Sekilas tentang Ikan
Banggai Cardinalfish
Ikan banggai cardinalfish atau ikan capungan banggai atau
Banggai Cardinal Fish disingkat BCF atau Pterapogon
kauderni, awalnya adalah ikan khas atau endemis atau hanya ditemukan di
perairan laut wilayah Banggai yang kini telah mengalami pemekaran menjadi 3 kabupaten, yaitu Kab.
Banggai Kepulauan, Kab. Banggai Laut, dan Kab. Banggai di Provinsi Sulawesi
Tengah. Namun, kini ikan banggai cardinalfish dapat ditemukan dengan populasi
cukup banyak di beberapa perairaan laut, seperti di: Selat Lembeh – Sulawesi Utara,
Bali Barat dan Bali Utara, Banyuwangi- Jawa Timur, dan lainnya.
Keberadaan populasi ikan banggai cardinafish di luar wilayah
perairan laut Banggai, ada yang tidak sengaja masuk ke perairan lain diluar
perairan Banggai, tetapi ada juga yang diintroduksikan secara sengaja ke suatu
perairan. Sebagai contoh, introduksi ikan banggai cardinalfishke peraiaran Bali
dilakukan secara sengaja oleh dive
operator sebagai upaya meningkatkan daya tarik wisata selam di daerah itu.
Introduksi ikan banggaifish ke suatu wilayah penyelaman (dive site) akan menambah variasi dan
keindahan biota yang ada dan hal tersebut akan meningkatkan minat menyelam di
wilayah tersebut. Ikan banggai cardinalfish sendiri memiliki bentuk tubuh dan
warna yang indah dan menjadi spot
photografi yang menarik ketika ikan banggai cardinalfish ini berada di micro habitat nya yaitu ketika berlindung
di dekat bulu babi atau di sekitar terumbu karang.
Ikan banggai cardinalfish menjadi daya tarik tinggi bagi
beberapa peneliti asing untuk datang ke Indonesia karena ke-khasan-nya itu
bahkan beberapa negara lain berusaha untuk mengembangkannya, karena ikan
banggai cardinalfish memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai ikan hias.
Pasar utama ikan banggai cardinalfish adalah Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Saat ini, pemasok utama ikan banggai cardinalfish sebagai
ikan hias ke Amerika dan Uni Eropa adalah negara: Vietnam, Thailand, Hawaii,
Monaco, dan lainnya. Bukan Indonesia sebagai pemasoknya, walaupun Indonesia
yang memiliki asal usul / ‘the origin’ dari ikan banggai cardinalfish tersebut.
Sejak tahun 2007, IUCN atau International Union for Corservation of Nature and Natural Resources
atau organisasi profesi tingkat dunia yang memantau keadaan populasi suatu
spesies kehidupan liar (flora dan fauna) dan banyak memberikan rekomendasi
dalam hal penanganan terhadap suatu spesies kehidupan liar yang hampir punah,
IUCN telah memasukkan ikan banggai cardinalfish ke dalam daftar merah (red list) IUCN dengan katagori terancam
punah atau endangered (EN). Katagori terancam punah diberikan kepada ikan
banggai cardinalfish dengan alasan: sifatnya yang endemic atau wilayah
sebarannya terbatas, spesies ini ditemukan dalam jumlah populasi yang kecil,
fekunditasnya yang rendah, dan kemampuan penyebarannya yang sempit.
Umumnya setelah tumbuhan atau satwa termasuk jenis jenis ikan
yang telah masuk ke dalam daftar merah (red
list) IUCN, maka tinggal selangkah lagi untuk dibahas dalam CoP CITES
berikutnya untuk dibahas agar masuk ke dalam daftar apendiks CITES.
