Rabu, 28 September 2011

Kota Solo, Menangani Pedagang Kaki Lima Secara Manusiawi

Humane Approach Toward Livable in Solo
Solo City, also called Surakarta City, had problems with street vendors that were cluttered in almost every corner of the city. Such disorganised locations caused public space inconvinience and sanitation problems, traffic disturbance, diversion of land fungtion, and discomport. About 5.817 street vendors were spread out in the city. In 2006, Solo started to bring order to how these vendors operated. They were either transferred to better location, or were allowed to sell in the some places but were provided carts, shelters and tents to make for a more pleasant sight. The were made to follow the temporary sales policy, where vendors are allowed to sells those areas only at certain hours.
Solo is an autonomous government in the Central Java Province, located in the lowland between the Lawu Mountain and the Merapi Mountain. Solo is divided and travesed by three larges rivers, namely Bengawan Solo, Jenes River, and Pepe River. Solo is one of the centers of Javanese culture.
In 2005, Solo government introduced innovative approaches to address the street vendor management issues. These approaches were a combination of culture, incentive based, inter government integration, and structure components wich enable street vendor management carried out successfully.
The relocation and re-arrangement of street vendor has been done with great consideration of the local cultur and humane methods. The local government convinces the street vendors that these efforts will improve their condition, that there is no re-arranging without offering an alternative, and that the re-arranging is not meant to eliminate their businesses. The local government continues these efforts.
Pusat Jajanan "Galoba' di Jln Slamet Riyadi, Solo, -cukup nyaman-
Menata Pedagang Kaki Lima Dengan Manusiawi
Para Pedagang Kaki Lima 'Mau Mengerti' Melalui Pendekatan Manusiawi
Memberikan Tempat yang Layak Bagi Para Pedagang Kaki Lima

Selasa, 27 September 2011

Pengelolaan Limbah di Wilayah Pesisir

Rencana Zonasi kaitannya Dengan Pengelolaan Limbah 
Rekomendasi Pengelolaan Limbah di Perairan Pesisir
Lanjutan: Rekomendasi
Simulasi: Rencana Zonasi Provinsi
Contoh: Rencana Zonasi Kabupaten Berau
Program Nasional Pengelolaan Limbah di Perairan Pesisir
Budaya Darat ke Budaya Laut
Sumber Limbah yang Mengalir ke Perairan Pesisir
Jaringan Drainase Pengelolaan Limbah Terpadu
Pengaruh Pengelolaan Limbah Terpadu Terhadap Kualitas Air nya
Rekomendasi Pengelolaan Limbah di Perairan Pesisir
Mitigasi Bencana
Direktorat Tata Ruang Laut Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil

Rebus Kerang Gonggong di Batam

Kota Batam bagi saya adalah sorga kuliner, bagaimana tidak segala jenis panganan, dari kelas hotel bintang lima sampai kelas kaki lima, semuanya ada tersedia di kota ini. Tempat-tempat makan tersebut tersebar berada di sekitar pemukiman, pertokoan, kawasan Harbour Bay, Marina, Sei Jodoh, dll. Saya lebih khusus lagi menyukai masakan seafood yang diolah secara tradisional. Sop ikan Batam, kerapu steam, rebus kerang gonggong, dan toge goreng ikan asin adalah menu-menu yang tidak pernah saya lewatkan setiap kali datang di Kota Batam ini.
Pertama kali saya makan kerang gonggong adalah di kawasan Marina Singapur yang mana disana juga sebagai menu favorit, karena kerang gonggong memiliki kandungan asam amino yang lengkap. Waktu itu kerang gonggong dimasak saus mentega. Saya terkesan sekali akan rasanya dan saya cari tahu asal usul kerang tersebut. Ternyata kerang gonggong tersebut didatangkan dari kawasan Kepulauan Riau.
Kerang gonggong atau dalam bahasa latinnya Strombus turturella adalah kerang endemik dari perairan Kepulauan Riau dan sekitarnya. Akan sulit menemukan kerang sejenis di tempat lainnya. Kerang gonggong menyukai habitat hidupnya di dasar perairan yang lumpur berpasir dan berada di bawah tumbuhan air seperti seagrass, lamun dll. Kerang gonggong memang termasuk herbivora.
Di Batam kerang gonggong ini disajikan dengan hanya direbus saja. Bumbu yang dipergunakan pun sederhana, yaitu terdiri dari bawang putih, irisan cabe merah, bawang merah, daun bawang, seledri, jahe dan garam secukupnya. Walaupun begitu, tetapi kalau soal rasanya, wah cukup sensasional! Daging kerang gonggong yang mirip kepala atau tentakel cumi, rasanya memang sedikit kenyal seperti rasa tentakel cumi. Cara makannya pun cukup unik, daging kerang gonggong dicungkil dari dalam rumahnya dengan bantuan tusuk gigi kemudian celup di sambal saus dan hep nikmatilah rasa itu. Satu porsi kerang gonggong dijual sekitar Rp 15 ribu.
Satu Porsi Rebus Kerang Gonggong Rp 15.000,-
Rasa dan Kenyalnya Daging Kerang Gonggong Mirip Cumi
Kawasan Harbour Bay Batam Tempat Favorit Menyantap Seafood

Telur Penyu Dijual Bebas di Komplek Pertokoan Nagoya, Batam


Penyu yang tentu termasuk telurnya adalah spesies yang dilindungi berdasarkan: Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Keanekaragaman Hayati, PP no 7 tahun 1999 dan Appendix 1 CITES. Pemanfaatan terhadap spesies yang dilinduni haruslah mengikuti aturan yang sudah ditetapkan tersebut.
Telur penyu bagi sebagian orang terutama etnis tertentu yang menganggap dapat dapat menambah vitalitas apabila mengkonsumsinya. Padahal sebenarnya itu hanya mitos saja. Kandungan gizi dan lainnya dari telur penyu tidak berbeda dengan telur ayam, bahkan telur penyu walaupun telah dimasak masih terdapat banyak bakteri dan virus yang hidup di dalamnya. Kita tahu telur penyu kalau dimasak, itu tidak pernah matang jadi solid, isi telur itu tetap saja lembek mencair.
Penyu jantan seluruh hidupnya berada di perairan laut sedangkan penyu betina sesekali ke darat untuk bertelur. Siklus betina bertelur dilakukan 1 – 2 tahun sekali. Dengan sekali bertelur dapat menghasilkan seratusan telur, tetapi yang dapat hidup menjadi tukik (penyu yang baru menetas) hanya belasan saja, apalagi jumlah yangbisa mencapai usia dewasa, tidak banyak. Populasi penyu semakin tahun semakin susut jumlahnya, selain diakibatkan oleh tindakan perburuan secara langsung oleh manusia baik terhadap penyu maupun telurnya, juga disebabkan oleh makin rusaknya habitat tempat hidupnya seperti laut yang tercemar juga makin langkanya tempat yang sepi yang nyaman untuk bertelur. Kita tahu wilayah pesisir sebagai tempat bertelur penyu semakin rusak dan terdesak oleh kepentingan manusia. Sehingga penyu-penyu betina tidak bisa lagi bertelur. Penyu itu sudah mendekati kepunahan, kalau lingkungan mau tetap seimbang maka penyu ini harus dijaga, jangan diburu dan jangan disantap atau juga jangan dimanfaatkan untuk yang lain-lainnya.
Di komplek pertokoan Nagoya Batam yang terkenal dengan pusat perbelanjaan dan pertokoan yang berderet-deret menjual barang fashion, tas, parfum, coklat dan asesoris lainnya yang katagori barang impor dan berharga lumayan tinggi, ada yang menjual telur penyu. Tempatnya persis dimuka toko kelontong di Blok III Nagoya. Telur-telur penyu itu dijajakan ada yang sudah matang dan ada yang masih mentah. Yang masih mentah umumnya telur yang baru datang, sedangkan yang sudah direbus, itu yang sudah beberapa hari. Kata penjualnya sehari bisa laku sebanyak 200 butir. Dengan harga jual Rp 7000,- per butir. Telur-telur tersebut didapat dari pulau-pulau kecil yang tidak berpenghuni di sekitar Pulau Batam. Soal supply-nya, penjual mengatakan; ‘setiap hari kami dipasok ratusan butir’. Dan yang menjual telur penyu tidak saja hanya di Komplek Pertokoan Nagoya tetapi juga ada di Pasar Sei Jodoh dll. Wah, perlu cepat dicegah nich. 
Telur Penyu yang Dijual Bebas di Pertokoan Nagoya, Kota Batam
Telur Penyu yang Sudah Direbus Seharga Rp 7 ribu/butir

Minggu, 25 September 2011

Lampiran: Peta Pola Ruang, Struktur Ruang, dan Kawasan strategis Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DI Yogyakarta

Terdapat tiga peta yang dilampirkan dalam draft Perda Rencana Zonasi wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yaitu:
1. Peta Struktur Ruang wilayah Pesisir dan pulau-Pulau kecil
2. Peta Pola Ruang Wilayah Pesisr dan Pulau-Pulau Kecil
3. Peta Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT)

Peta Struktur Ruang Wilayah Pesisir Prov Daerah Istimewa Yogyakarta

















Peta Pola Ruang wilayah Pesisir Yogyakarta













Peta Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT) Pesisir Yogyakarta

Draft: PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR .......... TAHUN ........ TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DI PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2010-2030

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Menimbang
:
a.       bahwa Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memiliki sumberdaya sangat potensial yang memiliki nilai strategis;
b.      bahwa pemanfaatan sumberdaya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil DIY semakin beragam sehingga semakin meningkat pula tekanan terhadap ekosistem dan sumberdaya pesisir;
c.       bahwa dalam rangka mencapai tujuan-tujuan pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil secara terpadu dan berkelanjutan, maka perlu dirumuskan konsep pengelolaan yang mampu mengintegrasikan setiap kepentingan dalam  keseimbangan (proporsionality) antara dimensi ekologis, sosial, dan ekonomi, antarsektor, antardisiplin ilmu, dan segenap pelaku pembangunan (stakeholders);
d.      bahwa dalam UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dinyatakan bahwa pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau adalah suatu rangkaian kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya yang dilakukan antarsektor, antarpemerintah dan pemerintah daerah, antarekosistem darat dan laut, serta antarilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat;
e.       bahwa guna menjamin terselenggaranya Perencanaan Pengelolaan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil  di Provinsi DIY dipandang perlu menetapkan Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil;
f.       bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan e perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi DIY 2010-2030.



