Sejarah
Upaya
Konservasi di Dunia
Dipercayai oleh sebagian kalangan, bahwa
kisah bahtera Nabi Nuh adalah cikal bakal upaya konservasi flora fauna dan
kawasan. Kisah yang ada dalam beberapa kitab suci dari beberapa agama tersebut
menceritakan bahwa Nabi Nuh dan para pengikutnya memasukkan hewan dan tumbuhan
secara berpasang pasangan ke dalam perahu atau bahtera besar Nabi Nuh. Upaya
tersebut dilakukan untuk mengantisifasi agar hewan dan tumbuhan tersebut dalam
melanjutkan kehidupannya dengan dapat berkembang biak pasca terjadinya banjir
besar. Dalam tataran dunia modern yang banyak ditulis oleh beberapa literatur
bahwa upaya konservasi modern berawal dari penetapan Taman Nasional Yellow
Stone di Amerika Serikat yang ditujukan untuk perlindungan landskap yang sangat
luas dianggap sebagai tonggak sejarah dimulainya konservasi modern. (Lihat buku:
Pengelolaan Kawasan Konservasi, Much. Taufik Tri Hermawan dkk, terbitan Gajah
Mada University Press. 2014 hal: 1-3).
Sejarah
Upaya Konservasi di Indonesia
Di Indonesia sendiri, upaya konservasi
perairan laut baik kawasan maupun spesies/jenis sudah dilakukan sejak dahulu
kala. Banyak bukti tentang itu, seperti adanya: Panglima Laot di Aceh, lubuk larangan di Sumatera, kelong
di Batam, mane’e di Sulawesi Utara, sasi di Maluku dan Papua, dan awig awig
di Lombok. Hingga kini, jejak kearifan lokal dalam pengelolaan sumber daya laut
masih berjalan dengan baik di beberapa desa pesisir Nusantara. Misalnya, di
masyarakat Sangihe Talaud di Sulawesi Utara memegang teguh tradisi ‘eha laut’
yaitu masa jeda penangkapan/pengambilan ikan selama tiga hingga enam bulan.
Usai ‘eha laut’ dilakukan upacara mane’e, sebuah pola pemanenan ikan
secara tradisional yang telah disepakati oleh para tetua adat. Di Maluku dan
Papua terdapat aturan adat dalam pengelolaan sumber daya laut yaitu yang
dinamakan sasi yang mengatur tata
cara pemanenan/penangkapan ikan secara buka tutup (open and close system).
Sejarah konservasi secara formal,
dimulai pada jaman penjajahan Belanda tepatnya pada tahun 1714, ketika seorang
Belanda Chastelein mendonasikan tanah
seluas 6 hektar di daerah Banten untuk dijadikan cagar alam. Setelah itu, pada
tahun 1889 suaka alam pertama yaitu suaka alam Cibodas (kini berada di Jawa
Barat) di deklarasikan secara resmi oleh Direktur Kebun Raya Bogor, dalam
rangka melindungi hutan serta flora dan fauna yang terdapat di dalamnya.
Pada tahun 1913, dibawah pimpinan DR.S.H.
Koorders dari Perkumpulan Perlindungan Alam Hindia Belanda, mengajukan 12
kawasan untuk dijadikan daerah perlindungan alam, yaitu: Pulau Krakatau, Gunung
Papandayan, Ujung Kulon, Gunung Bromo, Nusa Barung, Alas Purwo, Kawah Ijen
beserta dataran tingginya, dan beberapa situs di daerah Banten.
Dalam bidang konservasi Perairan, pada
tahun 1920 terbit Staatsblad No. 396
dalam rangka melindungi sumber daya perikanan dengan melarang melarang
penangkapan ikan yang menggunakan bahan beracun, obat bius, dan bahan peledak.
Setelah itu keluar Staatsblad No. 167
tahun 1941 tentang Penataan Kawasan Cagar Alam dan Suaka Margasatwa.
Dari jaman penjajahan Belanda sampai 20
tahun setelah kemerdekaan Republik Indonesia, Indonesia masih mewarisi pola
konservasi dari pemerintahan Hindia Belanda. Ada perkembangan yang penting pada
masa ini, yaitu adanya Deklarasi Juanda pada 13 Desember 1957 tentang Wawasan
Nusantara.
