan beberapa jenis kelompok
hiu lanjaman (Carcharhidae) seperti
hiu kejen Carcharhinus falciformis.
(2)
Rawai Tuna
Alat penangkapan ikan
jenis rawai tuna adalah alat penangkapan ikan yang ditujukan untuk menangkap
ikan tuna dan cakalang. Basis kapal dengan alat penangkapan ikan jenis ini,
adalah di: Pelabuhan Ratu Jawa Barat, Cilacap Jawa Tengah, Benoa Bali, dan
Bitung dengan daerah operasi di perairan laut Selatan Jawa atau Samudera Hindia
dan perairan laut Selatan Jawa.
Meskipun alat penangkapan
ikan Rawai Tuna ini ditujukan untuk menangkap ikan tuna dan cakalang, namun
beberapa jenis hiu oseanik yang berukuran dewasa –sering ikut tertangkap. Jenis
hiu yang sering ikut tertangkap oleh jenis alat penangkapan ikan ini adalah:
hiu tikus Alopias spp., hiu mako Isurus spp., hiu karet Prionace glauca, dan beberapa kelompok
hiu lanjaman dari family Carcharhinidae,
seperti hiu kejen.
(3)
Rawai Hiu Dasar
Alat penangkapan ikan
rawai hiu dasar merupakan alat penangkapan ikan yang terdiri dari banyak mata
pancing dengan menggunakan umpan yang pengoperasiannya di dasar perairan laut
dengan kedalaman 50 – 100 meter. Ikan umpan yang digunakan adalah ikan pelagis,
seperti ikan: kembung, tongkol, dan layang. Alat penangkapan ikan ini ditujukan
untuk menangkap hiu yang habitatnya di dasar perairan.
Jenis ikan hiu yang umum
tertangkap dengan alat penangkapan ikan Rawai Hiu Dasar ini adalah dari jenis: hiu martil Sphyrna lewini, hiu tahu Hexanchus griceus, hiu macan Galeocerdo cuvier, serta beberapa jenis
hiu lanjaman seperti: Cacharhinus sorrah,
Carcharhinus obscurus, Carcharhinus limbatus, Carcharhinus brevipinna, dan Carcharhinus amblyrhincos.
(4)
Rawai Hiu Hanyut
Jenis alat penangkapan
ikan Rawai Hiu Hanyut ini adalah alat penangkapan ikan yang ditujukan untuk
menangkap berbagai jenis hiu yang habitatnya berada di laut lepas atau perairan
samudera. Umpan yang digunakan adalah ikan: tongkol, layang, dan kembung.
Beberapa jenis ikan hiu
yang umum tertangkap oleh alat penangkapan ikan Rawai Hiu Hanyut adalah: hiu
karet Prionace glauca, hiu mako Isurus oxyrinchus, hiu macan Galeocerdo cuvier, kelompok hiu lanjaman
terdiri dari Carcharhinus obscurus, Carcharhinus
falciformis, Carcharhinus brevipinna,
dan hiu tikus Alopias pelagicus.
Jenis alat penangkapan
ikan dan jenis hiu yang tertangkap di beberapa sentra perikanan dapat dilihat
pada table di bawah ini:
Tabel. Kontribusi
Jenis Alat Penangkap Ikan
Terhadap Jenis Hiu
yang Tertangkap
Data data di atas menunjukkan bahwa jenis hiu yang paling banyak
tertangkap oleh nelayan adalah jenis hiu dari kelompok hiu lanjaman dan jenis
hiu tikus. Total produksi hiu Indonesia pada tahun 2014 sebanyak 49.020 ton
seperti yang telah disampaikan terdahulu, porsi produksi jenis hiu lanjaman (Charcharinus spp.) adalah jenis hiu yang
paling banyak tertangkap dengan prosentasi sebesar 63,47%, kemudian produksi
hiu monyet atau hiu tikus (Alopias spp.)
sebesar 22,54%, dan kemudian disusul ditempati oleh produksi jenis hiu botol (Squalus spp.) yaitu sebesar 11,21%.
