PNBP vs PAJAK
Pada dasarnya, penerimaan negara terbagi atas 2 jenis
penerimaan, yaitu penerimaan dari pajak dan penerimaan bukan pajak yang disebut
dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak atau PNBP.
PNBP adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak
berasal dari penerimaan perpajakan (UU No. 20 Tahun 1997) sedangkan pajak
adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau
badan yang bersifat memaksa berdasarkan UU, dengan tidak mendapatkan imbalan
secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar besarnya
kemakmuran rakyat (UU no. 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan/ UU KUP).
Undang Undang No. 18 tahun 2016 lebih jelas lagi
mendefinisikan dari PNBP. PNBP adalah semua penerimaan pemerintah pusat yang
diterima dari Sumber Daya Alam (SDA), pendapatan bagian laba BUMN, PNBP lainnya
serta pendapatan Badan Layanan Umum (BLU).
Menurut UU no. 20 tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP) menyebutkan ada 7 kelompok sumber PNBP, yaitu:
1. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana
pemerintah;
2. Penerimaan dari
pemanfaatan sumber daya alam;
3. Penerimaan dari
hasil-hasil pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan;
4. Penerimaan dari
pelayanan yang dilaksanakan pemerintah;
5. Penerimaan
berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari pengenaan denda
administrasi;
6. Penerimaan berupa
hibah yang merupakan hak pemerintah; dan
7. Penerimaan lainnya
yang diatur dalam undang-undang tersendiri.
Dengan demikian, pungutan PNBP dalam pemanfaatan kawasan
konservasi hanya berlaku untuk kawasan konservasi perairan yang berskala
nasional yang pengelolaannya merupakan kewenangan dari pemerintah pusat dan hanya
Pemerintah Pusat yang memungutnya.
Tarif dan jenis PNBP dalam pemanfaatan Kawasan Konservasi
Perairan Nasional diatur melalui Peraturan Pemerintah No. 75 tahun 2015.
Zonasi Kawasan konservasi Perairan Nasional Kaitannya Dengan PNBP
Kawasan Konservasi Perairan didefinisikan sebagai kawasan
perairan yang dilindungi, dikelola dengan sistem zonasi, untuk mewujudkan
pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan. Pengertian KKP menurut UU 31/2004 tentang
Perikanan beserta perubahannya (UU 45/2009) dan PP 60/2007 tentang Konservasi
Sumberdaya Ikan, zonasi yang dimaksud meliputi 4 (empat) pembagian zona yang
dapat dikembangkan di dalam KKP yakni: zona inti, zona perikanan berkelanjutan,
zona pemanfaatan dan zona lainnya.
Sebenarnya, dari empat zona yang ada di kawasan konservasi
perairan, semuanya memiliki potensi untuk menghasilkan PNBP, namun dari 4 zona
tersebut, dua zona yang berpotensi paling besar untuk menghasilkan PNBP, yaitu:
Zona perikanan berkelanjutan dan zona.
Kawasan konservasi perairan merupakan salah satu upaya
konservasi ekosistem yang dapat dilakukan terhadap semua tipe ekosistem untuk
berdasarkan kriteria ekologis, sosial budaya dan ekonomis. Konservasi saat ini telah menjadi tuntutan
dan kebutuhan yang harus dipenuhi sebagai harmonisasi atas kebutuhan ekonomi
masyarakat dan keinginan untuk terus melestarikan sumberdaya yang ada bagi masa
depan. Kementerian Kelautan dan
Perikanan menargetkan pengembangan kawasan konservasi perairan seluas 20 juta
Ha pada tahun 2020. Sebagaimana diatur dalam peraturan
perundangan tersebut di atas, pemerintah daerah diberi kewenangan dalam
mengelola kawasan konservasi di wilayahnya.
Pengenaan Pungutan PNBP
dari Pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairan Hanya Berlaku di 10 Kawasan Konservasi Perairan
Nasional (KKPN)
Selain pengembangan kawasan konservasi perairan daerah, pada
tahun 2008 Kementerian Kelautan dan Perikanan menerima pelimpahan kawasan
konservasi sebanyak 8 (delapan) kawasan yang sebelumnya dikelola oleh
Kementerian Kehutanan. Kedelapan kawasan
tersebut adalah TWP Pieh, TWP Kapoposang, SAP Raja Ampat, SAP Waigeo Sebelah
Barat, TWP Padaido, TWP Laut Banda, TWP Kepulauan Aru dan TWP Gili Matra. Kedelapan kawasan tersebut statusnya telah
ditetapkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan dan menjadi Kawasan Konservasi
Perairan Nasional (KKPN). Selain
kedelapan kawasan yang dilimpahkan tersebut, Kementerian Kelautan dan Perikanan
juga telah menginisiasi 2 (dua) kawasan konservasi perairan nasional yaitu
Taman Nasional Laut Sawu dan Taman Wisata Perairan Kepulauan Anambas. Penetapan 10 Kawasan Konservasi Perairan Nasional tersebut tertuang dalam SK - Men KP no. 67/MEN/2009. Selain untuk melindungi ekosistem dan
keanekaragaman jenis ikan, penetapan kawasan konservasi ditujukan juga untuk
meningkatkan ekonomi masyarakat di wilayah kawasan konservasi perairan. Dengan demikian, sangat diperlukan adanya investasi
awal dari pemerintah untuk mengembangkan ke 10 Kawasan Konservasi Perairan
Nasional, minimal investasi berupa sarana prasarana pengelolaan (termasuk untuk
pemanfaatannya). Setelah adanya sarana prasarana dasar tersedia, barulah
Pemerintah dapat memungut PNBP.
Pemungutan PNBP di Kawasan Konservasi di lingkup Kementerian
Kelautan dan Perikanan hanya berlaku di 10 KKPN berikut ini:
Jenis dan Tarif PNBP di Kawasan Konservasi Perairan Nasional
menurut PP no. 75 tahun 2015, adalah sebagai berikut:
Manfaat PNBP
PNBP sebagai salah satu bentuk penerimaan negara yang nantinya akan dibelanjakan lagi untuk pembangunan nasional secara umum dan lebih khusus untuk pembangunan kegiatan yang dapat lebih banyak lagi yang menghasilkan PNBP, tentunya merupakan aturan yang harus diikuti. Namun demikian, apabila dalam pemanfaatan suatu kawasan konservasi perairan nasional sudah diberlakukan pungutan PNBP, pemerintah daerah tidak boleh memungut lagi untuk objek yang sama dengan nama dan bentuk yang lain.
Target PNBP dari Kawasan Konservasi Perairan Nasional
Target PNBP dihitung dari data penerimaan 3 tahun ke belakang secara berturut-turut. Karena data penerimaan PNBP tahun 2014, 2015, 2016 belum tersedia, maka target penerimaan dari PNBP pemanfaatan Kawasan Konservasi Perairaan Nasional belum bisa disajikan. Target penerimaan PNBB 2018 harus sudah tersedia.