Pada tahun 1971 dibentuklah Direktorat
Perlindungan dan Pengawetan Alam dibawah Departemen Pertanian, sebagai bentuk
keseriusan Pemerintah Indonesia terhadap perlindungan alam atau upaya
konservasi alam. Bentuk keseriusan Pemerintah Indonesia terhadap upaya
konservasi alam berlanjut, yang disusul kemudian pada tahun 1973, Indonesia
ikut meratifikasi Konvensi Internasional
Perdagangan Spesies Satwa dan Tumbuhan Liar atau CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora
and Fauna) dan ratifikasi tersebut diperkuat dengan Keputusan Presiden No.
43 tahun 1978.
Selama kurun waktu 1974 sampai 1983,
Pemerintah Indonesia meresmikan 10 taman nasional baru dan terbentuknya dua kementerian yang mengurusi masalah
konservasi, yaitu: Departemen Kehutanan dan Kementerian Negara Pengawasan
Pembangunan dan Lingkungan Hidup.
Pada tahun 1984, Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam merilis sistem Kawasan Pelestarian
Bahari Nasional, yang berisi kerangka kerja untuk berbagai aktifitas
perlindungan perairan, dasar dasar pemilihan dan penetapannya, serta daerah
daerah prioritas pengembangan konservasi laut.
Pada tahun 1990, terbit Undang Undang
No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya. Dimana
substansi dari undang undang ini adalah mengatur seluruh aspek perlindungan,
pengawetan, pemanfaatan lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Dimana, konservasi dilakukan dengan perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwabeserta ekosistemnya, dan
pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Undang
Undang ini telah menggeser paradigma yang selama ini berlaku yaitu dari
pelestarian yang hanya bertumpu pada pencadangan area, menjadi konservasi
ekosistem (kawasan), jenis/spesies, dan genetik.
Sampai tahun 1997, Indonesia telah
memiliki sekitar 2,6 juta Ha kawasan konsewrvasi perairan yang masuk ke dalam
22 kawasan konservasi, dimana 6 diantaranya adalah sebagai taman nasional,
yaitu: Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, Teluk Cendrawasih, Bunaken, Wakatobi,
dan Takabonerate.
Pada tahun 1999 pada jaman Presiden Gus
Dur, dibentuk Departemen Eksplorasi Laut, yang kini bernama Kementerian
Kelautan dan Perikanan. Dimana di dalamnya terdapat Direktorat Konservasi dan
Taman Nasional Laut (Dit. KTNL), yang kemudian berubah nama menjadi Direktorat
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (Dit. KKJI) yang kemudian berubah nama lagi
menjadi Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati Laut (Dit. KKHL).
Direktorat ini memiliki tugas dan fungsi untuk menangani berbagai kegiatan
konservasi kawasan dan konservasi jenis/spesies perairan, serta konservasi
genetik biota perairan yang diimplementasikan melalui upaya upaya:
perlindungan, pelestarian dan pemanfaatannya.
Pada tahun 2007 terbit: Undang Undang
No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau Kecil dan
Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan. Dua
aturan tersebut memberikan amanah untuk mengembangkan konsep konsep konservasi
beserta operasionalnya dan memfasilitasi upaya konservasi di daerah yaitu
mengembangkan kawasan konservasi laut daerah atau disingkat KKLD. Walaupun
dalam perjalanannya nomenklatur Kawasan Konservasi Laut tidak ditemukan dalam
batang tubuh aturan perundangan di atas. Istilah yang dikenal dalam Peraturan
Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan yang merupakan
turunan dari Undang Undang No. 31 tahun 2004 beserta perubahannya yaitu Undang
Undang No. 45 tahun 2009 tentang Perikanan adalah Kawasan Konservasi Perairan
yang umum disingkat menjadi KKP. Nomenklatur lain yang dikenal umum juga adalah
Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau Pulau Kecil atau disingkat KKP3K sebagai
amanah dari Undang Undang No. 27 tahun 2007 beserta perubahannya, yaitu Undang
Undang No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Pulau
Kecil. Contoh Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (KKP3K) adalah
Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pangumbahan di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Berdasarkan pengertian Kawasan
Konservasi Perairan, sebagai amanah dari Undang Undang No. 45 tahun 2009
atas perubahan Undang Undang No. 31
tahun 2004 tentang Perikanan dan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 serta
Undang Undang No. 1 tahun 2014 atas perubahan Undang Undang No. 27 tahun 2007,
setidaknya ada 2 hal penting sebagai paradigma baru dalam pengelolaan
konservasi, yaitu: (1) Pengelolaan kawasan konservasi perairan diatur dengan
sistem zonasi dan (2) terjadi desentralisasi kewenangan pengelolaan kawasan
konservasi, dimana pemerintah daerah diberikan kewenangan untuk mengelola
kawasan konservasi di daerahnya. Yang walaupun ditarik lagi ke pusat, karena
menurut Undang Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, bahwa
Pemerintah Daerah tidak memiliki lagi kewenangan untuk mengelola laut. Dan
dalam pelaksanaannya, otoritas pengelolaan konservasi laut tersebut dari Pemerintah
Pusat diserahkan ke Pemerintah Daerah Provinsi
(Lihat buku: Kawasan Konservasi
Peraiaran, Pesisir dan Pulau Pulau Kecil di Indonesia. Paradigma, Perkembangan,
dan Pengelolaannya. Oleh: Toni Ruchimat, Riyanto Basuki, dan Suraji. Terbitan
Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2012)
Kawasan Konservasi Perairan Nasional (KKPN) dan
Kawasan Konservasi Perairan Daerah (KKPD)
Terbitnya Undang Undang No. 9 Tahun 2004
tentang Perikanan yang kemudian diubah menjadi Undang Undang No. 31 Tahun 2004,
dan diubah lagi menjadi Undang Undang No. 45 tahun 2009 beserta turunannya,
terutama Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya
Ikan telah membuka perspektif baru dalam upaya konservasi.
Definisi dan juga dapat menggambarkan
fungsi dari Kawasan Konservasi Perairan sebagai berikut: Kawasan Konservasi
Perairan adalah “kawasan perairan yang dikelola dengan sistem zonasi, untuk
mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara
berkelanjutan”.
Kawasan konservasi perairan dibagi dua
berdasarkan otoritas pengelolanya, yaitu: (1). Kawasan Konservasi Perairan
Nasional atau KKPN yang dikelola oleh pemerintah pusat yaitu di Kementerian
Kelautan dan Perikanan, dan (2). Kawasan Konservasi Perairan Daerah atau KKPD
yang otoritas pengelolaannya dipegang oleh Pemerintah Daerah Provinsi. Awalnya
Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota memiliki kewenangan untuk mengelola
kawasan konservasi perairan yang berada di < 4 mil di perairan laut atau
sesuai peraturan perundangan yang berlaku saat itu, yaitu di wilayah perairan
laut yang menjadi kewenangannya daerah kabupaten / kota tersebut. Namun dengan
diterbitkannya Undang Undang no 23 tahun 2014 dimana Pemerintah Daerah
Kabupaten / Kota tidak memiliki
kewenangan lagi pengelolaan perairan laut. Sekarang, pengelolaan
perairan laut dipegang oleh Pemerintah Pusat (yang dialihkan ke Pemerintah
Provinsi)
Fungsi
Kawasan Konservasi Perairan
Pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan
tidak terlepas dari pengelolaan sumber daya ikan secara keseluruhan. Konservasi
sumber daya ikan adalah upaya melindungi, melestarikan, dan memanfaatkan sumber
daya ikan untuk menjamin keberadaan, ketersedian, dan kesinambungan jenis ikan bagi
generasi sekarang maupun yang akan datang.
Sehingga konservasi ekosistem atau
konservasi kawasan (perairan) dilakukan pada semua tipe ekosistem yang terkait
dengan sumber daya ikan (PP No. 60 Tahun 2007, pasal 5 ayat (1) ).
Selanjutnya pada ayat (2) nya
dijelaskan: tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.
Laut;
b.
Padang
lamun;
c.
Terumbu
karang;
d.
Mangrove;
e.
Estuaria;
f.
Pantai
g.
Rawa;
h.
Sungai;
i.
Danau;
j.
Waduk;
k.
Embung;
dan
l.
Ekosistem
perairan buatan.
Konservasi ekosistem (kawasan) dilakukan
melalui kegiatan:
a.
Perlindungan
habitat dan populasi ikan;
b.
Rehabilitasi
habitat dan populasi ikan;
c.
Penelitian
dan pengembangan;
d.
Pemanfaatan
sumber daya ikan dan jasa lingkungan;
e.
Pengembangan
sosial ekonomi masyarakat;
f.
Pengawasan
dan pengendalian; dan/atau
g.
Monitoring
dan evaluasi.