Mengingat
:
1.             Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3419);
2.             Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia;
3.             Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3647);
4.             Undang – Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan;
5.             Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
6.             Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Nomor 4421);
7.             Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154, Tambahan Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 5074);
8.             Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844);
9.             Undang – Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan;
10.         Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan;
11.         Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian;
12.         Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
13.         Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
14.         Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
15.         Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4746 );
16.         Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);
17.         Undang – Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
18.         Undang – Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara;
19.         Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Jalan Raya
20.         Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
21.         Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan;
22.         Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2003 tentang Penatagunaan Tanah;
23.         Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
24.         Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan;
25.         Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
26.         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan;
27.         Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan;
28.         Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air;
29.         Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republuk Indonesia Tahun 2009 Nomor 151);
30.         Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2010 tentang Mitigasi Bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
31.         Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran;
32.         Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan;
33.         Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
34.         Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17/MEN/2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
35.         Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 16  Tahun 2010

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
dan
GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan
:
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA ZONASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2010-2030



BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1.    Provinsi adalah Daerah Istimewa Yogyakarta.
2.    Pemerintah Provinsi adalah Gubernur dan perangkat daerah sebagai  unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
3.    Gubernur adalah Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
4.    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disebut DPRD adalah Lembaga Perwakilan Rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
5.    Peraturan Daerah adalah Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
6.    Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang selanjutnya disingkat RZWP3K Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Kebijakan Pemerintah Daerah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta yang menentukan arah penggunaan sumberdaya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang
7.    Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan Aspek Administratif dan/atau Aspek Fungsional.
8.    Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
9.    Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
10. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.
11. Pulau-pulau kecil adalah kumpulan beberapa pulau kecil yang membentuk kesatuan ekosistem dengan perairan disekitarnya.
12. Kawasan adalah bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
13. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.
14. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumberdaya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam ekosistem pesisir.
15. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah Pesisir yang ditetapkan peruntukkannya.
16. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah.
17. Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
18. Alur laut merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil secara berkelanjutan bagi berbagai sektor kegiatan.

Pasal 2
Ruang lingkup pengaturan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, ke arah darat mencakup wilayah administrasi kecamatan dan ke arah laut sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai

Pasal 3
RZWP3K Provinsi  didasarkan atas asas keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas, dan keadilan.
Pasal 4
Rencana Zonasi Wilayah Pantai dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K)  Provinsi DIY  bertujuan untuk:
1.      Melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan;
2.      Menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
3.      Memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan; dan
4.      Meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta Masyarakat dalam pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Pasal 5
Sasaran RZWP3K adalah:
1.      Penyediaan rencana struktur ruang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi DIY baik oleh pemerintah, swasta maupun masyarakat;
2.      Pembagian zona-zona wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai peruntukkannya, dengan menempatkan kegiatan yang saling mendukung (integrasi) serta memisahkan kegiatan yang saling bertentangan (konvergensi);
3.      Pengalokasian ruang dalam kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu dan alur laut;
4.      Penetapan prioritas kawasan laut untuk tujuan konservasi, sosial, ekonomi, budaya, transportasi laut, industri strategis, serta pertahanan dan keamanan.

Pasal 6
Pengembangan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Provinsi DIY berbasis pada kelautan, perikanan, pertanian, serta pariwisata secara terpadu dan berkelanjutan.
Pasal 7
(1)     Jangka Waktu RZWP3K Provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun terhitung sejak tanggal penetapannya.
(2)      Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dapat ditinjau atau disempurnakan kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan keadaan paling lama sekali dalam 5 (lima) tahun dan ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3)      Peninjauan atau penyempurnaan kembali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberlakukan untuk zona yang memerlukan penyesuaian.

BAB II
KEDUDUKAN DAN FUNGSI
Bagian Pertama
Kedudukan
Pasal 8
RZRW3P DIY berkedudukan:
(1)     sebagai acuan untuk perencanaan zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di kabupaten, dan
(2)     bersama dengan RTRW Provinsi DIY sebagai acuan dalam penataan ruang wilayah Provinsi DIY.
Bagian Kedua
Fungsi
Pasal 9
RZWP-3-K Provinsi berfungsi sebagai arahan perencanaan dalam pengelolaan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil untuk tingkat provinsi yang meliputi:
a.         kawasan pemanfaatan umum;
b.        kawasan konservasi;
c.         kawasan strategis nasional tertentu; dan
d.        alur laut.

BAB III
RENCANA STRUKTUR RUANG  WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Bagian Pertama
Umum
Pasal 9
(1)     Rencana Struktur Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil terdiri atas Rencana Pengembangan Sistem Pusat-Pusat Pelayanan, Pusat-pusat Pertumbuhan dan Sistem Jaringan Prasarana Wilayah.
(2)   Rencana Struktur Ruang Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam bentuk kebijakan pengembangan, strategi pengembangan, dan arahan pengembangan.

Bagian Kedua
Rencana Pengembangan
Sistem Pusat-Pusat Pelayanan dan Pusat-Pusat Pertumbuhan
Pasal 10
Kebijakan pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan dan pusat-pusat pertumbuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) sebagai berikut:
a.         memantapkan struktur atau hirarki sistem pusat-pusat pelayanan;
b.        mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pesisir, dan
c.         mengintegrasikan fungsi setiap pusat-pusat pertumbuhan dalam sistem pusat-pusat pelayanan provinsi.

Pasal 11
Strategi pengembangan sistem pusat-pusat pelayanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) sebagai berikut :
a.         memantapkan fungsi pada pusat-pusat pelayanan di wilayah pesisir;
b.        mengembangkan fungsi pada pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pesisir;
c.         memberikan insentif bagi pengembangan fungsi pusat-pusat pertumbuhan; dan
d.        mengembangkan sistem prasarana wilayah pusat-pusat pelayanan dan pusat-pusat pertumbuhan.
Pasal 12
(1)  Pusat Kegiatan Wilayah Promosi (PKWp): Kawasan Perkotaan Wates;
(2)   Pusat Kegiatan Lokal (PKL): Sanden, Panggang, Srandakan.

Pasal 13
(1)     Pusat  Pertumbuhan  wilayah  pesisir Kabupaten Kulon Progo yaitu kawasan Pantai Karangwuni - Glagah, diarahkan untuk kegiatan utama perikanan tangkap dan kegiatan pendukung adalah wisata dan pertanian;
(2)      Pusat Pertumbuhan wilayah pesisir Kabupaten Bantul yaitu kawasan Pantai Pandansimo, diarahkan untuk kegiatan utama perikanan tangkap dan wisata bahari serta kegiatan pendukung pertanian dan wisata resort;
(3)      Pusat Pertumbuhan wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul Bagian Barat yaitu kawasan Pantai Baron, diarahkan untuk kegiatan utama perikanan tangkap dan wisata bahari serta kegiatan pendukung pertanian dan wisata resort; dan
(4)      Pusat Pertumbuhan wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul Bagian Timur Pantai Sadeng diarahkan untuk kegiatan utama perikanan tangkap dan kegiatan pendukung adalah wisata dan pertanian. 

Bagian Ketiga
Sistem Prasarana Wilayah
Pasal 14
(1)   Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah diwujudkan dalam bentuk kebijakan pengembangan, strategi pengembangan, dan arahan pengembangan.
(2)   Sistem Prasarana Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: jaringan jalan raya, jaringan kereta api, jaringan prasarana transportasi laut, jaringan telekomunikasi, prasarana sumberdaya air, jaringan energi, dan prasarana lingkungan.

