Asal
Material Pulau Lusi
Pulau Lusi adalah pulau
buatan yang dibuat dari timbunan hasil semburan Lumpur Sidoarjo. Lumpur
Sidoarjo sendiri mulai menyembur dari perut bumi pada Mei 2006 yang terjadi
pada saat dilakukan pengeboran minyak dan gas di desa Renokenongo, Kabupaten
Sidoarjo. Volume semburan pada awal awal terjadinya semburan sekitar 50.000 m2
per hari, kemudian sampai mencapai 120.000 m3 per hari, dan kini
sudah banyak mengalami penurunan.
Ada 2 cara untuk
menanggulangi dampak semburan lumpur sidoarjo, yaitu:
1. Membangun waduk penampungan semburan lumpur. Hal
ini sudah dilakukan tetapi terkendala dengan mahalnya pembebasan lahannya, dan
2. Membuang langsung lumpur Sidoarjo ke Kali
Porong dengan maksud agar terbawa arus sampai ke muara sungai terus ke laut
(wikipedia).
Kedalaman di tengah
badan sungai (kali) Porong sekitar 10 m, yang artinya kali Porong dapat
menampung sekitar 300.000 m3 per km nya atau 5 juta m3
untuk keseluruhan badan kali porong. Namun demikian, agar kali Porong tidak
berubah menjadi ‘waduk’ lumpur, maka perlu dilakukan penggelontoran air kali
Porong dari induk sungainya yaitu sungai Brantas dan pengerukan secara rutin di
badan kali Porong. Pengerukan secara rutin perlu dilakukan karena Kali Porong
sendiri sudah mengalami pendangkalan sebagai akibat proses sedimentasi alami
karena ketidakmampuan arus sungai membawa sedimentasi dari hulu sungai sampai
ke muara sungai.
Hasil pengerukan kali
porong inilah yang ditimbun berlokasi tidak jauh dari muara sungai untuk
dijadikan pulau buatan. Yang kemudian populer timbunan material lumpur Sidoarjo
tersebut disebut Pulau Lusi atau Pulau Lumpur Sidoarjo. Awal penimbunan
material lumpur Sidoarjo untuk menjadi Pulau Lusi dilakukan pada tahun 2012.
Pulau
Lusi
Dimulai tahun 2012,
Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS) melalui melakukan penimbunan
(reklamasi) di perairan muara sungai / Kali Porong dari hasil pengerukan endapan
lumpur Sidoarjo serta sedimentasi di badan Kali Porong. Penimbunan dilakukan
secara ektens (perluasan) dari pulau alami yang sudah ada yaitu Pulau Sarinah.
Pulau Sarinah sendiri luasannya sekitar 5 Ha. Saat ini antara Pulau Sarinah
dengan Pulau Lusi sudah tidak terlihat batasnya, batas yang ada hanya berupa
kanal air dengan lebar 2 meter. Tidak heran apabila masyarakat masih
menyebutnya sebagai Pulau Sarinah untuk keseluruhan daratan pulau, baik daratan
pulau Sarinah maupun daratan pulau Lusi. Tumbuhan di Pulau Sarinah berupa
mangrove dan beberapa jenis tumbuhan pantai seperti cemara api api. Sedangkan
tumbuhan di pulau lusi lebih didominasi oleh alang-alang dan rerumputan dan
mangrove terlihat mulai tumbuh.
Sumber air tawar yang
sedikit payau bisa didapatkan di sebuah sumur kecil di tengah tengah Pulau Lusi
ini. Sampai saat ini sumur air tawar ini dimanfaatkan para nelayan yang sedang
beristirahat dalam operasinya.