(lihat pasal 6 ayat (1) PP No. 60 Tahun
2007)
Pasal 8 dari PP No.60 Tahun 2007
menyebutkan:
(1)
Salah
satu beberapa tipe ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan dapat
ditetapkan sebagai kawasan konservasi perairan.
(2)
Kawasan
konservasi perairan dimaksud terdiri atas taman nasional perairan, taman wisata
perairan, suaka alam perairan, dan suaka perikanan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor Per.02/MEN/2009 Tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi Perairan,
menjelaskan bahwa:
Taman Nasional Perairan adalah kawasan konservasi perairan yang mempunyai
ekosistem asli, yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, kegiatan yang menunjang perikanan berkelanjutan, wisata perairan,
dan rekreasi.
Suaka alam perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan ciri khas
tertentu untuk tujuan perlindungan keanekaragaman jenis ikan dan ekosistemnya.
Taman wisata perairan adalah kawasan konservasi perairan dengan tujuan untuk
dimanfaatkan bagi kepentingan wisata perairan dan rekreasi.
Suaka perikanan adalah kawasan konservasi
perairan tertentu, baik air tawar, payau, maupun laut dengan kondisi dan ciri
tertentu sebagai tempat berlindung/berkembang biak jenis sumber daya ikan
tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan.
Target
Luasan Kawasan Konservasi Perairan di Indonesia
Untuk mengoptimalkan fungsi kawasan
konservasi perairan, pemerintah telah menetapkan kebijakan yang terkait dengan
target luasan kawasan konservasi perairan beserta tingkat Efektifitas-nya.
Pada pertemuan Convention on Biological Diversity atau CBD yang dilakukan dua
tahun sekali pada pertemuannya di Brazil
pada tahun 2006, dideklarasikan agar setiap negara memiliki kawasan konservasi
laut sebanyak 10% dari luas perairan laut negara yang bersangkutan. Indonesia menyanggupi
deklarasi tersebut karena bagaimana-pun Indonesia akan melaksanakan setiap
keputusan yang dikeluarkan oleh CBD. Hal tersebut terkait dimana Indonesia
sudah meratifikasi CBD melalui Undang Undang No. 4 tahun 1994 tentang
Ratifikasi CBD.
Indonesia memiliki perairan laut
yuridiksi (laut teritorial) seluas 325 juta Ha atau tepatnya 3.257.483 Km2, dimana kalau 10% dari luas
perairan laut tersebut dijadikan kawasan konservasi perairan sebagaimana
diamanatkan oleh CBD, maka Indonesia harus memiliki kawasan konservasi perairan laut
seluas 32,5 juta Ha. Pemerintah
Indonesia menyanggupi deklarasi CBD tersebut, dan kemudian Pemerintah Indonesia menyusun
kerangka pencapaian target luasan kawasan konservasi perairan laut tersebut
dengan membagi menjadi 3 tahapan. Tahap I, target capaian luas kawasan
konservasi perairan laut 10 juta Ha pada tahun 2010. Tahap II, target capaian luas
kawasan konservasi perairan laut 20 juta Ha pada tahun 2020. Dan yang belum
dideklarasikan adalah target capaian luas kawasan konservasi perairan laut
sebanyak 32,5 juta Ha pada tahun 2030.
Target luasan kawasan konservasi
perairan 10 juta Ha dan 20 juta Ha telah diumumkan oleh Pemerintah Indonesia
dengan kronologi sebagai berikut:
Presiden Republik Indonesia, SBY yang
hadir pada pertemuan CBD di Brazil tahun 2006 mengumumkan langsung bahwa target
luasan kawasan konservasi perairan laut di Indonesia pada tahun 2010 adalah
sebanyak 10 juta hektar.
Kemudian, atas dasar target tersebut
diatas, Kementerian Kelautan dan Perikanan RI menggandakan target luasan
kawasan konservasi laut pada tahun 2020 sebanyak 20 juta hektar. Pernyataan target
tersebut disampaikan oleh presiden SBY pada APEC Leaders
Meeting tentang Coral Triangle
Initiative, CTI di Sidney tahun 2007.
Yang belum dilakukan adalah
mendeklarasikan target luasan kawasan konservasi laut pada tahun 2030 seluas
32,5 juta hektar
Target
Efektifitas Kawasan Konservasi Peraiaran
Untuk mengoptimalkan fungsi kawasan
konservasi perairan, pemerintah selain telah menetapkan kebijakan yang terkait
dengan target luasan kawasan konservasi perairan juga mencanangkan target
capaian dari pengelolaan sebuah kawasan konservasi perairan yaitu melalui
Evaluasi Efektifitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau Pulau
Kecil atau disingkat E-KKP3K.