Paragraf 1
Rencana Pengembangan Jaringan Jalan Raya
Pasal 15
Kebijakan pengembangan jaringan jalan raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) sebagai berikut :
a.       meningkatkan efektivitas dan efisiensi jaringan jalan;
b.      meningkatkan aksesibilitas menuju pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pesisir; dan
c.       meningkatkan aksesibilitas menuju kawasan pesisir yang terisolasi
d.      menciptakan keterpaduan yang maksimal antar berbagai moda transportasi wilayah pesisir.
Pasal 16
Strategi pengembangan jaringan jalan raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut:
a.         meningkatkan kualitas sistem jaringan jalan;
b.        meningkatkan kualitas jalan beserta bangunan pelengkap jalan;
c.         meningkatkan kelengkapan jalan;
d.        mengembangkan sistem perparkiran yang efektif dan efisien; dan
e.         membangun fasilitas tempat henti untuk angkutan umum.

Pasal 17
Arahan pengembangan sistem jaringan jalan raya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) yaitu:
1)         Pengembangan Jalan Arteri Primer yaitu Jaringan Jalan Lintas Selatan (JJLS).
2)         Pengembangan Jalan Lokal Primer terdiri dari:
a)      Pantai Karangwuni-JJLS;
b)      Pantai Patehan-JJLS;
c)      Pantai Baron-JJLS;
d)     Pantai Sadeng-JJLS;
e)      Pantai Congot dan Pantai Glagah ke Ibukota Kecamatan Temon;
f)       Pantai Karangwuni ke Ibukota Kecamatan Wates;
g)      Pantai Bugel ke Ibukota Kecamatan Panjatan;
h)      Pantai Trisik ke Ibukota Kecamatan Galur;
i)        Pantai Pandansimo dan Pantai Kwaru ke Ibukota Kecamatan Srandakan;
j)        Pantai Samas ke Ibukota Kecamatan Sanden;
k)      Pantai Parangtritis dan Pantai Depok ke Ibukota Kecamatan Kretek;
l)        Pantai Ngobaran, Nguyahan, dan Ngrenehan ke Ibukota Kecamatan Saptosari;
m)    Pantai Kukup, Sepanjang, Drini, Krakal ke ibukota Kecamatan Tanjungsari;
n)      Pantai Sundak dan Siung Ke ibukota Kecamatan Tepus;
o)      Pantai Ngungap dan Wediombo ke ibukota Kecamatan Girisubo.
3)         Rencana angkutan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu:
a)         Pengembangan jalur dari sebuah kota kecamatan menuju kota kecamatan yang lain di wilayah pesisir; dan
b)         Pengembangan jalur angkutan umum dari ibukota kecamatan menuju ke pusat-pusat pertumbuhan wilayah pesisir.
4)         Rencana prasarana transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yaitu pengembangan terminal, meliputi:
a)         Terminal Tipe B di Kabupaten Kulon Progo;
b)         Terminal Tipe C di Kecamatan Temon, Galur, Panjatan, Srandakan, Sanden, Kretek, Purwosari, Panggang, Saptosari, Tanjungsari, Tepus, Girisubo;
c)         Sub Terminal di pusat pertumbuhan Sadeng, Baron, Pandansimo, dan Glagah.

Paragraf 2
Rencana Jaringan Jalan Kereta Api
Pasal 18
Kebijakan pengembangan jaringan jalan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dengan menyediakan jaringan prasarana kereta api sebagai angkutan wisata melalui pengembangan poros utama Utara-Selatan.

Pasal 19
Strategi pengembangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) ditetapkan dengan menyediakan sarana dan prasarana jaringan kereta api untuk mendukung pengembangan wisata, melalui pengembangan jalur Utara-Selatan.

Pasal 20
Arahan pengembangan sistem jaringan rel kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) yaitu pembangunan sarana dan prasarana jaringan kereta api di Kecamatan Kretek (Jalur Parangtritis-Borobudur).

Paragraf 3
Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana Transportasi Laut
Pasal 21
Kebijakan pengembangan jaringan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) adalah dengan memanfaatkan pelabuhaan perikanan yang ada sebagai prasarana transportasi laut dan prasarana pertahanan.

Pasal 22
Strategi pengembangan jaringan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2)  ditetapkan sebagai berikut :
(1)     mengembangkan prasarana pelabuahan perikanan agar mampu dimanfaatkan untuk kegiatan transportasi laut;
(2)   pengoptimalan fungsi pelabuhan Karangwuni sebagai pelabuhan perikanan dan sekaligus sebagai fasilitas pertahanan
(3)   pengembangan moda transportasi untuk kegiatan perikanan dan non-perikanan

Pasal 23
Arahan pengembangan jaringan prasarana transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) adalah:
mengoptimalkan dan mengembangkan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng  di Kabupaten Gunungkidul dan Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangwuni di Kabupaten Kulon Progo sebagai prasarana transportasi laut;

Paragraf 4
Rencana Jaringan Telekomunikasi
Pasal 24
Kebijakan pengembangan jaringan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) sebagai berikut :
1)      merencanakan dan mengembangkan prasarana telekomunikasi untuk sektor kelautan dan perikanan, pendidikan, dan pariwisata;
2)      merencanakan dan mengembangkan prasarana telekomunikasi pada pusat-pusat pertumbuhan wilayah pesisir; dan
3)      meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap komunikasi.

Pasal 25
Strategi pengembangan jaringan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut :
1)      memfasilitasi penyediaan ruang untuk fasilitas jaringan telekomunikasi;
2)      menyediakan prasarana jaringan telekomunikasi.
Pasal 26
Arahan pengembangan prasarana telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) sebagai berikut :
1)      pengembangan jaringan telekomunikasi sesuai dengan rencana pengembangan sistem jaringan nasional;
2)      pengembangan jaringan telekomunikasi pada setiap fasilitas kelautan dan perikanan, pendidikan, dan di setiap obyek wisata; dan
3)      pengembangan jaringan telekomunikasi pada pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pesisir.

Paragraf 5
Rencana Pengembangan Prasarana Sumberdaya Air
Pasal 27
Kebijakan pengembangan prasarana sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) sebagai berikut:
1)      mengembangkan dan mengelola sumberdaya air secara terpadu berbasis wilayah sungai;
2)      mengembangkan jaringan prasarana sumberdaya air untuk melayani lahan pertanian, zona permukiman, zona  industri, dan kawasan strategis nasional tertentu, serta pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pantai;
3)      wilayah sungai sebagaimana dimaksud dalam huruf ayat (1) adalah wilayah Sungai Bogowonto-Serang-Progo-Opak;
4)      mengkonservasi telaga dan sungai-sungai bawah tanah di Kabupaten Gunungkidul; dan
5)      mengkonservasi sumber mata air di Wilayah Pesisir.

Pasal 28
Strategi pengembangan prasarana sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut:
1)      melakukan konservasi sumberdaya air secara berkesinambungan terhadap air tanah dan air permukaan;
2)      mengembangkan jaringan distribusi air bersih pada zona permukiman, zona perkotaan, zona industri, dan kawasan strategis nasional tertentu, serta pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pantai;
3)      memperbanyak tampungan air yang berupa waduk, embung, tandon air dan kolam penampung air untuk memenuhi kebutuhan air baku dan konservasi;
4)      memantapkan prasarana sumberdaya air yang sudah ada agar berfungsi optimal; dan
5)      menguatkan kelembagaan dan peranserta masyarakat dalam pengelolaan air minum dan untuk pertanian.

Pasal 29
Arahan pengembangan prasarana sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dengan mengembangkan:
1)      embung, tandon air, dan kolam tampungan di wilayah pesisir;
2)      sumber air sungai bawah tanah Seropan, Ngobaran, dan Baron di Kabupaten Gunungkidul;
3)      jaringan distribusi air bersih di zona permukiman, pusat-pusat pertumbuhan dan pusat pendaratan ikan.

Paragraf 6
Rencana Pengembangan Jaringan Listrik
Pasal 30
Kebijakan pengembangan jaringan listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) mendukung kebijakan kelistrikan nasional:
1)      merencanakan pengembangan prasarana kelistrikan di wilayah pesisir;
2)      menginisiasi pengembangan energi listrik alternatif.

Pasal 31
Strategi pengembangan jaringan listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) ditetapkan dengan menyediakan ruang untuk pengembangan jaringan listrik:
1)      Menyiapkan pengaturan tentang pengembangan jaringan kelistrikan di wilayah pesisir; dan
2)      Menginisiasi energi listrik alternatif
Pasal 32
Arahan pengembangan jaringan listrik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) adalah sebagai berikut:
1)            pengembangan jaringan listrik sesuai dengan rencana pengembangan sistem jaringan nasional;
2)            pengembangan jaringan listrik pada setiap fasilitas kelautan dan perikanan, pertanian dan di setiap obyek wisata;
3)            pengembangan jaringan listrik pada pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pesisir;
4)            pengembangan Pembangkit Listrik Tenaga Angin dan Gelombang Laut (Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul dan Kecamatan Srandakan, Kabupaten Bantul);
5)            pengembangan energi tenaga surya di seluruh wilayah pesisir yang terpencil;

Paragraf 7
Rencana Pengembangan Prasarana Lingkungan
Pasal 33
Kebijakan pengembangan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) adalah sebagai berikut:
1)      mengembangkan prasarana air minum di wilayah pesisir;
2)      mengembangkan prasarana drainase di wilayah pesisir;
3)      mengembangkan prasarana persampahan di wilayah pesisir;
4)      mengembangkan prasarana pengolahan limbah di wilayah pesisir;
5)      mengembangkan prasarana mitigasi bencana di wilayah pesisir.

