Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 03. Tahun 2010
tentang Tata Cara Penetapan Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan, mengatur bagaimana
prosedur dan tata cara penetapan status perlindungan jenis ikan, mulai dari inisiatif usulan sampai kepada
penetapannya. Usulan inisiatif untuk memintakan penetapan status perlindungan jenis ikan dengan kriteria terancam punah, langka, endemik,
terjadi penurunan drastis populasinya, dan tingkat kemampuan reproduksinya rendah
kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, dapat datang dari: perseorangan, kelompok
masyarakat, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga pemerintah, dan
lembaga swadaya masyarakat dengan membawa dokumen kajian awal dan peta/sketsa
lokasi penyebaran ikan yang akan diusulkan status perlindungannya. Berdasarkan adanya usulan tersebut, kemudian Menteri Kelautan dan Perikanan menugaskan Dirjen Kelautan Pesisir
dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) untuk melakukan verifikasi kelayakan usulan
penetapan status perlindungan jenis ikan tersebut. Kalau jawabannya –layak-, maka
Menteri memintakan rekomendasi ilmiah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) sebagai scientific autority. Atas dasar rekomendasi dari LIPI tersebut maka Menteri menetapkan
status perlindungan jenis ikan. Dan setelah itu, Menteri menugaskan Dirjen KP3K
untuk melalukan sosialisasi Permen tersebut dan pengelolaan berkelanjutan secara nasional terhadap jenis ikan yang telah ditetapkan status perlindungannya tersebut.
Yang menjadi pertanyaan adalah: dimana peran pemerintah daerah? Padahal jenis ikan
endemik umumnya hanya ada di beberapa daerah prov/kab/kota saja. Peran daerah
dalam konservasi jenis ikan itu memang bisa saja ada pada waktu inisiatif
usulan dan pada waktu Ditjen KP3K melakukan verifikasi dimana di dalamnya
termuat keharusan untuk berkoordinasi dengan instansi pemerintah lainnya
termasuk pemerintah daerah, serta dalam pasal 27 Permen 03/2010 tersebut yang
menyebutkan bahwa: perlindungan terbatas dapat ditetapkan berdasarkan nilai
budaya dan kearifan lokal yang berlaku di daerah tertentu yang diatur oleh
Gubernur/Bupati/Walikota. Padahal Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, menyebutkan dalam pasal 10; Pemerintah Daerah
menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, dan dalam
pasal 18; ayat (1) Daerah memiliki wilayah laut dan diberikan kewenangan untuk
mengelola sumberdaya di wilayah lautnya, ayat (3) kewenangan itu berupa
eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut.
Saat ini sudah ada beberapa peraturan yang dikeluarkan daerah
terkait dengan konservasi jenis ikan yang lebih mengacu kepada Undang-Undang no 32
tahun 2004, seperti:
-Peraturan Daerah
Kabupaten Raja Ampat No. 09 tahun 2012 tentang Larangan Penangkapan Hiu, Pari
Manta, dan Jenis-Jenis Ikan Tertentu di Perairan Laut Raja Ampat
-Peraturan Bupati
Bengkalis No. 15 tahun 2010 tentang Kawasan Suaka Perikanan Ikan Terubuk di
Kabupaten Bengkalis Prov Riau.
Kiranya peran pemerintah daerah dapat lebih ditingkatkan lagi
dengan memberikan kewenangan untuk menetapkan status perlindungan jenis ikan
dan menyusun rencana pengelolaannya sesuai dengan kewenangannya sehingga daerah
akan merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap konservasi jenis ikan yang
dimilikinya. Dan penyempurnaan Permen KP No 03 tahun 2010 itu sedang dalam
proses.