Tujuan utama dari pengelolaan kawasan
konservasi perairan adalah pengelolaan efektif melalui pengelolaan berdasarkan
sistem zonasi terhadap pengelolaan sumber daya yang ada di kawasan tersebut dan
pengelolaan sosial budaya dan ekonomi di dalam dan sekitar kawasan konservasi
perairan tersebut.
Penilaian efektifitas pengelolaan
kawasan konservasi telah dikembangkan oleh beberapa lembaga dunia yang terkait
yang umumnya mengacu kepada pedoman pemantauan efektifitas pengelolaan yang
dikeluarkan oleh IUCN. Perangkat pemantauan efektifitas pengelolaan kawasan
konservasi yang telah digunakan di dunia secara luas, adalah: Mangement Effectiveness Tracking Toll,
METT yang dikeluarkan oleh Bank Dunia dan WWF pada tahun 2007.
Di Indonesia, ada 2 perangkat pemantauan
efektifitas kawasan konservasi perairan yang digunakan, yaitu:
1.
Management
Effectiveness Tracking Tool (METT), dan
2.
Evaluasi
Efektifitas Pengelolaan Kawasan konservasi Perairan dan Pulau Pulau Kecil
(E-KKP3K).
E-KKP3K adalah metode evaluasi efektifitas
pengelolaan kawasan konservasi perairan, pesisir dan pulau pulau kecil yang
menunjukkan tingkat/level/peringkat yang memperlihatkan sejauh mana upaya
pengelolaan konservasi memberikan dampak positif terhadap lingkungan sumber daya kawasan,
sosial ekonomi budaya masyarakat. Yang ujungnya akan berdampak positif terhadap
kesejahteraan masyarakat di dalam dan sekitar kawasan konservasi.
Kriteria yang digunakan untuk melakukan
evaluasi efektivitas terhadap pengelolaan Kawasan Konservasi Perairan (KKP)
atau Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (KKP3K) yang disingkat
menjadi E-KKP3K, terdapat 5 level /peringkat pengelolaan, yaitu:
1.
MERAH
(level1) merupakan KKP atau KKP3K yang telah
diinisiasi, dievaluasi dengan surat keputusan pencadangan berdasarkan Surat
Keputusan dari Bupati/Walikota/Gubernur,
2.
KUNING
(level 2) dimana KKP atau KKP3K telah didirikan dan telah tersedia; lembaga
pengelola dan Rencana Pengelolaan dan Zonasi (RPZ),
3.
HIJAU
(level 3) adalah KKP atau KKP3K tersebut sudah memiliki; lembaga pengelola,
RPZ, SDM, infrastruktur dan peralatan, upaya upaya pokok pengelolaan kawasan
konservasi,
4.
BIRU
(level 4) adalah dimana KKP atau KKP3K telah dikelola secara optimum dan
pengelolaannya sudah berjalan dengan baik, dan
5.
EMAS
(level 5) dimana KKP atau KKP3K telah mandiri, telah berjalan dengan baik, dan
memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat.
Kawasan Konservasi Perairan adalah
kawasan perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi untuk
mewujudkan pengelolaan sumber daya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
Sistem zonasi tersebut adalah membagi
suatu kawasan konservasi perairan menjadi 4 zona, yaitu:
1.
Zona
inti,
2.
Zona
perikanan berkelanjutan,
3.
Zona
pemanfaatan, dan
4.
Zona
lainnya.
Zona inti ditujukan untuk perlindungan sumber
daya ikan dan yang dapat dilakukan di zona inti yang luasnya hanya 2% dari luas
keseluruhan kawasan konservasi perairan tersebut adalah untuk: penelitian dan
pendidikan.
Zona perikanan berkelanjutan adalah zona
yang dapat dimanfaatkan untuk: perikanan budidaya secara terbatas, dan
perikanan budidaya secara terbatas, pelitian, pendidikan, wisata
Zona pemanfaatannya adalah zona yang
dapat dimanfaatkan untuk pariwisata, penelitian, dan pendidikan.
Zona lainnya adalah zona yang dapat
dimanfaatkan untuk rehabilitasi, penelitian, pendidikan, dan pariwisata.