Pasal 34
Strategi pengembangan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut :
1)      menyusun rencana induk sistem penyediaan air minum, drainase, sampah, dan pengolahan air limbah serta mitigasi bencana;
2)      meningkatkan peran swasta dan masyarakat dalam penyediaan prasarana air minum, drainase, sampah,  dan pengolahan air limbah serta mitigasi bencana; dan
3)      mengoptimalkan dan memelihara prasarana lingkungan di wilayah pesisir yang meliputi sistem penyediaan air minum, drainase, sampah, dan pengolahan air limbah serta mitigasi bencana.
Pasal 35
Arahan pengembangan prasarana lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) dilaksanakan sebagai berikut:
1)         inisiasi pengembangan unit pengelolaan air minum di wilayah pesisir yang belum terlayani oleh masyarakat dan pemerintah daerah;
2)         pengembangan instalasi pengolahan limbah pada pusat-pusat aktifitas di wilayah pesisir;
3)         pengembangan pengolahan sampah yang ramah lingkungan pada pusat-pusat aktifitas di wilayah pesisir;
4)         pengembnagan sistem jaringan drainase pada pusat-pusat aktifitas di wilayah pesisir;
5)         pengembangan sistem mitigasi bencana pada zona rawan bencana di wilayah pesisir.

Pasal 36
Struktur ruang RZWP3K Provinsi DIY sebagaimana dimaksud pada pasal 9 - pasal 35 tercantum dalam lampiran Peta Struktur Ruang yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.




BAB IV
RENCANA POLA RUANG  WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Bagian Pertama
Umum
Pasal 37
(1)     Rencana Pola Ruang Wilayah Pesisir dan Pulau_pulau Kecil meliputi penetapan kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi, kawasan strategis nasional tertentu, dan alur laut.
(2)   Kawasan Pemanfaatan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
  1. Zona hutan ;
  2. Zona pertanian;
  3. Zona perikanan budidaya;
  4. Zona perikanan tangkap;
  5. Zona pelabuhan;
  6. Zona pertambangan;
  7. Zona industri;
  8. Zona pariwisata;
  9. Zona permukiman.
(3)   Kawasan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
  1. Zona konservasi perairan ;
  2. Zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil;
  3. Zona konservasi maritim;
  4. Zona sempadan pantai
(4)   Kawasan strategis nasional tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
a.       Zona Instalasi Militer;
b.      Zona Situs Warisan Dunia.

(5)   Alur laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas :
Alur pelayaran

Bagian Kedua
Kawasan Pemanfaatan Umum
Paragraf 1
Zona Hutan
Pasal 39
Kebijakan pengembangan zona hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf a sebagai berikut:
(1)     melestarikan zona hutan produksi sebagai kawasan hutan yang berkelanjutan untuk mendukung kebutuhan papan, energi dan pangan;
(2)   mengembangkan hutan produksi untuk diversifikasi hutan kayu dan non kayu untuk menciptakan peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat; dan
(3)   mengoptimalkan produktifitas zona hutan produksi.

Pasal 40
Strategi untuk melaksanakan kebijakan zona hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut:
(1)      mempertahankan luasan kawasan hutan;
(2)    meningkatkan prasarana dan sarana pendukung pengelolaan hutan

Pasal 41
Arahan pengembangan zona hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut:
(1)      pemberian insentif dalam pengelolaan hutan;
(2)       Zona hutan sebagaimana di maksud dalam pasal 37 ayat (2) berada di wilayah pesisir Kabupaten Gunungkidul dan Kecamatan Kretek di Kabupaten Bantul.

Paragraf 2
Zona Pertanian
Pasal 42
Kebijakan penetapan zona pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b adalah sebagai berikut:
a.       melestarikan zona pertanian sebagai lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan, hortikultura, perkebunan dan peternakan ;
b.      meningkatkan produktifitas pertanian;
c.       mengembangkan zona pertanian untuk diversifikasi sumber pangan, sumber energi alternatif, penyediaan pakan ternak serta untuk menciptakan peluang ekonomi; dan
d.      mengendalikan alih fungsi lahan pertanian.

Pasal 43
Strategi untuk melaksanakan kebijakan zona pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut:
a.       mempertahankan luasan zona pertanian,
b.      meningkatkan prasarana dan sarana pendukung.
Pasal 44
Arahan pengembangan zona pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut
a.       inisiasi lahan pertanian berkelanjutan
b.      pemberian insentif untuk mempertahankan lahan pertanian berkelanjutan
c.       regenerasi petani dan peningkatan sumberdaya manusia
d.      pengembangan pertanian terpadu (intergated farming)
e.       peningkatan teknologi pasca panen hasil pertanian
f.          zona pertanian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada di Kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kabupaten Kulon Progo.

Paragraf 3
Zona Perikanan Budidaya
Pasal 45
Kebijakan pengembangan zona perikanan budidaya sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) huruf c sebagai berikut:
(1)     mengembangkan zona perikanan budidaya air payau dan air tawar; dan
(2)   meningkatkan produktifitas perikanan budidaya air payau dan air tawar;

Pasal 46
Strategi pengembangan zona perikanan budidaya sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37ayat (2) adalah sebagai berikut:
(1)     peningkatan pemanfaatan lahan dan perairan umum untuk kegiatan perikanan budidaya air payau dan air tawar;
(2)   pengembangan sarana dan prasarana perikanan budidaya air payau dan air tawar;
(3)   pengembangan teknologi perikanan budidaya air payau dan air tawar yang ramah lingkungan; dan
(4)   pengembangan sumberdaya manusia di bidang perikanan budidaya air payau dan air tawar.
Pasal 47
Arahan pengembangan zona perikanan budidaya sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut:
(1)      revitalisasi tambak;
(2)    pengembangan jaringan irigasi dan drainase untuk kawasan pertambakan;
(3)    peningkatan kapasitas dan daya dukung sarana dan prasarana perikanan budidaya air payau dan air tawar;
(4)    penggunaan teknologi budidaya tambak biocrete di lahan pasir;
(5)    peningkatan kualitas sumberdaya manusia bidang teknologi dan manajemen perikanan budidaya;
(6)    pengembangan perikanan budidaya air payau berada di Kecamatan Temon dan Galur di Kabupaten Kulon Progo; Kecamatan Srandakan dan Sanden di Kabupaten Bantul; dan
(7)    pengembangan perikanan budidaya air tawar berada di wilayah pesisir Kabupaten Kulon Progo, Bantul dan Gunungkidul.

Paragraf 4
Zona Perikanan Tangkap
Pasal 48
Kebijakan pengembangan zona perikanan tangkap sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) huruf d adalah sebagai berikut :
a.         pengendalian usaha penangkapan ikan;
a.         peningkatan produksi perikanan tangkap;
b.         pengembangan usaha perikanan tangkap;
c.         menjaga kelestarian sumberdaya ikan;
d.        optimalisasi pemanfaatan sumberdaya ikan

Pasal 49
Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut:
a.          pembatasan jumlah armada penangkapan ikan;
b.         pengembangan alat tangkap yang produktif dan ramah lingkungan;
a.             pengembangan sarana dan prasarana perikanan tangkap;
b.           pengembangan sumberdaya manusia
c.            meningkatkan kerjasama antardaerah dalam pengelolaan sumberdaya perikanan

Pasal 50
Arahan pengembangan zona perikanan tangkap sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut:
a.         peningkatan efektifitas regulasi pembatasan jumlah armada
b.         melarang penggunaan alat tangkap yang merusak lingkungan
c.         peningkatan jenis alat tangkap yang produktif dan ramah lingkungan
a.         peningkatan kapasitas armada perikanan tangkap;
b.         peningkatan kapasitas alat bantu penangkapan ikan;
c.         peningkatan kemampuan dan keterampilan nelayan dalam kegiatan penangkapan ikan di laut lepas;
d.        peningkatan kerjasama antar daerah dalam pengawasan dan pengadaan alat bantu penangkapan ikan; dan 
e.         zona perikanan tangkap sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi perairan laut yang berjarak 4-12 mil dari garis pantai.

Paragraf 5
Zona Pelabuhan
Pasal 51
Kebijakan pengembangan zona pelabuhan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) huruf e adalah sebagai berikut :
a.         peningkatan akses pemanfaatan sumberdaya ikan di Samudera Hindia Selatan Provinsi DIY
b.        pengembangan dan optimalisasi fungsi pelabuhan perikanan

Pasal 52
Strategi pengembangan zona pelabuhan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut :
a.         pengembangan dan pembangunan pelabuhan perikanan
b.        pengembangan sarana dan prasarana pelabuhan perikanan
c.         pengembangan dan penyinergian fungsi di setiap pelabuhan perikanan
d.        pengembangan dan penyinergian fungsi dan peran antar pelabuhan-pelabuhan perikanan;
Pasal 53
Arahan pengembangan zona pelabuhan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut:
a.         menambah armada penangkapan ikan dengan kapasitas > 20 GT dan meningkatkan fasilitas fungsional dan penunjang di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Sadeng Kabupaten Gunungkidul;
b.        mengembangkan fasilitas pokok, fungsional, dan penunjang di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karangwuni Kabupaten Kulon Progo;
c.         membangun Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Pandansimo di Kabupaten Bantul;
d.        mengembangkan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Bugel, Trisik, Congot, dan Sindutan  di Kabupaten Kulon Progo;
e.         mengembangkan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Depok, Samas, dan Kwaru di Kabupaten Bantul; dan
f.         mengembangkan Tempat Pendaratan Ikan (TPI) Gesing, Ngrenehan, Baron, Drini, Sundak, Siung, dan Wediombo di Kabupaten Gunungkidul.