Pelaku utama perdagangan internasional ikan banggai cardinalfish
adalah negara: Vietnam, Thailand, Hawaii, dan Monaco, bukan Indonesia. Dan di
negara negara tersebut, ikan banggai cardinalfish sudah dapat mengembang biakan
secara artifisial / secara buatan atau dapat membudidayakannya. Dan
keberhasilan negara negara tersebut dalam membudidayakan ikan banggai
cardinalfish telah ‘diakui’ oleh CITES. Sehingga tidak mengherankan apabila negara
negara tersebut menginginkan ikan banggai cardinalfish dapat masuk ke dalam
daftar apendiks ll CITES. Karena kalau jenis atau suatu spesies telah dapat
dibudidayakan maka aturan CITES tentang pembatasan perdagangannya melalui
mekanisme kuota sudah tidak berlaku lagi.
Perlu diingat bahwa jenis tumbuhan dan satwa termasuk ikan di
dalamnya, apabila sudah masuk daftar apendiks CITES, harga dari jenis tumbuhan,
satwa, ikan tersebut akan melambung tinggi. Dan lagi lagi yang akan menikmati
keekonomian dari ikan banggai cardinalfish ini adalah negara negara yang telah
‘diakui’ CITES sudah bisa membudidayakannya, yaitu negara negara yang
disebutkan di atas.
Sebagai catatan: CITES atau The Convention on International in Trade Endangered Spesies of Wild
Fauna and Flora atau komisi perdagangan internasional untuk spesies satwa
dan tumbuhan liar yang terancam punah adalah merupakan kesepakatan / perjanjian
antar pemerintah (multilateral).
Tujuan dari CITES adalah menjamin bahwa hidupan liar berupa flora dan fauna
yang diperdagangkan secara internasional tidak dieksploitasi secara tidak
berkelanjutan yang menyebabkan punahnya atau langkanya sumberdaya tersebut di
habitat alam nya. CITES adalah lembaga dunia yang beranggotakan 183 negara (yang hadir di CoP17 di Johannesburg 158 negara).
Jenis atau spesies yang diatur oleh CITES dibagi ke dalam 3 apendiks, yaitu:
Apendiks l adalah jenis yang terancam punah. Sehingga
perdagangan internasional (komersial) umumnya dilarang,
Apendiks ll adalah jenis yang saat ini belum terancam punah,
namun perdagangannya harus dikontrol aagar tidak menjadi terancam punah. Atau
pengertiannya: perdagangan internasionalnya diperbolehkan tetapi dengan control
yang ketat seperti dengan mekanisme kuota, dan
Apendiks lll adalah jenis jenis yang diproteksi oleh suatu
negara dan yang menginginkan negara anggota untuk membantu melakukan control
terhadap ekspornya. Atau pengertiannya: perdagangannya tidak seketat apendiks
ll.
Namun tidak semua negara proponent atau negara yang mengajukan proposal untuk memasukkan satwa, tumbuhan, termasuk ikan ke dalam daftar apendiks CITES karena alasan ekonomi semata, tetapi banyak juga niat dari negara proponent tersebut sebagai bentuk awareness atau perhatian akan keberlanjutan keberadaan suatu spesies di muka bumi ini.
Indonesia sudah meratifikasi aturan atau ketentuan ketentuan CITES melalui Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 tentang Ratifikasi CITES. Pengertian ratifikasi sendiri adalah suatu tindakan negara dalam memberikan persetujuan untuk mengikatkan diri ke dalam suatu perjanjian.
Namun tidak semua negara proponent atau negara yang mengajukan proposal untuk memasukkan satwa, tumbuhan, termasuk ikan ke dalam daftar apendiks CITES karena alasan ekonomi semata, tetapi banyak juga niat dari negara proponent tersebut sebagai bentuk awareness atau perhatian akan keberlanjutan keberadaan suatu spesies di muka bumi ini.
Indonesia sudah meratifikasi aturan atau ketentuan ketentuan CITES melalui Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 tentang Ratifikasi CITES. Pengertian ratifikasi sendiri adalah suatu tindakan negara dalam memberikan persetujuan untuk mengikatkan diri ke dalam suatu perjanjian.