Pulau Lusi yang
pengukurannya pada waktu surut memiliki luasan sekitar 94 Hektar yang selama
ini dikelola oleh Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS), pada Januari
2017 diserahkan pengelolaan berikut kepemilikannya kepada Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) untuk dimanfaatkan sesuai dengan tugas dan fungsi (tupoksi)
nya. Dan selanjutnya pada Juli 2017. Dengan rincian: luas hamparan tanah muara termasuk area wanamina (Pulau Lusi) seluas 93,34 Ha dengan nilai aset Rp 30,8 milyar. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi
Pudjiastuti meresmikan nama pulau tersebut secara keseluruhan adalah dengan
nama Pulau Lusi yang merupakan akronim dari Pulau Lumpur Sidoarjo.
Letak koordinat Pulau Lusi adalah 7 573371, 112 880479 atau 7 34'24.1"LS 112 52'49.7"BT
Pulau
Lusi Sebagai Pulau Kecil?
Pengertian pulau
menurut UNCLOS 1982 pasal 121, pulau didefinisikan sebagai; An island is a naturally formed area of
land, sorrounded by water, which above at high tide atau massa daratan yang
terbentuk secara alamiah, dikelilingi air, dan selalu berada di permukaan
pasang tertinggi. Dari pengertian tersebut ada empat kriteria atau persyaratan
ketika suatu unsur bumi bisa dikatakan sebuah pulau, yaitu:
1. Ada area lahan
daratan (land bukan soil. Land diartikan ada ekosistem kehidupan),
2. Terbentuk secara alami bukan hasil reklamasi,
3. Dikelilingi oleh air baik tawar maupun laut,
dan
4. Selalu berada di permukaan pada waktu pasang
tertinggi.
Mangrove, gosong, batu
tidak termasuk kriteria pulau menurut pengertian UNCLOS, termasuk Pulau Lusi
juga. Namun menurut pendapat pribadi saya, Pulau Lusi adalah sebuah pulau.
Karena wujud fisiknya ada, tidak tenggelam sewaktu pasang tertinggi, dan yang
penting lagi sudah dimasukkan kedalam administrasi (gatsetir) pemerintahan.
Ukuran besar kecil atau
luasan pulau tidak menjadi kriteria sebuah pulau. Ada pulau yang kurang dari 1
Ha seperti pulau nipah, pulau lusi, dan lainnya, bahkan ada pulau yang sangat
luas seperti pulau Kalimantan yang memiliki luasan 743.330 Ha. Beberapa pulau
kecil yang mengelompok disebut kepulauan.
Pengembangan Pulau Lusi
Sebagai Destinasi Eduekowisata Bahari
Ada 6 isu strategis dalam pembangunan / pengembangan
pulau-pulau kecil, yaitu: (1). Kemiskinan penduduknya, (2). konflik penggunaan
ruang, (3). Menurunnya kualitas lingkungan, (4). Belum optimalnya pemanfaatan
akan potensinya, (5). Belum optimalnya implementasi kegiatan konservasi, dan
(6). Belum sepenuhnya ada kepastian hukum.
Sebagai antisipasi terhadap 6 isu strategis di atas,
maka dipelukan langkah-langkah sebagai berikut:
1. mengeliminir terjadinya konflik pemanfaatan ruang
di kawasan pulau-pulau kecil,
2. mendukung pengelolaan potensi sumberdaya kelautan
dan perikanan beserta pemanfaatannya secara baik dan benar,
3. mendukung pengelolaan pulau-pulau kecil secara
berkelanjutan,
4. mendukung pengelolaan pulau-pulau kecil untuk
aktivitas ekonomi secara berkelanjutan,
5. memfasilitasi percepatan penerbitan Peraturan
Daerah tentang Rencana Zonasi daerah setempat beserta pulau-pulau kecil, dan
6. menyiapkan kerangka hukum yang mendukung rencana
zonasi dana atau tata ruang pulau-pulau kecil. Yang nantinya akan mendukung
pemanfaatan pulau-pulau kecil yang memiliki legitimasi.