Paragraf 6
Zona Pertambangan
Pasal 54
Kebijakan pengembangan zona pertambangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) huruf f adalah sebagai berikut:
a.         memanfaatkan potensi pertambangan mineral logam dan mineral bukan logam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
b.        memanfaatkan potensi pertambangan mineral logam dan mineral bukan logam dilakukan secara bertanggung jawab

Pasal 55
Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut:
a.         peningkatan peranserta masyarakat dan pemangku kepentingan dalam pengelolaan potensi pertambangan mineral logam dan mineral bukan logam;
b.        penggunaan teknologi ramah lingkungan dalam pengelolaan potensi pertambangan mineral logam dan mineral bukan logam;
c.         pengelolaan potensi pertambangan mineral logam dan mineral bukan logam dengan memperhatikan daya-dukung lingkungan;
d.        kegiatan pasca penambangan mineral logam dan mineral bukan logam harus menjamin keberlanjutan fungsi sumberdaya alam dan lingkungan;

Pasal 56
Arahan pengembangan zona  pertambangan sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut:
a.         regulasi pemanfaatan lahan kawasan pertambangan mineral logam dan mineral bukan logam;
b.        pemanfaatan pertambangan dan pengelolaan pasca pertambangan mineral logam dan mineral bukan logam dilakukan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku;
c.         Kawasan Pesisir Pantai Selatan untuk pertambangan mineral logam di Kecamatan Wates, Panjatan, dan Galur di Kabupaten Kulon Progo.

Paragraf 7
Zona Industri
Pasal 57
Kebijakan penetapan zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf g sebagai berikut:
a.              mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) yang berbasis kelautan dan perikanan;
b.             mengembangkan kegiatan industri dalam rangka mensejahterakan masyarakat pesisir
Pasal 58
Strategi untuk melaksanakan kebijakan zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) adalah berikut dengan:
a.       pengembangan sentra industri Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM);
b.      pengembangan industri di wilayah pesisir yang berbasis masyarakat;
c.       pengembangan industri hasil kelautan dan perikanan;
d.      pengembangan industri di wilayah pesisir dilengkapi dengan sarana pengolahan limbah.
Pasal 59
Arahan pengembangan zona industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut:
a.         pengembangan industri mikro dan kecil di pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pesisir;
b.        pengembangan industri pengolahan hasil perikanan di Sadeng Kabupaten Gunungkidul dan Karangwuni Kabupaten Kulon Progo; 
c.         pengembangan sarana pengolahan limbah industri mikro dan kecil dilakukan dalam bentuk pengolahan limbah komunal;
d.        pengembangan sarana pengolahan limbah menengah dilakukan secara mandiri.

Paragraf 8
Zona Pariwisata
Pasal 60

Kebijakan pengembangan zona pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf h yaitu: meningkatkan fungsi dan kegiatan pariwisata alam (bahari),  budaya, dan minat khusus secara berkelanjutan.
Pasal 61
Strategi untuk melaksanakan kebijakan zona pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) ditetapkan dengan :
a.    meningkatkan daya tarik wisata;
b.    peningkatan manajemen kepariwisataan;
c.    mengembangkan produk wisata yang sesuai dengan sifat dan karakteristiknya;
d.   mengembangkan sarana dan prasarana kegiatan kepariwisataan yang sesuai dan memadai; dan
e.    menjaga fungsi lindung pada kawasan konservasi yang digunakan unutk kegiatan pariwisata.

Pasal 62
Arahan pengembangan zona pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut:
a.         pengembangan atraksi, amenitas dan aksesibilitas pada setiap objek daya tarik wisata (ODTW) di sepanjang pantai di Provinsi DIY kecuali pantai di Kecamatan Galur, Panjatan dan Wates;
b.        pengembangan pengelolaan wisata berbasis masyarakat
c.         pembangunan sarana dan prasarana pada objek wisata di kawasan lindung dilakukan dengan tidak mengganggu fungsi lindungnya
d.        peningkatan kapasitas sumberdaya manusia di bidang kepariwisataan

Paragraf 9
Zona Permukiman
Pasal 66
Kebijakan penetapan zona permukiman sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 37 ayat (2) huruf j sebagai berikut:
a.         mengembangkan fasilitas umum, sosial dan ekonomi di zona permukiman;
b.        meningkatkan kualitas perumahan dan lingkungan yang layak bagi nelayan; dan
c.         mengembangkan perumahan yang berwawasan lingkungan.

Pasal 67
Strategi untuk melaksanakan kebijakan zona permukiman sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 37 ayat (2) ditetapkan sebagai berikut :
a.         mengembangkan permukiman perkotaan, permukiman perdesaan dan permukiman nelayan;
b.        menyediakan fasilitas umum, sosial dan ekonomi yang memadai di permukiman;
c.         meningkatkan pengetahuan penduduk tentang permukiman yang berwawasan lingkungan;
d.        meningkatkan akses di dalam permukiman dan antar permukiman; dan
e.         pengembangan peraturan tata bangunan dan lingkungan pada setiap permukiman.

Pasal 68
Arahan penetapan zona permukiman sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 37 ayat (2) adalah sebagai berikut:
a.         pengembangan program perbaikan lingkungan perumahan nelayan;
b.        pengembangan permukiman nelayan di pusat-pusat pertumbuhan di wilayah pesisir
c.         peningkatan kualitas permukiman pedesaan
d.        pelibatan masyarakat dalam menyediakan fasilitas umum, sosial dan ekonomi di permukiman
e.         pelibatan masyarakat dalam pembangunan prasarana pergerakan di dalam permukiman dan antar permukiman
Bagian Ketiga
Kawasan Konservasi
Paragraf 1
Umum
Pasal 69
(1)   Untuk kepentingan perlindungan, sebagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dapat ditetapkan sebagai kawasan Konservasi.
(2)   Kawasan konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil mempunyai ciri khas sebagai satu kesatuan ekosistem, diselenggarakan untuk melindungi:
  1. Kelestarian plasma nuftah perairan beserta ekosistemnya ;
  2. kelestarian ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang unik dan/atau rentan terhadap perubahan;
  3. kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan di dalam atau di sekitar kawasan konservasi; 
(3)   Kawasan konservasi meliputi  :
a.       Zona Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau kecil, yang selanjutnya disebut dengan KKP3K,  
b.      Zona Koservasi Maritim, yang selanjutnya disebut dengan KKM, 
c.       Zona Konservasi Perairan, yang selanjutnya disebut dengan KKP, dan
d.      Zona Sempadan Pantai 

Paragraf 2
Zona  Konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Pasal 70
(1)    Zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil (KP3K)  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf a, terdiri dari suaka pesisir, Suaka pulau kecil, Taman pesisir dan Taman pulau kecil. 
(2)    Penetapan konservasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal 70  mengacu pada peraturan yang berlaku.

Pasal 71

Kebijakan pengelolaan zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 ayat (3) huruf a adalah sebagai berikut:
(1)  Untuk melindungi habitat suatu jenis atau sumberdaya alam dan hayati yang khas, unik dan langka yang dikawatirkan akan punah dan atau merupakan tempat kehidupan bagi jenis biota tertentu yang keberadaan memerlukan upaya perlindungan.
(2)  Untuk melindungi wilayah pesisir dan atau pulau kecil yang mempunyai daya tarik sumberdaya alam dan hayati, formasi geologi dan atau gejala alam yang dapat dikembangkan untuk kepentingan ilmu pengetahuan, penelitian, pendidikan dan peningkatan kesadaran konservasi.

Pasal 71
Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengelolaan zone konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 ayat (3) huruf a adalah sebagai berikut:
(1)     Menetapkan zone konservasi pesisir dan pilau-pulau kecil, di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kepentingannya.
(2)     Mencegah kegiatan-kegiatan di wilayah pesisir yang berpotensi menimbulkan kerusakan dan atau berdampak kurang baik terhadap keberadaan zone konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.
(3)     Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menetapkan dan melestarikan zone konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil

Pasal 72
Arahan penetapan zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 ayat (3) huruf a adalah sebagai berikut:
(1)   menetapkan daerah suaka pesisir untuk konservasi penyu di Pantai Patehan, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul; dan Pantai Trisik, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo.
(2)   menetapkan daerah suaka pesisir untuk ekosistem karst pegunungan seribu di kecamatan Purwosari, Panggang, Tanjungsari, Saptosari, Tepus, dan Girisubo di Kabupaten Gunungkidul;
(3)   menetapkan laboratorium spasial gumuk pasir di Kecamatan Kretek  Kabupaten Gunungkidul;

Paragraf 3
Zona Konservasi Maritim
Pasal 73

Kebijakan pengelolaan zona konservasi maritim sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 ayat (3) huruf b adalah : Untuk melakukan perlindungan terhadap adat dan budaya maritim yang mempunyai nilai  arkeologi historis khusus, situs sejarah kemaritiman dan tempat ritual keagamaan atau adat yang sejalan dengan upaya konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil.
Pasal 74
Strategi untuk melaksanakan kebijakan pengelolaan zone konservasi maritim sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 ayat (3) huruf b  adalah sebagai berikut:
(1)      Menetapkan zone konservasi maritim di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan kepentingannya.
(2)      Melakukan pengelolaan secara terpadu terhadap zone konservasi maritim untuk kepentingan pelestarian, wisata, dan pendidikan 
(3)       Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menetapkan dan melestarikan zone maritim. 