Kronologis Proposal
Memasukkan Ikan Banggai Cardinalfish ke Dalam Daftar Apendiks CITES
Pada tahun 2007 dalam Convention
of Parties / CoP14 CITES di Belanda, ikan banggai cardinalfish telah
diusulkan oleh negara Amerika Serikat (istilah di CITES: sebagai negara proponent) untuk memasukkan ikan banggai
cardinalfish ke dalam daftar apendik ll CITES. Menyikapi usulan / proposal dari
Amerika Serikat tersebut, pemerintah Indonesia menyatakan menolak dengan alasan
bahwa spesies tersebut / ikan banggai cardinalfish tersebut merupakan spesies
endemic Indonesia. Dan Indonesia meyakini bahwa langkah Indonesia dalam
pengelolaan ikan banggai cardinalfish dengan mekanisme nasional Indonesia akan
lebih efektif. Selain itu, data data dalam proposal Amerika tersebut, dilakukan
dan didapatkan tanpa izin resmi dari pemerintah Indonesia, sehingga data yang
diperoleh diragukan kebenarannya. Ahirnya spesies ikan banggai cardinalfish ini
tidak jadi diusulkan untuk maasuk apendiks ll CITES. Walaupun demikian (ikan
banggai cardinalfish tidak masuk ke dalam daftar apendiks ll CITES), pemerintah
Indonesia tetap berkomitmen untuk melakukan langkah langkah konservasi dan
pengelolaan ikan banggai cardinalfish.
Pada CoP17 CITES di Johannesburg Afrika Selatan yang
berlangsung dari tanggal 24 September sampai tanggal 04 November 2016, ikan
banggai cardinalfish kembali diusulkan untuk dimasukkan ke dalam daftar
apendiks ll CITES oleh Uni Eropa yang terdiri dari 28 negara anggotanya dan
didukung penuh oleh Amerika Serikat. Catatan: kans proposal ikan banggai
cardinalfish untuk dimasukkan ke dalam apendiks ll CITES cukup tinggi karena
Uni Eropa sendiri terdiri dari 28 negara dan didukung oleh Amerika, suatu
negara yang punya pengaruh besar di forum CITES. Sikap pemerintah Indonesia
atas proposal ikan banggai cardinalfish dari Uni Eropa adalah sama seperti di
CoP14 CITES di Belanda, yaitu Indonesia dengan tegas menolak usulan ikan
banggai cardinalfish untuk dimasukkan ke dalam daftar apendiks ll CITES.
Penolakan proposal tersebut oleh Indonesia mendapat dukungan dari negara
Kuwait. Sebenarnya negara Nepal juga akan mendukung Indonesia, namun Nepal
tidak mendapat kesempatan bicara di persidangan CoP17 CITES tersebut. Indonesia
bersikukuh menolak proposal tersebut karena pemerintah Indonesia sudah banyak
melakukan langkah konservasi dan pengelolaan ikan banggai cardinalfish.