Regulasi Terkait Pemanfaatan
Pulau-Pulau Kecil
Pengelolaan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil sudah
semestinya sesuai dengan perundang-undangan dan peraturan yang berlaku, sehingga
pengelolaan dan pemanfaatan pulau-pulau akan memiliki legitimasi kuat dan dapat
mengeliminir terjadinya konflik pemanfaatan ruang dan konflik social. Undang-Undang yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan
pulau-pulau kecil adalah: Undang Undang no. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sebagaimana telah diubah menjadi Undang
Undang No. 1 tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Beberapa pasal yang terkait langsung dengan
pengelolaan dan pemanfaatan pulau-pulau kecil, adalah sebagai berikut:
Pasal 1: Dalam Undang-Undang yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil adalah suatu pengkoordinasian perencanaan,
pengawasan, dan pengendalian sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil yang dilakukan oleh pemerintah dan
pemerintah daerah, antar sektor, antara ekosistem darat laut, serta antara ilmu
pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Dst
3. Dst
4. Sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya non
hayati, sumber daya buatan, dan jasa jasa lingkungan; sumber daya hayati
meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove, dan biota laut lainnya;
sumber daya non hayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber
daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan
perikanan, dan jasa jasa kelautan meliputi keindahan alam, permukaan dasar laut
tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan, serta
energi gelombang yang terdapat di wilayah pesisir
Pasal 16:
(1) Setiap
orang yang melakukan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap
wajib memiliki ijin lokasi.
(2) izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
menjadi dasar pemberian izin pengelolaan.
Pasal 17:
(1) Izin Lokasi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) diberikan berdasarkan Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K).
(2) Pemberian
Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mempertimbangkan
kelestarian ekosistem dan pulau-pulau kecil, masyarakat, nelayan tradisional,
kepentingan nasional, dan hak lintas damai bagi kapal asing.
(3) Izin Lokasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam luasan dan waktu tertentu.
(4) Izin Lokasi
tidak dapat diberikan pada zona inti di kawasan konservasi, alur laut, kawasan
pelabuhan, dan pantai umum.
Pasal 18: Dalam hal pemegang Izin Lokasi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 16 ayat (1) tidak merealisasikan kegiatannya dalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) tahun sejak izin diterbitkan, dikenai sangsi administrative
berupa pencabutan izin lokasi.
Pasal 19:
(1) Setiap
orang yang melakukan pemanfaatan sumber daya perairan pesisir dan pulau-pulau
kecil untuk kegiatan:
a. produksi garam;
b. farmakologi
laut;
c. bioteknologi
laut;
d. pemanfaatan
air laut selain energy;
e. wisata
bahari;
f. pemasangan
pipa dan kabel bawah laut; dan/atau
g. pengangkatan
benda muatan kapal tenggelam (BMKT), wajib memiliki Izin Pengelolaan.
Pasal 23:
(1) Pemanfaatan
pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya dilakukan berdasarkan kesatuan
ekologis dan ekonomis secara menyeluruh dan terpadu dengan pulau besar di
dekatnya.
(2) Pemanfaatan
pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya diprioritaskan untuk kepentingan
sebagai berikut:
a. konservasi;
b. pendidikan
dan pelatihan;
c. penelitian
dan pengembangan;
d. budidaya
laut;
e. pariwisata;
f. usaha perikanan
dan kelautan serta industri perikanan secara lestari;
g. pertanian
organik;
h. peternakan;
dan/atau
i. pertahanan
dan keamanan negara
(3) Kecuali
untuk tujuan konservasi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan
pengembangan, pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di sekitarnya wajib:
a. memenuhi
persyaratan pengelolaan lingkungan;
b. memperhatikan
kemampuan dan kelestarian sistem tata air setempat; dan
c. menggunakan
teknologi ramah lingkungan.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan dan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan yang terkait adalah:
1. Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 20 tahun 2008 tentang Pemanfaatan
Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya.
2. Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan No. 39 tahun 2004 tentang Pedoman Umum Investasi
di Pulau-Pulau Kecil.
Substansi dari Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 20 tahun 2008 ini adalah:
BAB I.