Pasal 75
Arahan untuk menetapkan zone konservasi maritim  sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 ayat (3) huruf b adalah sebagai berikut:
(1)   Pelestarian Petilasan Sunan Kalijaga di Kecamatan Girisubo dan Tepus, Kawasan Situs Klepu dan  Situs Karanggebang di Kecamatan Tepus, serta Kawasan Pesanggrahan Gembirowati di Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunungkidul);
(2)   Makam Keluarga Paku Alam Girigondo di Kecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progo.

Paragraf 4
Zona  Konservasi Perairan
 Pasal 76

Zone konservasi perairan adalah zone perairan yang dilindungi dan dikelola dengan system zonasi, untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelajutan. Jenis konservasi perairan sebagaimana terdapat pada pasal Pasal 69 ayat (3) huruf c terdiri dari
a.       Taman nasional perairan
b.      Suaka alam perairan
c.       Taman wisata perairan
d.      Suaka perikanan

Pasal 77
Kebijakan penetapan kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf b  ditetapkan sebagai berikut :
(1)   Untuk melindungi dan melestarikan sumber daya ikan beserta ekosistemnya, serta untuk menjamin keberlanjutan fungsi ekologinya.
(2)   Untuk mewujudkan pemanfaatan sumberdaya ikan,  dan jasa lingkungannya secara berkelanjutan;
(3)   Untuk melestarikan kearifan lokal dalam pengelolaan sumberdaya ikan di dalam dan/atau di sekitar kawasan konservasi perairan; dan
(4)   Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar kawasan konservasi perairan.

Pasal 78
Strategi untuk melaksanakan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (3) huruf b  adalah sebagai berikut:
(1)          Menetapkan jenis  konservasi perairan di wilayah pesisir,  yang memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan  perundangan yang berlaku. 
(2)          Dalam menetapkan kawasan konservasi perlu melibatkan semua stakeholder
(3)          Dalam menetapkan kawasan konservasi harus memperhatikan asas-asas konservasi dan tetap memperhatikan kepentingan umum.

Pasal 79
Arahan penetapan kawasan konservasi perairan sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 69 ayat (3) huruf b  adalah sebagai berikut:
(1)   Melakukan identifikasi dan  inventarisasi  calon kawasan konservasi perairan di tiap-tiap kabupaten, sesuai dengan kepentingan dan peruntukannya
(2)   Melakukan sosialisasi kepada masyarakat umum dan utamanya masyarakat di sekitar daerah konservasi   tentang rencana daerah koservasi perairan
(3)   menetapkan kawasan Wediombo, kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul sebagai kawasan konservasi perairan.
Paragraf 5
Zona  Sempadan Pantai
Pasal 80
Kebijakan pengelolaan zone sempadan pantai sebagaimana tercantum dalam Pasal Pasal 69 ayat (3) huruf c adalah melindungi dan melestarikan lingkungan alam di zone sempadan pantai.
Pasal 81
Strategi pengelolaan zona sempadan pantai sebagaimana tercantum dalam Pasal 69 ayat (3) huruf b  adalah sebagai berikut:
a.       mengendalikan kegiatan-kegiatan di dalam zona sempadan pantai;
b.      mencegah kegiatan di sepanjang pantai yang dapat mengganggu fungsi pantai;dan
c.       mengembalikan fungsi sempadan pantai yang telah mengalami kerusakan atau pemanfaatan yang bukan peruntukannya
d.      Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menetapkan dan melestarikan zone sempadan pantai

Pasal 82
Arahan pengelolaan zona sempadan pantai sebagaimana tercantum dalam Pasal 69 ayat (3) huruf b  adalah sebagai berikut :
(1)   mencegah dan mengendalikan ekspansi bangunan ke arah pantai;
(2)   mencegah terjadinya kerusakan pantai akibat abrasi dan sedimentasi;
(3)   mengembangkan hutan mangrove di kabupaten Bantul dan Kulonprogo
(4)   penetapan kawasan sempadan pantai di sepanjang dataran Pantai Selatan dengan daerah selebar minimum 200 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
Paragraf 6
Pasal 83
MITIGASI BENCANA
1)        Peningkatan upaya mitigasi bencana pada:
(1).    zona rawan tsunami di seluruh pesisir pantai selatan Provinsi DIY yang berbatasan dengan laut terbuka;
(2).    zona abrasi di semua daerah pantai di Kabupaten Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo, baik pantai tebing maupun pantai pasir;
(3).    zona rawan banjir di muara sungai di Kabupaten Kulon Progo dan Bantul;
(4).    zona rawan gempa bumi di sepanjang jalur patahan Opak dan sekitarnya.
(5).    zona rawan kekeringan di semua wilayah pesisir di Kabupaten Gunungkidul.

Pasal 84
Rencana Mitigasi pada RZWP3K Provinsi DIY sebagaimana dimaksud pada pasal 77 tercantum dalam lampiran Peta Mitigasi Bencana yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

Bagian Keempat
Kawasan Strategis Nasional Tertentu
Pasal 83
Kebijakan kawasan strategis nasional tertentu RZWP3K Provinsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 ayat (4), terdiri dari:
1.      Zona Pertahanan
1)      Penetapan Sub Zona Pangkalan Utama Angkatan Laut (LANTAMAL) (Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo) dan pengembangan kawasan sekitarnya
2)      Penetapan dan pengembangan Sub Zona Radar di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo dan pengembangan kawasan sekitarnya
3)      Penetapan dan pengembangan Sub Zona Bandara untuk lapangan militer di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo dan pengembangan area sekitarnya
2.      Zona Situs Warisan Dunia
1)      Penetapan Sub zona  Gumuk Pasir (Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul) beserta pengembangan kegiatannya,
2)      Penetapan Sub zona Formasi Geologi Pantai Wediombo (Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunungkidul) beserta pengembangan kegiatannya;
3)      Penetapan Sub zona Pegunungan Karst (Kabupaten Gunungkidul) beserta pengembangan kegiatannya.


Pasal 84
Strategi kawasan strategis nasional tertentu RZWP3K Provinsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat (4) ditetapkan sebagai berikut:
1.     Zona Pertahanan
1)        menegakkan aturan pemanfaatan ruang  zona pertahanan;
2)        mengatur penghunian di sekitar kawasan untuk keselamatan manusia dan kelangsungan fungsi pertahanan; dan
3)        mengatur kegiatan kehidupan di sekitar zona petahanan,
2.     Zona Situs Warisan Dunia
1)        menegakkan aturan pemanfaatan ruang  zona situs warisan dunia;
2)        mengatur kegiatan di kawasan sekitar zona situs warisan dunia untuk kesejahteraan masyarakat dan kelangsungan fungsi zona situs warisan dunia; dan
3)        mengatur kegiatan di  zona di situs warisan dunia.

Pasal 85
Arahan Pengembangan kawasan strategis nasional tertentu RZWP3K Provinsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 38 ayat (4) adalah sebagai berikut:
a.  Zona Pertahanan
  1. Penataan ruang kawasan sekitar zona pertahanan
  2. Pengembangan kegiatan di sekitar zona pertahanan yang kompatibel dengan fungsi pertahanan; dan
  3. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan area perbatasan dengan zona pertahanan
b.  Zona Situs Warisan Dunia
  1. Penataan ruang zona situs warisan dunia dan sekitarnya;
  2. Pengembangan kegiatan zona situs warisan dunia dan kawasan sekitar zona situs warisan dunia yang sinergis dengan fungsi situs warisan dunia; dan
  3. Pelibatan masyarakat dalam pengelolaan zona situs warisan dan  kawasan sekitarnya
Bagian Kelima
Alur Laut
Pasal 86
Kebijakan alur laut sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 ayat (5) ditetapkan bahwa: sinkronisasi dan koordinasi pemanfaatan ruang alur laut untuk jalur pelayaran dengan pemanfataan umum dan konservasi.