Beberapa langkah konservasi dan pengelolaan ikan banggai
cardinalfish oleh Indonesia sejak tahun 2007 sampai sekarang, antara lain:
Sebagian besar habitat alami penting ikan banggai
cardinalfish yaitu di sekitar perairan laut Banggai Kepulauan telah dijadikan
kawasan konservasi peraiaran
Inisiasi dan operasionalisasi ikan banggai cardinal fish
centre (BCF Centre) di Kab Banggai Kepulauan yang bertujuan untuk mengaturtata
niaga ikan banggai cardinalfish di Kab. Banggai Kepulauan
Desiminasi dan sosialisasi serta melaporkannya ke secretariat
CITES bahwa teknologi budidaya ikan banggai cardinalfish sudah dapat dilakukan Indonesia, bahkan sudah
mendapat Standart Nasional Indonesia (SNI)
Ikan banggai cardinalfish distribusi sudah menyebar yang
tidak hanya didapatkan di perairan laut Kab. Banggai Kepulauan tetapi sudah
menyebar ke daerah daerah lainnya seperti ke Selat Lembeh, Bali, Banyuwangi dan
lainnya. Bahkan ikan banggai cardinalfish di habitat barunya tersebut dapat tumbuh
dan berkembang dengan baik
Saat ini kegiatan budidaya ikan banggai cardinalfish exsitu
sudah mulai dilakukan di Yayasan LINI di Bali yang melibatkan masyarakat asal
Kab. Banggai Kepulauan. Diharapkan ke depan, masyarakat local Banggai dapat
membudidayakan ikan banggai cardinalfish ini di perairan Banggai dengan baik
Atas dasar pandangan delegasi Indonesia pada persidangan CoP17
CITES tanggal 3 November 2016 tersebut,
ahirnya Uni Eropa menarik kembali proposal / usulan ikan banggai cardinalfish
untuk dimasukkan ke dalam daftar apendiks ll CITES.
Namun demikian, Uni Eropa walaupun menarik kembali
propolsalnya tetapi tetap mengajukan draft decisions. Draft decision dari Uni
Eropa tersebut diadopsi pada persidangan CoP17 CITES tanggal 04 November 2016
dan Indonesia menerimanya. Draft decision tersebut disebut Decision CoP17 Com.l.32.
Decision CoP17
Com.1.32. tersebut berisi:
Dokumen ini disiapkan oleh Sekretariat berdasarkan proposal
CoP17 No. 46 setelah pembahasan dan persetujuan pada sesi ke 14 komite l
Arahan untuk Indonesia:
17.X1 Indonesia harus mengimplementasikan upaya konservasi
dan pengelolaan ikan banggai cardinalfish untuk menjamin keberlanjutaan dan
perdagangan internasional ikan banggai cardinalfish Pterapogon kauderni dan
melaporkan kemajuannya pada pertemuan Animal Committee ke 30 tahun 2018
Arahan untuk
Sekretariat CITES:
17.X2 mempertimbangkan sumber pendanaan dari luar
secretariat, secretariat perlu melakukan studi untuk mengkaji dampak dari
perdagangan internasional terhadap status konservasi ikan banggai cardinalfish
dan memberikan masukkan terkait upaya pengelolaan dan konservasi ikan banggai
cardinalfish yang sesuai
17.X3 sekretariat mendistribusikan dan menyampaikan hasil
studi sebagaimana dimaksud pada 17.X2 pada pertemuan Animal Committee ke 30
tahun 2018
17.X4 animal committee pada pertemuan ke 30 nanti melakukan
tinjauan terhadap laporan kemajuan dari Indonesia sebagaimana dimaksud pada
17.X1, tinjauan terhadap kajian sebagaimana dimaksud pada 17.X2 dan membuat
rekomendasi untuk CoP18 CITES yang akan dating
Lembaga/negara donor dan organisasi yang relevan lainnya
termasuk FAO, diundang dan didorong untuk mendukung Indonesia dan secretariat
untuk mengimplementasikan decisions 17.X1 sampai 17.X3
Upaya Indonesia menolak memasukkan ikan banggai
cardinalfish ke dalam daftar apendiks ll CITES telah berhasil. Dan itu memacu
pihak Indonesia agar lebih memperhatikan lagi akan pengelolaan dan konservasi
ikan banggai cardinalfish terutama di habitat alaminya.
Indonesia setidaknya segera melaksanakan Decisions 17.X1 CoP17
CITES dan melakukan upaya bagaimana agar pemanfaatan secara berkelanjutan dari ikan
banggai cardinalfish dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama
masyarakat di sekitar Banggai-Sulawesi Tengah dimana merupakan habitat alami
dari ikan banggai cardinalfish.