Hiu
yang Sudah Masuk Kedalam Daftar Apendiks CITES
Tabel. Spesies Hiu yang Masuk dalam Appendik CITES
No.
|
Spesies
|
Appendik
|
Tanggal efektif
|
CoP/Tahun
|
1
|
Cetorhinus maximus
(Basking shark)
|
II (sebelumnya III
sejak 13/09/2000)
|
13-02-2003
|
12/
2002
|
2
|
Rhincodon typus
(Whale shark),
Hiu paus
|
II
|
13-02-2003
|
12/2002
|
3
|
Carcharodon carcharias
(Great white shark)
|
II (sebelumnya III
sejak 13/09/2000)
|
12-01-2005
|
13/
2004
|
4
|
Pristidae spp.
(Sawfishes – 7 spesies),
Hiu gergaji
|
I
|
13-09-2007
|
14/
2007
|
5
|
Lamna nasus
(Porbeagle shark)
|
II (sebelumnya III sejak
13/09/2000)
|
14-09-2014
|
2012/setelah gagal
diusulkan pada CoP15 tahun 2010
|
6
|
Carcharinus longimanus
(Oceanic whitetip shark),
Hiu koboi
|
II
|
14-09-2014
|
16/
2013
|
7
|
Sphyrna lewini
(Scalloped hammerhead),
Hiu martil
|
II (sebelumnya III
sejak 13/09/2000)
|
14-09-2014
|
16/
2013
|
8
|
Sphyrna mokarran
(Great hammerhead shark),
Hiu martil
|
II
|
14-09-2014
|
16/
2013
|
9
|
Sphyrna zygaena
(Smooth hammerhead shark), Hiu martil
|
II
|
14-09-2014
|
16/
2013
|
Regulasi
Nasional Terkait Hiu yang Sudah Masuk Apendiks CITES
Tabel. Tindak Lanjut Melalui
Regulasi Nasional dari
Jenis-Jenis Ikan Hiu yang Sudah
Masuk
Daftar Apendiks CITES
No.
|
Spesies
|
Regulasi
|
Status Perlindungan
|
1
|
Pristidae spp. (Sawfishes – 7 spesies), Hiu gergaji
|
PP
No.7/1999
|
Dilindungi
|
2
|
Rhincodon typus (Whale shark), Hiu paus
|
Permen
KP 18/2013
|
Dilindungi
penuh
|
3
|
Carcharinus longimanus (Oceanic whitetip shark), Hiu martil
|
Permen
KP No.34/2015 perubahan atas Permen KP No.59/2014 (habis masa berlaku pada 31
Desember 2016)
|
Larangan
ekspor
|
4
|
Sphyrna lewini (Scalloped hammerhead), Hiu martil
|
Permen
KP No.34/2015 perubahan atas Permen KP No.59/2014 (habis masa berlaku pada 31
Desember 2016)
|
Larangan
ekspor
|
5
|
Sphyrna mokarran (Great hammerhead shark), Hiu martil
|
Permen
KP No.34/2015 perubahan atas Permen KP No.59/2014 (habis masa berlaku pada 31
Desember 2016)
|
Larangan
ekspor
|
6
|
Sphyrna zygaena (Smooth hammerhead shark), Hiu martil
|
Permen
KP No.34/2015 perubahan atas Permen KP No.59/2014 (habis masa berlaku pada 31
Desember 2016)
|
Larangan
ekspor
|
Jenis
Hiu yang Diusulkan Masuk Daftar Apendiks CITES
Jenis
Hiu yang Diusulkan Masuk Daftar
Apendiks
II CITES pada CoP 17 Tahun 2016
Dan
Regulasi yang Terkait dengannya
No.
|
Spesies
|
Regulasi yang Ada
|
1
|
Hiu tikus/Hiu monyet/Thresher shark/Alopias spp.
|
Permen
KP No.57/2014 perubahan atas Permen KP No.30/2012 dan Permen KP No.26/2013
tentang Usaha Perikanan Tangkap Di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia
|
2
|
Hiu kejen/Hiu lanjaman/shilky shark/Carcharhinus
falciformis
|
Belum
ada
|
Perikanan
Hiu Kejen, Hiu Hitam dan Hiu Tikus di Indonesia
1. Hiu Kejen atau Hiu Hitam, Silky Shark, Carcharhinus
falciformis.
Silky
shark atau di Jawa lebih dikenal dengan nama hiu kejen atau
di wilayah timur Indonesia dikenal dengan nama hiu hitam dengan nama latinnya Carcharhinus falciformis (family Carcharhinidae) merupakan salah satu
jenis hiu yang termasuk kedalam kelompok hiu lanjaman memiliki sebaran yang
sangat luas. Hampir ditemukan di seluruh Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP)
kecuali di WPP 571 yaitu di perairan selat Malaka dan sekitarnya.