Pasal 87
Strategi alur laut sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 ayat (5) ditetapkan bahwa:
1)       Pengembangan dan pemantapan regulasi pemanfaatan ruang alur laut.
2)      Peningkatan penerapan regulasi pemanfaatan ruang alur laut

Pasal 88
Arahan alur laut sebagaimana tercantum dalam Pasal 37 ayat (5) ditetapkan bahwa:
1)        Peningkatan pengawasan pemanfaatan ruang alur laut.
2)        Peningkatan koordinasi antar pemangku kepentingan dalam pemanfaatan ruang alur laut;
3)        Pengembangan regulasi pemanfaatan ruang alur laut dalam rangka mencegah pencurian ikan, konflik antar nelayan, dan masuknya imigran gelap.
4)        Alur laut WP3K Provinsi berupa jalur pelayaran yang melewati wilayah perairan sejauh 12 mil yang dibagi menjadi 3 bagian yaitu jalur pinggir, jalur umum, dan jalur tanker.
Pasal 89
Rencana Pola Ruang RZWP3K Provinsi DIY termasuk didalamnya terdapat Rencana Kawasan Strategis Nasional Tertentu sebagaimana dimaksud pada Pasal 37-Pasal 88 tercantum dalam lampiran Peta Pola Ruang  dan Peta Kawasan Strategis Nasional Tertentu yang merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VIII
KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
Bagian Pertama
Ketentuan Umum Peraturan Zonasi
Pasal 90
1.        Ketentuan umum peraturan zonasi menjadi pedoman bagi pengaturan zonasi oleh pemerintah provinsi
2.        Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a.    Ketentuan umum peraturan zonasi untuk zona pemanfaatan umum;
b.    Ketentuan umum peraturan zonasi untuk zona konservasi.

Pasal 91
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk zona pemanfaatan umum meliputi:
1.      Zona peruntukan hutan
2.      Zona peruntukan pertanian
3.      Zona peruntukan perikanan budidaya
4.      Zona peruntukan perikanan tangkap
5.      Zona peruntukan pelabuhan
6.      Zona peruntukan pertambangan
7.      Zona peruntukan industri
8.      Zona peruntukan pariwisata
9.      Zona peruntukan permukiman
Pasal 92
Ketentuan umum peraturan zonasi untuk zona konservasi meliputi:
1.      Zona konservasi perairan
2.      Zona konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil
3.      Zona Konservasi Maritim
4.      Zona sempadan pantai
Bagian Kedua
Ketentuan Pengendalian Pemanfaatan Ruang
Pasal 93
1.      Pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdiri dari kegiatan pengawasan pemanfaatan ruang dan penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan ruang;
2.      Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan usaha-usaha atau kegiatan untuk menjaga kesesuaian pemanfaatan ruang dengan fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana zonasi. Kegiatan pengawasan terdiri dari pemantauan, pelaporan, dan evaluasi.
3.      Penertiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan melalui penyidikan dan penyelidikan atas semua pelanggaran atau kejahatan yang dilakukan terhadap pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan dokumen rencana.

Bagian Ketiga
Pemantauan Pemanfaatan Ruang
Pasal 94
1.      Pemantauan pemanfaatan ruang merupakan suatu kegiatan memonitor atau mengawasi pemanfaatan ruang  dan perubahan-perubahan yang terjadi.
2.      Pemantauan pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari kegiatan:
  1. Memonitor dan mengawasi setiap usulan atau pengajuan pemanfaatan ruang;
  2. Mengumpulkan dan memperbaharui data.

Bagian Ketiga
Ketentuan Insentif dan Disinsentif
Pasal 95
Arahan Pemberian Insentif dan Disinsentif diberikan kepada:
1.      Setiap orang yang melaksanakan kegiatan memanfaatkan ruang sejalan dengan RZWP3K DIY dapat diberikan insentif;
2.      Setiap orang yang melaksanakan kegiatan memanfaatkan ruang tidak sejalan dengan RZWP3K DIY dapat dikenai disinsentif.

Pasal 96
1.      Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang Daerah dilakukan oleh Pemerintah Daerah kepada kabupaten dan kepada masyarakat.
2.      Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif tersebut ayat (1) dilaksanakan oleh instansi berwenang.
Pasal 97
1. Insentif kepada kabupaten/kota diberikan, antara lain dalam bentuk:
a. pemberian kompensasi;
b. urun saham;
c. pembangunan serta pengadaan prasarana; dan
d. penghargaan.
2. Insentif kepada masyarakat diberikan antara lain dalam bentuk,
a. keringanan pajak;
b. pemberian kompensasi;
c. subsidi silang;
d. imbalan;
e. sewa ruang;
f. urun saham;
g. penyediaan prasarana;
h. kemudahan prosedur perizinan; dan
i. penghargaan.
Pasal 98
1. Disinsentif kepada kecamatan dikenakan antar lain dalam bentuk;
a. pembatasan penyediaan prasarana;
b. pengenaan kompensasi; dan
c. sanksi.
2. Disinsentif kepada masyarakat dikenakan antara lain dalam bentuk;
a. pengenaan pajak yang tinggi;
b. pembatasan pajak yang tinggi;
c. pengenaan kompensasi; dan
d. sanksi.
Pasal 99
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian insentif dan pengenaan diinsentif diatur dengan Peraturan Gubernur:
1.      Pemberian insentif dimaksudkan sebagai upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana zonasi, baik yang dilakukan oleh masyarakat maupun pemerintah daerah.
2.      Pemberian disinsentif dimaksudkan sebagai perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, dan/atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana zonasi
3.      Arahan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan (2) diberikan pada masyarakat umum dan lembaga komersial meliputi pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil pada kawasan konservasi.

Bagian Keempat
Arahan Sanksi
Pasal 100
Arahan sanksi sebagaimana dimaksud Pasal 94 dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan RZWP3K DIY dalam bentuk:
1.      pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi di daerah;
2.      pemanfaatan ruang tanpa izin yang diterbitkan berdasarkan RZWP3K DIY;
3.      pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan izin yang diterbitkan berdasarkan RZWP3K DIY;
4.      pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang diterbitkan berdasarkan RZWP3K DIY;
5.      pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh pengaturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan
6.      pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

Pasal 101
1.      Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksipidana;
2.      Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada perseorangan dan/atau korporasi yang melakukan pelanggaran sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;
3.      Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk :
a. peringatan tertulis,
b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan;
h. pemulihan fungsi ruang; dan
i. denda administratif.

Pasal 102
Tata cara pengenaan sanksi administratif diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.

BAB IX
Hak, Kewajiban dan Peran Masyarakat serta Kelembagaan
Bagian Kesatu
Hak Masyarakat
Pasal 103
1.      Dalam proses penataan zonasi setiap orang berhak untuk :
a.       mengetahui RZWP3K DIY dan rencana rinci yang akan disusun kemudian;
b.      menikmati pertambahan nilai zona sebagai akibat penataan zonasi di Daerah;
c.       memperoleh penggantian yang layak akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan RZWP3K DIY;
d.      mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan RZWP3K DIY di wilayahnya;
e.       mengajukan tuntutan pembatalan izin dan permintaan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan RZWP3K DIY kepada pejabat yang berwenang;
f.       mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah, dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan tidak sesuai dengan RZWP3K DIY yang menimbulkan kerugian;dan
g.      mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara atas keputusan Tata Usaha Negara yang terkait dengan tata ruang provinsi.
2.      Agar masyarakat mengetahui RZWP3K DIY dan rencana rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang telah ditetapkan maka SKPD yang berwenang harus menyebarluaskan melalui media massa, audio visual, papan pengumuman dan selebaran serta sosialisasi secara langsung kepada seluruh aparat Daerah dan komunitas masyarakat di Daerah;
3.      Pelaksanaan hak masyarakat untuk menikmati pertambahan nilai ruang sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b pasal ini dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2.      Hak memperoleh penggantian sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c pasal ini diselenggarakan dengan cara musyawarah di antara fihak yang berkepentingan atau sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Kewajiban Masyarakat
Pasal 104
1.      Dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang wajib :
a.       mentaati Rencana Zonasi WP3K Provinsi DIY  yang telah ditetapkan;
b.      memanfaatkan sumberdaya sesuai dengan izin;
c.       memberikan akses terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana Zonasi WP3K Provinsi DIY;
d.      menerapkan kaidah dan aturan pemanfaatan ruang yang dipraktekkan masyarakat secara turun temurun dengan memperhatikan faktor-faktor daya dukung lingkungan, estetika lingkungan, lokasi, dan struktur pemanfaatan ruang, serta dapat menjamin pemanfaatan ruang yang serasi, selaras, dan seimbang.
2.      Dalam memanfaatkan sumberdaya WP3K masyarakat wajib memelihara kualitas sumberdaya.
3.      Pelaksanaan kewajiban masyarakat sebagaimana tersebut pada ayat (2) dilaksanakan dengan mematuhi dan menerapkan kriteria pemanfaatan sumberdaya, kaidah pengelolaan sumberdaya, baku mutu pemanfaatan sumberdaya, dan aturan-aturan pemanfaatan sumberdaya yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Peran Masyarakat dalam Pengelolaan Pesisir
Pasal 105
Peran masyarakat dalam pengelolaan pesisir  di Daerah dilakukan melalui:
1.      proses perencanaan;
2.      pemanfaatan; dan
3.      pengendalian pemanfaatan sumberdaya.