KETENTUAN UMUM
Pasal 2:
(1) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di
sekitarnya dilakukan untuk kepentingan pembangunan di bidang ekonomi, social,
dan budaya dengan berbasis masyarakat dan secara berkelanjutan,
(2) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di
sekitarnya, dilakukan dengan memperhatikan aspek:
a. keterpaduan antara kegiatan pemerintah (pusat)
dengan pemerintah daerah, antar pemerintah daerah, dunia usaha, dan masyarakat
dalam perencanaan dan pemanfaatan ruang pulau-pulau kecil dan perairan di
sekitarnya,
b. kepekaan / kerentanan ekosistem suatu kawasan yang
berupa daya dukung lingkungan , dan sistem tata air suatu pulau kecil,
c. ekologis yang mencakup fungsi perlindungan dan
konservasi,
d. kondisi social dan ekonomi masyarakat,
e. politik yang mencakup fungsi pertahanan, keamanan,
dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
f. teknologi ramah lingkungan, dan
g. budaya dan hak masyarakat local serta masyarakat tradisional.
BAB II. PEMANFAATAN
Pasal 3:
(1) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di
sekitarnyadipriotaskan untuk salah satu atau lebih kepentingan berikut:
a. Konservasi;
b. pendidikan dan pelatihan;
c. penelitian dan pengembangan;
d. budidaya laut;
e. pariwisata;
f. usaha perikanan;
g. pertanian organic; dan/atau
h. peternakan.
(2) Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan di
sekitarnya, selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dimanfaatkan antara
lain untuk usaha: pertambangan, pemukiman, industri, perkebunan, transportasi, dan pelabuhan.
Catatan saya: pelaksanaan dari ayat (1) dan ayat (2),
harus melihat dan mempertimbangkan ayat (3) berikut ini.
Ayat (3). Pemanfaatan pulau-pulau kecil dan perairan
di sekitarnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kecuali untuk
konservasi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan, wajib:
a. sesuai dengan rencana zonasi;
b. memenuhi persyaratan lingkungan;
c. memperhatikan kemampuan system tata air setempat;
dan
d. menggunakan teknologi ramah lingkungan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor
39 tahun 2004 tentang Pedoman Umum Investasi di Pulau-Pulau Kecil. Substansi
nya adalah:
Bab lll. Pendekatan
Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil.
Pengelolaan pulau-pulau
kecil dilakukan secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat berdasarkan
beberapa pendekatan sebagai berikut:
1. ekosistem;
2. ruang;
3. hak atas tanah dan
perairan;
4. kearifan lokal.
Keempat pendekatan
sebagaimana di atas dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi wilayah setempat.
Bagaimana
Dengan Pengelolaan dan Pemanfaatan Pulau Lusi Ke depan?
Pulau Lusi baru
terbentuk sekitar 5 tahun, kondisinya belum tumbuhnya pepohonan budidaya(tumbuhan yang
memiliki batang) seperti pohon kelapa dan lainnya, yang ada hanya semak belukar dan mangrove. Binatang yang ada
lebih didominasi oleh berbagai jenis burung laut, berbagai macam serangga, dan
ular. Binatang yang berukuran besar hanya ada dari jenis monyet, dimana monyet
ini sengaja didatangkan oleh penduduk sekitar ke kawasan ini.
Sesungguhnya Pulau Lusi
memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai kegiatan ekonomi, sosial,
budaya, dan lingkungan yang akan berdampak positif terhadap masyarakat di
sekitarnya.
Melihat dari latar
belakang terbentuknya Pulau Lusi dan mempertimbangkan
hal-hal lainnya sesuai regulasi yang disebutkan di atas, maka Pulau Lusi
sebaiknya dikelola dan dimanfaatakan sebagai EDUEKOWISATA, yaitu wisata yang
selain hanya kegiatan dalam bentuk pelesiran, adventur, tetapi juga wisata
untuk pendidikan terutama untuk pendidikan yang berkaitan dengan geologi,
pertanian, perikanan, dan lingkungan. Eduekowisata geologi bisa dieksplor
terkait dengan kandungan mineral, proses
pertumbuhan bebatuan/tanah, dan lainnya. Eduekowisata pertanian seperti: wisata
botani atau ilmu tumbuh-tumbuhan, kesesuaian lahan untuk tumbuh berkembangnya
satu jenis tumbuhan tertuntu, dan lainnya. Eduekowisata perikanan yang
dilakukan misalnya untuk penelitian fisiologi ikan, pertumbuhan ikan dalam
kondisi lumpur sidoarjo, dan lainnya. Wisata lingkungan juga demikian. Banyak
yang dapat dilakukan untuk itu, seperti bird
watching atau pengamatan burung, dan lainnya.