Hasil kajian terhadap hiu
kejen Carcharhinus falciformis di
perairan Samudera Hindia (WPP 573) menunjukkan bahwa hiu kejen mencapai umur
rata rata 20 tahun, dengan usia matang kelamin/dewasa pada umur 13 tahun untuk ikan jantan dan 15 tahun untuk
ikan hiu kejen betina. Ukuran tubuh baru lahir antara 55 cm – 72 cm dan ukuran
tubuh maksimal dapat mencapai panjang 3,5 meter. Rata rata ukuran pertama kali
usia matang kelamin/dewasa antara 1,83 meter – 2,04 meter untuk jantan dan 2,16
meter – 2,23 meter untuk betina. Hiu kejen ini memiliki pertumbuhan yang
lambat.
Contoh: Komposisi Hiu
Kejen yang tertangkap nelayan di Tanjung Luar NTB pada Tahun 2014 dan 2015
2.
Hiu
Tikus Alopias spp.
Alopias pelagicus
Alopias pelagicus atau hiu tikus merupakan jenis hiu
epipelagis yang memiliki pebaran
luas, mulai dari perairan dangkal hingga perairan dalam di daerah tropis maupun
sub tropis di wilayah Indo Pasifik. Sebarannya di perairan Indonesia diketahui
di perairan Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan yang mencakup WPP 572, 573,
sebagian WPP 711 dan 713.
Adapun penelitian
tentang biologi, ekologi dan aspek
perikanan dari spesies ini di Indonesia masih terbatas. Berasarkan sifat
biologinya, hiu tikus memiliki ukuran tubuh yang sedang, namun karena memiliki
ekor yang panjang, yaitu hampir sama panjang dengan bagian tubuhnya, maka jenis
ikan ini digolongkan dalam kelompok ikan hiu berukuran besar. Panjang maksimumnya dapat mencapai hingga 3,65
meter, dengan ukuran pada saat lahir sekitar 1,30-1,60 meter dan ukuran pada
saat pertama kali dewasa sekitar 2,40 m (jantan) dan 2,60 m (betina) dengan
jumlah anakan yang dihasilkan hanya dua ekor dalam satu kali masa reproduksi. Di
perairan Indonesia siklus reproduksi A. pelagicus tidak berdasarkan musim,
artinya reproduksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Rendahnya reproduksi dan kematian akibat
penangkapan pada jenis hiu ini menyebabkan terjadi penurunan populasi di
perairan bagian timur Samudera Hindia. Famili Alopidae diidentifikasi
sebagai salah satu spesies yang masuk
dalam tujuh kelompok famili dari elasmobranchii
yang paling rawan punah.
Berdasarkan
jumlah hasil tangkapannya, dalam kurun waktu tahun 2006 hingga 2013, jumlah
tangkapan hiu tikus di PPN Cilacap relatif menurun dari sekitar 125 ton pada
tahun 2006 menjadi hanya sekitar 34 ton pada tahun 2013
Gambar . Jumlah hasil
tangkapan hiu tikus (Alopias pelagicus) yang didaratkan di PPN Cilacap pada
kurun waktu 2006-2013
Berdasarkan hasil pendataan
enumerator yang dilakukan dalam kurun waktu 2014-2015 pada perikanan tuna di
PPN Cilacap, diketahui distribusi
ukuran
panjang
total Alopias pelagicus yang didaratkan
di lokasi tersebut relatif bervariasi berdasarkan kelompok
umurnya. Secara umum terdapat dua kelompok ukuran yaitu kelompok ikan muda (120-160
cm) dan kelompok dewasa dengan kisaran ukuran antara 220-280 cm. Pola yang sama
ditujukan pada sebaran ukuran ikan hiu tikus yang didaratkan di TPI Tanjungluar
pada periode yang sama, yang menunjukkan adanya pengelompokkan antara hiu muda
(120-180 cm) dan hiu dewasa dengan kisaran ukuran antara 220-300 cm. Hasil penelitian
sebelumnya terhadap A.pelagicus yang
tertangkap di perairan Selatan Jawa pada tahun 2012 menunjukkan bahwa kelompok
muda dan belum matang kelamin pada A.pelagicus
jantan terdapat pada ukuran antara 150-170 cm dan pada kelompok dewasa sampai
matang kelamin berukuran antara 250-270 cm. Kisaran ukuran A. pelagicus yang tertangkap di beberapa wilayah perairan Indonesia
berdasarkan data yang diambil dari beberapa sumber disajikan pada Tabel berikut.