Adanya pengaturan sistem zonasi
pengelolaan kawasan konservasi, hal tersebut mempertegas kalau pengelolaan
kawasan konservasi perairan adalah salah satunya sebagai bagian dari upaya
pemenuhan hak hak bagi masyarakat lokal, khususnya nelayan. Hak hak tradisional
masyakat dapat diakomodir dalam pengelolaan kawasan konservasi dengan cara
masyarakat diberikan ruang pemanfaatan untuk kegiatan perikanan tangkap maupun
perikanan budidaya, kegiatan pariwisata dan lainnya.
Paradigma baru dalam pengelolaan sebuah
kawasan konservasi yaitu adanya unsur pemanfaatan dan mengakomodir
keikutsertaan masyarakat lokal menjadikan Kementerian Kelautan dan Perikanan
harus kerja keras untuk mengimplementasikannya di lapangan. Karena
bagaimana-pun kuatnya paradigma lama dalam pengelolaan kawasan konservasi yaitu
bersifat sentralistik dan menihilkan partisipasi masyarakat dalam konteks
pemanfaatan kawasan konservasi perairan. Dan paradigma lama tersebut berakibat
kepada kurangnya dampak sosial ekonomi adanya kawasan konservasi perairan
terhadap kesejahteraan masyarakat lokal, sehingga kurangnya awareness dan rasa
memiliki masyarakat lokal terhadap kawasan konservasi peraiaran yang ada di
sekitar mereka.
Untuk memperkuat legalitas pemanfaatan
kawasan konservasi perairan oleh masyarakat, di Kementerian Kelautan dan
Perikanan terdapat 4 aturan terkait dengan pemanfaatan kawasan konservasi
perairan tersebut, yang terdiri dari:
1.
Peraturan
Pemerintah No. 75 tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara
Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan,
2.
Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 47 tahun 2016 tentang Pemanfaatan Kawasan
Konservasi Perairan,
3.
Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 14 tahun 2016 tentang Kriteria dan
Katagorisasi Kawasan Konservasi Perairan untuk Pariwisata Alam Perairan,
4.
Peraturan
Dirjen Pengelolaan Ruang Laut-Kementerian Kelautan dan Perikanan No. 03 tahun
2016 tentang Pedoman Pemanfaatan Zona Perikanan Berkelanjutan Kawasan
konservasi Perairan untuk Kegiatan Penangkapan Ikan oleh Masyarakat Lokal dan
Tradisional.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No. 47 tahun 2016 ini bertujuan untuk menciptakan tertib pemanfaatan kawasan
konservasi di bidang penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pariwisata alam
perairan, serta penelitian dan pendidikan berdasarkan asas dan prinsip
konservasi sumber daya ikan. Dengan ruang lingkup meliputi:
1.
Kegiatan
pemanfaatan kawasan konservasi perairan,
2.
Perijinan,
3.
Pelaporan,
4.
Monitoring,
evaluasi, dan pembinaan, dan
5.
Pengawasan
Pemanfaatan kawasan konservasi
perairan dilakukan melalui kegiatan:
a.
Penangkapan
ikan;
b.
Pembudidayaan
ikan;
c.
Pariwisata
alam perairan;
d.
Penelitian
dan pendidikan.
Peraturan Pemerintah No 75 tahun 2015 dalam
pasal 9 ayat (1): Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berasal dari
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut berupa penggunaan kawasan konservasi
perairan untuk pariwisata alam perairan dan pembudidayaan ikan yang
dikelompokkan menjadi katagori A dan katagori B (lihat Permen KP No 14 tahun
2016).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
No. 14 tahun 2016 tentang Kriteria dan Katagori Kawasan Konservasi Perairan
untuk Pariwisata Alam Perairan ini untuk memberikan kriteria daan katagori
kawasan konservasi perairan menjadi katagori A dan katagori B berdasarkan
beberapa kriteria terukur. Kawasan konservasi katagori A memiliki nilai lebih
dibanding katagori B.
Katagori kawasan konservasi perairan
untuk pariwisata alam perairan ditentukan berdasarkan kriteria:
a.
Kualitas
lingkungan sumber daya alam,
b.
Keselamatan
dan keamanan,
c.
Kondisi
social dan budaya, dan
d.
Infrastruktur
pendukung.
Kriteria sumber daya alam meliputi:
a.