Implementasinya dalam
pengelolaan dan pemanfaatan Pulau Lusi dapat dilakukan oleh pemerintah pusat
dalam hal ini Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai pemilik dari pulau
tersebut. Bisa juga dikerjasamakan dengan pihak ketiga dengan landasan
peraturan yang berlaku.
Bagaimana
dengan PNBP dari pengelolaan dan Pemanfaatan Pulau Lusi?
PNBP atau Penerimaan
Negara Bukan Pajak dibagi menjadi 2, yaitu: PNBP umum dan PNBP fungsional. PNBP
umum adalah PNBP yang didapat dari hasil pemanfaatan aset yang dimiliki oleh
kementerian/lembaga terkait, dan PNBP fungsional adalah penerimaan bukan pajak yang didapat atas pelaksanaan tugas dan fungsi yang menjadi kewenangan
Kementerian Lembaga terkait.
Sesuai dengan Peraturan
Pemerintah nomor 75 tahun 2015 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan
Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Lebih
khusus lagi mulai pasal 9 s/d 11 beserta lampirannya. PNBP yang berlaku di
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut di (E) Pulau-Pulau Kecil Terluar dan
Pulau-Pulau Kecil, adalah sebagai berikut (lihat foto di bawah ini):
PNBP yang dimaksud di atas lebih kepada jenis PNBP fungsional. Perhitungan untuk jenis PNBP umum mempunyai tata cara perhitungan tersendiri
Bagaimana Mencapai
Pulau Lusi
Telusuri jalan utama
dari Surabaya menuju Pasuruan, pas di jembatan Kali Porong di Sidoarjo, belok
kiri ambil jalan persis sejajar dengan Kali Porong.
Jalan Inspeksi Kali Porong. Jalan Menuju Pulau Lusi |
Walaupun tidak begitu
lebar, jalan ini sangat mulus dimana sisi kiri terbentang tanggul lumpur
Sidoarjo kemudian perumahan di pedesaan, kebun, ladang, tambak ikan, dan di
sisi kanan ada perumahan, ladang, sawah, tambak ikan, dan lainnya. Jalan ini
sebenarnya difungsikan untuk inspeksi Kali Porong tapi kini sudah menjadi jalan
umum.
Tempat Penyeberangan ke Pulau Lusi di dusun Telocor |
Menelusuri muara Kali
Porong, kita disuguhi pemandangan pertambakan ikan/udang dan pepohonan mangrove
dengan burung-burungnya yang berseliweran atau lagi hinggap di dahan-dahan
mangrove tersebut. Lebar muara kali Porong sendiri sekitar 500 – 800 meter.
Waktu yang dibutuhkan
dari tempat penyeberangan di Dusun Telocor sampai di dermaga Pulau Lusi sekitar
45 menit, cukup lama untuk ukuran wisata berperahu. Karena kalau wisata naik
perahu di Ancol Jakarta, maksimal hanya 30 menit.
Lokasi tempat masuknya ke Pulau Lusi |
Begitu masuk pulau Lusi dan menginjakkan kaki, pertama yang terbayang adalah sunyi, betul-betul sunyi karena tak terdengar suara apa-apa, kemudian kita tidak percaya bahwa tanah yang diinjak ini adalah tanah yang berasal dari semburan lumpur Sidoarjo. Kemudian berguman dalam hati: sayang kalau pulau Lusi ini tidak dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat sekitarnya terutama masyarakat yang terdampak lumpur Sidoarjo
.