Adanya indikasi keterancaman
populasi jenis hiu monyet dapat terlihat dari adanya ketidakseimbangan
jumlah antara individu jantan dan betina dalam hasil
tangkapan. Berdasarkan hasil pendataan
bulanan sejak tahun 2014 hingga 2015 yang dilakukan di Cilacap, terdapat
ketidakseimbangan perbandingan
jumlah ikan hiu jantan dan betina yang tertangkap di WPP 573 (Tabel berikut).
Tabel. Kisaran ukuran tangkapan hiu A.pelagicus
yang didaratkan di beberapa sentra perikanan di Indonesia.
Adanya indikasi keterancaman
populasi jenis hiu tikus dapat terlihat dari adanya ketidakseimbangan
jumlah antara individu jantan dan betina dalam hasil
tangkapan. Berdasarkan hasil pendataan
bulanan sejak tahun 2014 hingga 2015 yang dilakukan di Cilacap, terdapat
ketidakseimbangan perbandingan
jumlah ikan hiu jantan dan betina yang tertangkap di WPP 573 (Tabel). Sedangkan hasil pendataan di lokasi lain masih menunjukkan
adanya kesiembangan, seperti di Tanjungluar dan Muncar.
Tabel. Perbandingan jumlah tangkapan individu
jantan dengan betina dari ikan hiu tikus di beberapa wilayah perairan
Indonesia.
Tempat pendaratan
|
Daerah Tangkapan
|
Waktu
|
Rasio kelamin (jantan:betina)
|
Ket
|
Cilacap
|
WPP 573
|
2014
|
1 : 4,8
|
Tidak
seimbang
|
WPP 573
|
2015
|
1 : 2,9
|
Tidak
seimbang
|
|
Tanjungluar
|
WPP 573
|
2014
|
1 : 1,3
|
Seimbang
|
WPP 573
|
2015
|
1 : 1
|
Seimbang
|
|
WPP 713
|
2015
|
1 : 1,3
|
Seimbang
|
|
Muncar
|
WPP 573
|
Des 2014-
Mar 2015
|
1 : 1
|
Seimbang
|
Di lain pihak, hasil perhitungan
tangkapan per satuan upaya (jumlah hook per trip) terhadap ikan hiu tikus
dengan menggunakan pancing rawai hanyut yang dioperasikan dari Tanjungluar
menunjukkan adanya kenaikan dari nilai tahun 2014 ke 2015 untuk wilayah
tangkapan di WPP 573, yaitu dari 0,014 kg/hook,trip menjadi 0,017
kg/hook,trip. Sedangkan berdasarkan
perhitungan jumlah individu yang tertangkap per jumlah kapal yang dioperasikan,
nilai CPUE untuk ikan hiu tikus yang didaratkan di Tanjungluar dan Cilacap pada
Tahun 2014 dan 2015 tersaji pada Tabel 12. Nilai CPUE untuk hiu tikus di Tanjungluar
relatif naik, sedangkan untuk upaya tangkapan di Cilacap cenderung menurun.
Adanya penurunan nilai CPUE di Cilacap lebih disebabkan berfluktuasinya hasil
tangkapan bulanan hiu tikus di lokasi tersebut pada tahun 2014, sementara
kecenderungan CPUE bulanan di Tanjungluar cenderung seragam.
Tabel. Hasil tangkapan hiu tikus (Alopias pelagicus)
per satuan upaya (individu per jumlah kapal) di Tanjungluar dan Cilacap dalam
kurun waktu 2014-2015.
CPUE (ind/kapal)
|
2014
|
2015
|
Tanjungluar
|
2,1
|
2,9
|
Cilacap
|
17,8
|
14,3
|
Alopias superciliosus
Alopias superciliosus atau hiu monyet
merupakan kerabat dari hiu tikus (Alopias
pelagicus) dari Suku Alopiidae. Jenis hiu ini juga merupakan ikan yang hidup
di perairan oseanik dan juga perairan pantai dengan penyebaran luas, mulai dari
perairan dangkal hingga kedalam 500 meter di daerah
tropis maupun temperata yang hangat di seluruh dunia. Sebarannya di perairan
Indonesia diketahui di perairan Samudera Hindia dan Laut Cina Selatan yang
mencakup WPP 572, 573, sebagian WPP 711 dan 713. Berdasarkan sifat
biologinya, hiu monyet memiliki ukuran tubuh yang cukup besar dan berekor
panjang. Panjang maksimumnya dapat
mencapai 4,60 m, dengan ukuran pada saat lahir sekitar 1,00-1,40 m dan ukuran pada saat pertama kali dewasa sekitar 2,76 m (jantan) dan 3,41 m (betina) dengan jumlah anakan yang dihasilkan hanya dua hingga empat
ekor dalam satu kali masa reproduksi.