Rata
rata presentasi tutupan karang,
b.
Keterwakilan
ekosistem yang terkait dengan sumber daya ikan,
c.
Keanekaragaman
jenis ikan, dan
d.
Keberadaan
jenis ikan kharismatik.
Kriteria keselamatan dan keamanan,
meliputi:
a.
Ketersediaan
fasilitas kesehatan,
b.
Ketersediaan
pusat informasi wisata.
Kriteria kondisi social dan budaya,
meliputi:
a.
Keberadaan
daya tarik budaya,
b.
Kuliner,
dan
c.
Religiusitas
yang mendukung kegiatan wisata
Kriteria infrastruktur pendukung,
meliputi:
a.
Ketersediaan
fasilitas pendukung wisata,
b.
Ketersediaan
fasilitas perbankan,
c.
Ketersediaan
fasikitas komunikasi, dan
d.
Aksesibilitas.
Jenis PNBP yang berlaku untuk di Kawasan
Konservasi Perairan (KKP) dan Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau Pulau Kecil
(KKP3K)
Jenis PNBP
|
satuan
|
Tarif (Rp)
|
A.
KKP dan KKP3K untuk Penelitian dan
Pendidikan
1.
Tanda
Masuk
A.
WNI
1.
Penelitian
a.
Sampai dengan
1 bulan
b.
1 sampai 3 bulan
c. 3 sampai
6 bulan
2.
Pendidikan
B.
WNA
1. Penelitian
a. sampai
dengan 1 bulan
b. 1
sampai 3 bulan
c. 3 sampai 6 bulan
2. Kapal Pelatihan
3. Pendidikan
B.
Kawasan konservasi Perairan (KKP) atau kawasan konservasi
Pesisir dan Pulau Pulau Kecil (KKP3K) untuk Pariwisata Alam Perairan (KKP3K)
1. Karcis masuk
a. Katagori A
1. Karcis masuk harian
a. Wisatawan
mancanegara
b.
Wisatawan domestik
2.
Karcis masuk tahunan
a. Wisatawan mancanegara
b. Wisatawan domestic
3. Pembuatan film/video komersial
a. Mancanegara
b. domestik
4. Pengambilan foto komersial
a. Mancanegara
b. Domestic
b katagori
B
1) Karcis masuk harian
a. Mancanegara
b. domestik
2) Karcis masuk tahunan
a. Mancanegara
b. domestik
3) Pembuatan video/film komersial
a. Mancanegara
b. Domestic
4) Pengambilan foto komersial
a. Mancanegara
b. Domestic
2. Sarana yang dibawa
a. Kapal pesiar
b. Peralatan selancar
c. Kamera bawah air
d. Video bawah air
e. Scuba set
3.
Ijin usaha pariwisata
alam perairan
4. Kontribusi atas usaha pariwisata alam perairan
5. Ijin usaha pembudidayaan ikan
6. Kontribusi atas usaha pembudidayaan ikan
|
Per
orang
Per
orang
Per
orang
Per
orang per kunjungan
Per
orang
Per
orang
Per
orang
Per
kunjungan
Per
orang per kunjungan
Per
orang per kunjungan
Idem
Per
orang
Per
tahun
Per
kegiatan
Per
kegiatan
Per
orang per kunjungan
Per
orang per tahun
Per
kegiatan
Per
kegiatan
Per
unit per kunjungan
Per
sekali ijin
Per
tahun
Per
sekali ijin
Per
tahun
|
100.000
150.000
200.000
10.000
200.000
500.000
800.000
1.000.000
25.000
100.000
10.000
500.000
100.000
10.000.000
5.000.000
5.000.000
2.500.000
50.000
5.000
250.000
50.000
5.000.000
2.500.000
2.500.000
1.250.000
10.000.000
10.000
20.000
35.000
15.000
10%
dari nilai investasi
10%
dari keuntungan
Bersih
10%
dari nilai investasi
10%
dari keuntungan
Bersih
pada tahun berjalan.
|
Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan
Ruang Laut No. 03 tahun 2016 adalah pedoman dalam pemanfaatan zona perikanan
berkelanjutan kawasan konservasi perairan untuk kegiatan penangkapan ikan oleh
masyarakat local dan tradisional.