Pasal 106
Bentuk peran masyarakat dalam proses perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (1) dapat berupa:
1.  Pemberian masukan mengenai:
a. penentuan arah pengembangan wilayah/kawasan;
b. potensi dan masalah pembangunan; dan
c. perumusan rencana tata ruang;
2.  Penyampaian keberatan terhadap rancangan rencana tata ruang; dan
3. Kerja sama dengan Pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur masyarakat.

Pasal 107
Bentuk peran masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2) dapat berupa:
1.      pemberian dukungan bantuan teknik, keahlian, dan/atau dana dalam pengelolaan pemanfaatan sumberdaya;
2.      penyampaian masukan mengenai kebijakan pemanfaatan sumberdaya;
3.      kegiatan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana zonasi yang telah ditetapkan;
4.      peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut, ruang udara, dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
5.      kerjasama pengelolaan ruang dengan Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau dan pihak lain secara bertanggung jawab untuk pencapaian tujuan penataan ruang;
6.      kegiatan investasi dan/atau jasa keahlian; dan
7.      kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan dan sumberdaya alam.

Pasal 106
Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan sumberdaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (3) dapat berupa:
1.      pemberian masukan mengenai arahan zonasi dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif serta pengenaan sanksi;
2.      keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang telah ditetapkan, dan pemenuhan standar pelayanan minimal di bidang penataan ruang;
3.      pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan kegiatan pemanfaatan sumberdaya  yang melanggar rencana zonasi yang telah ditetapkan dan adanya indikasi kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan, tidak memenuhi standar pelayanan minimal dan/atau masalah yang terjadi di masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang;
4.      pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat publik yang dipandang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
5.      pengajuan gugatan pembatalan izin dan/atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang.

Pasal 107
1.      Peran masyarakat dalam rencana zonasi dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.
2.      Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Gubernur yang mengoordinasikan penataan ruang provinsi melalui SKPD terkait.

Pasal 108
Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, pemerintah daerah membangun sistem informasi dan dokumentasi penyelenggaraan penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Pasal 109
Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam proses penyusunan zonasi dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

BAB X
PENYIDIKAN
Pasal 110
1.      Selain oleh Pejabat Penyidik Polri penyidikan terhadap pelanggaran Peraturan Daerah ini dilakukan oleh Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau disingkat PPNS.
2.      Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang :
  1. menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas;
  2. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang penataan zonasi;
  3. meminta keterangan dan bahan bukti dari pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
  4. memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang penataan zonasi;
  5. melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain serta melakukan penyitaan terhadap bahan bukti tersebut;
  6. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang penataan zonasi;
  7. menyuruh berhenti dan/atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung, dan memeriksa identitas orang atau dokumen yang dibawa;
  8. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang penataan ruang;
  9. memanggil orang untuk didengar keterangannya, dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi;
  10. menghentikan penyidikan;dan
  11. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang penataan zonasi
  12.  menurut hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
3.      Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada penuntut umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB XI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 111
1.      Setiap orang yang memanfaatkan ruang dan tidak memiliki Izin Pemanfaatan sumberdaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan dan/atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluh juta rupiah).
2.      Setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan sumberdaya yang mengakibatkan ketidaksesuaian fungsi ruang dengan rencana zonasi dipidana dengan pidana sesuai peraturan perundang-undangan di bidang Penataan Ruang.
3.      Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah pelanggaran.
4.      Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) masuk ke Kas Daerah.

BAB XII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 112
1.      Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan penataan ruang Daerah yang telah ada dinyatakan berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Daerah ini.
2.      Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka:
a.       izin pemanfaatan sumberdaya yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
b.      izin pemanfaatan sumberdaya yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini berlaku ketentuan:
1)      untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan fungsi zonasi  berdasarkan Peraturan Daerah ini;
2)      untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya, pemanfaatan sumberdaya dilakukan sampai izin terkait habis masa berlakunya dan dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini; dan
3)      untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
c. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan Peraturan Daerah ini;
d. pemanfaatan ruang di Daerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut:
1) yang bertentangan dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, pemanfaatan sumberdaya yang bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini;
2) yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk mendapatkan izin yang diperlukan;

BAB XIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 113
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi DIY.

Ditetapkan: di Yogyakarta
Pada tanggal:
GUBERNUR PROVINSI DIY

Diundangkan: di Yogyakarta
Pada tanggal:

SEKRETARIS DAERAH PROVINSI DIY








                                                                                                                        



V. PENUTUP

A.      Kesimpulan
Perencanaan pembangunan lintas sektoral dalam satu kawasan perlu ditetapkan dalam rangka memperoleh hasil pembangunan yang maksimal   sekaligus  memperkecil dampak yang ditimbulkan serta  mengurangi adanya program yang saling tumpang tindih (overlapping) antar sektor atau bidang. Terjadinya konflik kepentingan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya menunjukkan kurang padunya stakeholder dalam .., atau dapat disebabkan karena kurang jelasnya arahan pemanfaatan sumberdaya.
Wilayah pesisir adalah wilayah yang mempunyai karakteristik tersendiri dimana wilayah ini merupakan perpindahan antara habitan daratan dan habitat perairan.  Banyak sumberdaya pesisir yang bersifat open acces dan common property, yang rentan terhadap ekploitasi yang berlebihan dan perusakan.  Sifat sumberdaya yang seperti cenderung akan menyebabkan yang kuat Oleh karena itu perlu adanya peraturan yang memuat tentang kebijakan lintas sektor dalam perencanaan pembangunan wilayah, arah penggunaan sumberdaya dalam satuan perencanaan dengan penetapan struktur dan pola ruang, menentukan kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan. 
b.    Saran





VII. DAFTAR KEPUSTAKAAN

Anonim, 2003.  Survei Kelayakan Potensi Perikanan dan Kelautan Pantai Selatan Provinsi DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Kerjasama Pusat Studi Sumberdaya dan Teknologi Kelautan UGM dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.
Anonim, 2005.  Pengembangan Sentra Industri Perikanan dan Kelautan di Provinsi DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA.  Kerjasama Pusat Studi Sumberdaya dan Teknologi Kelautan UGM dengan Ditrjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan DKP Jakarta.
Anonim, 2008.  Kajian Permasalahan Pengembangan Usaha Perikanan dan Kelautan Masyarakat sebagai Dampak Kenaikan BBM di Sentra-Sentra Perikanan Tangkap.  Kerjasama Pustek Kelautan UGM dengan Direktorat Pemberdayaan Ekonomi Masyakarakat Pesisir, Ditjen KP3 DKPJakarta.
 Anonim, 2007, Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan. Direktoraj Jenderal Perikanan  Tangkap, DKP RI Jakarta.Anonim, 2007, Ditjen Perikanan Tangkap DKP RI.
 Anonim, 2008, Laporan Penyusunan Zonasi Wilayah Pertambangan Kabupaten Gunungkidul, Kantor Pertambangan dan Energi Pemkab Gunungkidul.
 Anonim, 2008, Early Recovery Assistance, BAPPENAS-BAPPEDA Propinsi DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA-UNDP.
Anonim, 2008, Peta Bahaya Tsunami Kabupaten Bantul Propinsi DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA, Kerjasama antara Pemerintah Daerah Kabupaten Bantul, GTZ GLG, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan PSB Fakultas Geografi UGM.
 Anonim, 2009, Penaksiran Multirisiko Bencana di Wilayah Kepesisiran Parangtritis, TIM PSB UGM.
 CCRF (FAO, 1995).  Code of Conduct for Responsibility Fisheries.  Food and Agriculture Arganization
 Lukito H., 2004, Inventarisasi Eksokarst Menggunakan citra Landsat TM Pegunungan Seribu, Yogyakarta: Proceding Warisan Geologi Indonesia dan Malaysia.
 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
Purwadi, 2005. Upacara Tradisional Jawa, Menggali Untaian Kearifan Lokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sahubawa L, B. Yuswono, dan W.S. Barandi, 2009. Kajian Kondisi Hidro Oseanografi Perairan Pantai Selatan Jawa (Kabupaten Pacitan, Gunungkidul, Bantul, Kulonprogo).
Sahubawa L, H.N. Kamiso, Irham, B.L. dan Iwan Yusuf, 2007. Kajian Kapasitas Imprastruktur dan Sumberdaya dalam Peningkatan Akses Pemanfaatan Sumberdaya Ikan di Perairan Laut Selatan Jawa. Kerjasama Pustek Kelautan dengan LPPM dan Pustral UGM.
Sahubawa L, M. A. Husein, B. Yuswono, dan W. Fitria, 2008.  Potensi, Pemanfaatan dan Pengembangan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan Pantai Selatan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.  Tim Kelautan dan Perikanan Pekerjaan Detail Engineering Design Pelabuhan Perikanan Glagah, Kabupaten Kulonprogo Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Sukamdi, 2007. “Memahami Perkembangan Kualitas Penduduk Indonesia: Kasus Daerah Istimewa Yogyakarta” dalam Tukiran, Pande M Kutanegara, Agus J Pitoyo, M Syahbudin Latief. Sumber Daya Manusia, Tantangan Masa Depan.  Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Suseno, F.G., 1991, Etika Jawa, Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta: Gramedia.