Sama seperti halnya ikan hiu
tikus, hiu monyet umumnya tertangkap oleh rawai hanyut dan jaring insang hanyut, terutama dalam perikanan tuna tongkol
cakalang (TTC). Berdasarkan data pencatatan hasil pendaratan ikan hiu
pada perikaan tuna di Cilacap dari tahun 2006-2013, A. superciliosus berkontribusi sebesar rata-rata 15,5% pada
perikanan rawai tuna, dan 17,6% pada perikanan jaring insang tuna. Komposisi tangkapan ikan hiu monyet pada
perikanan rawai tuna tersebut hampir seimbang dengan komposisi tangkapan ikan
hiu tikus dalam kurun waktu yang sama.
Sementara kontribusi jenis ikan ini terhadap total tangkapan hiu yang
didaratkan di TPI Tanjungluar tahun 2014-2015 hanya berkisar 1% saja.
Gambar . Hasil tangkapan ikan
hiu monyet (Alopias superciliosus) yang tertangkap di WPP 573 dan didaratkan di
TPI Tanjungluar tahun 2014 hingga 2015.
Tabel. Perbandingan jumlah tangkapan individu jantan dengan betina dari ikan hiu monyet (Alopias superciliosus) di beberapa wilayah perairan Indonesia.
Tempat pendaratan
|
Daerah Tangkapan
|
Waktu
|
Rasio kelamin
(jantan:betina)
|
Ket
|
Cilacap
|
WPP 573
|
2014
|
1 : 2,2
|
Tidak
seimbang
|
WPP 573
|
2015
|
1 : 1,6
|
Tidak
seimbang
|
|
Tanjungluar
|
WPP 573
|
2014
|
1 : 1,9
|
Tidak
seimbang
|
WPP 573
|
2015
|
1 : 2,0
|
Tidak
seimbang
|
Data, Fakta dan Tindak Lanjut
1.
Populasi
hiu tikus Alopias spp. dan hiu kejen, kelompok hiu lanjaman, Carcharhinus
falciformis di perairan Indonesia diindikasikan telah menurun,
2.
Hasil
penangkapan ikan hiu tikus (Alopias spp.)dan ikan hiu kejen (Carcharhinus falciformis) memberikan
kontribusi yang besar terhadap pendapatan nelayan baik hiu nya sebagai target
penangkapan maupun sebagai bycatch,
3.
Persoalan
hiu Alopias spp maupun Carcharhinadae adalah persoalan tentang bycatch bukan masalan perdagangannya,
4.
Regulasi nasional untuk hiu tikus (Alopias spp.) telah ada dan telah
berjalan dengan baik sejak 2012, dengan skema catch and realease,
5.
Pengaturan
pengelolaan hiu melalui mekanisme RFMO sudah berjalan dengan baik,
6.
Indonesia terus berupaya untuk mengurangi bycatch,
7.
Kesulitan ketika dilakukan identifikasi di lapangan
karena banyaknya spesies yang mirip (look
a like species)
8.
Data
data tentang pengelolaan hiu di Indonesia –masih minim-, dan
9.
Indonesia
ingin mengolala sumber daya yang dimilikinya untuk sebesar besarnya kemakmuran
dan kesejahteraan masyarakat Indonesia sendiri.
10.
Indonesia
dalam CoP CITES ke 17 tahun 2016 di Afrika Selatan akan memposisikan untuk
menolak memasukkan Alopias spp. dan Carcharhinus falciformis kedalam daftar
apendiks ll CITES. Walaupun demikian, apabila ke dua jenis hiu tersebut dalam
CoP CITES ke 17 listing kedalam apendiks ll CITES, Indonesia akan menjalankan
perdagangan internasionalnya dari ke dua jenis hiu tersebut sesuai aturan dan
mekanisme CITES.