Pedoman ini sangat jelas bertujuan untuk mengoptimal pemanfaatan kawasan
konservasi perairan sesuai kaidah penzonasian serta mengakomodir peran serta
masyarakat local dan tradisional dalam pengelolaan kawasan konservasi peraiaran
sesuai dengan fungsi sebuah kawasan konservasi perairan yaitu: perlindungan,
pelestarian, dan pemanfaatan.
Dalam pedoman ini, dikemukakan tentang
prinsip prinsip kegiatan penangkapan ikan di subzona penangkapan ikan, zona
perikanan berkelanjutan di kawasan konservasi peraiaran. Prinsip prinsip
tersebut, yaitu:
1.
Harus
didasari atas pertimbangan ilmiah,
2.
Manfaat
yang berkelanjutan,
3.
Rasa
keadilan masyarakat,
4.
Kemitraan
yang menguntungkan,
5.
Keterpaduan
untuk efisiensi,
6.
Keterbukaan,
dan
7.
Kelestarian
sumber daya ikan.
Penutup
Kiranya dengan adanya beberapa aturan
yang telah ada, hal tersebut akan memperkuat legalitas dan pelaksanaan
pengelolaan kawasan konservasi perairan yang tidak saja hanya terfokus kepada
aspek perlindungannya saja tetapi aspek pemanfaatannya-pun dapat berjalan
dengan baik sehingga kaidah dari pengelolaan kawasan konservasi perairan,
yaitu: perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan dengan melibatkan unsur
masyarakat dapat mengkombinasikan tujuan dari upaya konservasi tersebut, yaitu: keberlajutan sumber daya alam yang
dimilikinya serta dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal dan
tradisional yang berada di dalam atau di sekitar kawasan konservasi perairan.
SAYA INGIN BERBAGI CERITA KEPADA SEMUA ORANG BAHWA MUNKIN AKU ADALAH ORANG YANG PALING MISKIN DIDUNIA DAN SAYA HIDUP BERSAMA ISTRI DAN 3 BUAH HATI SAYA SELAMA 10 TAHUN DAN 10 TAHUN ITU KAMI TIDAK PERNAH MERASAKAN YANG NAMANYA KEMEWAHAN,,SETIAP HARI SAYA SELALU MEMBANTIN TULANG BERSAMA SUAMI SAYA UNTUK KELUARGA SAYA NAMUN ITU SEMUA TIDAK PERNAH CUKUP UNTUK KEBUTUHAN HIDUP KELUARGA SAYA..AKHIRNYA AKU PILIH JALAN TOGEL INI DAN SUDAH BANYAK PARA NORMALYANG SAYA HUBUNGI NAMUN ITU SEMUA TIDAK PERNAH MEMBAWAKAN HASIL DAN DISITULAH AKU SEMPAT PUTUS ASA AKHIRNYA ADA SEORANG TEMAN YANG MEMBERIKAN NOMOR AKI ALIH,,SAYA PIKIR TIDAK ADA SALAHNYA JUGA SAYA COBA LAGI UNTUK MENGHUBUNGI AKI ALIH DAN AKHIRNYA AKI ALIH MEMBERIKAN ANGKA GHOIBNYA DAN ALHAMDULILLAH BERHASIL..KINI SAYA SANGAT BERSYUKUR MELIHAT KEHIDUPAN KELUARGA SAYA SUDAH JAUH LEBIH BAIK DARI SEBELUMNYA,DAN TANDA TERIMAH KASIH SAYA KEPADA AKI ALIH SETIAP SAYA DAPAT RUANGAN PASTI SAYA BERKOMENTAR TENTAN AKI ALIH …BAGI ANDA YANG INGIN SEPERTI SAYA SILAHKAN HUBUNGI AKI ALIH: 082==313==669==888
BalasHapus>
KLIK DISINI
Sekian lama saya bermain togel baru kali ini saya
benar-benar merasakan yang namanya kemenangan 4D dan alhamdulillah saya dpat Rp 150 juta dan semuaini
berkat bantuan angka dari AKI ALIH]
karena cuma Beliaulah ang memberikan angka
goibnya yg di jamin 100% tembus awal saya
bergabung hanya memasang 100 ribu karna
saya ngak terlalu percaya ternyatah benar-benar
tembus dan kini saya ngak ragu-ragu lagi untuk memasang
angkanya,,,,buat anda yg butuh angka yang dijamin tembus
hubungi AKI ALIH] DI 082==313==669==888
insya allah beliu akan menbatu k40esusahan
anda apalagi kalau anda terlilit hutang trima kasih.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus