Kamis, 28 Februari 2013

Konservasi Jenis Ikan; Peran Daerah Dalam Penetapan Status perlindungan Jenis Ikan

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 03. Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Penetapan Status Perlindungan Jenis Ikan, mengatur bagaimana prosedur dan tata cara penetapan status perlindungan jenis ikan, mulai dari inisiatif usulan sampai kepada penetapannya. Usulan inisiatif untuk memintakan penetapan status perlindungan jenis ikan dengan kriteria terancam punah, langka, endemik, terjadi penurunan drastis populasinya, dan tingkat kemampuan reproduksinya rendah kepada Menteri Kelautan dan Perikanan, dapat datang dari: perseorangan, kelompok masyarakat, lembaga penelitian, lembaga pendidikan, lembaga pemerintah, dan lembaga swadaya masyarakat dengan membawa dokumen kajian awal dan peta/sketsa lokasi penyebaran ikan yang akan diusulkan status perlindungannya. Berdasarkan adanya usulan tersebut, kemudian Menteri Kelautan dan Perikanan menugaskan Dirjen Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) untuk melakukan verifikasi kelayakan usulan penetapan status perlindungan jenis ikan tersebut. Kalau jawabannya –layak-, maka Menteri memintakan rekomendasi ilmiah dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sebagai scientific autority. Atas dasar rekomendasi dari LIPI tersebut maka Menteri menetapkan status perlindungan jenis ikan. Dan setelah itu, Menteri menugaskan Dirjen KP3K untuk melalukan sosialisasi Permen tersebut dan pengelolaan berkelanjutan secara nasional terhadap jenis ikan yang telah ditetapkan status perlindungannya tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah: dimana peran pemerintah daerah? Padahal jenis ikan endemik umumnya hanya ada di beberapa daerah prov/kab/kota saja. Peran daerah dalam konservasi jenis ikan itu memang bisa saja ada pada waktu inisiatif usulan dan pada waktu Ditjen KP3K melakukan verifikasi dimana di dalamnya termuat keharusan untuk berkoordinasi dengan instansi pemerintah lainnya termasuk pemerintah daerah, serta dalam pasal 27 Permen 03/2010 tersebut yang menyebutkan bahwa: perlindungan terbatas dapat ditetapkan berdasarkan nilai budaya dan kearifan lokal yang berlaku di daerah tertentu yang diatur oleh Gubernur/Bupati/Walikota. Padahal Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menyebutkan dalam pasal 10; Pemerintah Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, dan dalam pasal 18; ayat (1) Daerah memiliki wilayah laut dan diberikan kewenangan untuk mengelola sumberdaya di wilayah lautnya, ayat (3) kewenangan itu berupa eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut.
Saat ini sudah ada beberapa peraturan yang dikeluarkan daerah terkait dengan konservasi jenis ikan yang lebih mengacu kepada Undang-Undang no 32 tahun 2004, seperti:

-Peraturan Daerah Kabupaten Raja Ampat No. 09 tahun 2012 tentang Larangan Penangkapan Hiu, Pari Manta, dan Jenis-Jenis Ikan Tertentu di Perairan Laut Raja Ampat

-Peraturan Bupati Bengkalis No. 15 tahun 2010 tentang Kawasan Suaka Perikanan Ikan Terubuk di Kabupaten Bengkalis Prov Riau.

 
Kiranya peran pemerintah daerah dapat lebih ditingkatkan lagi dengan memberikan kewenangan untuk menetapkan status perlindungan jenis ikan dan menyusun rencana pengelolaannya sesuai dengan kewenangannya sehingga daerah akan merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap konservasi jenis ikan yang dimilikinya. Dan penyempurnaan Permen KP No 03 tahun 2010 itu sedang dalam proses.

Selasa, 26 Februari 2013

Jalan-Jalan di Bonifacio-Metro Manila, Filipina


Ketika pesawat Philippine Airlines akan mendarat di bandara internasional Ninoy Aquino di Manila, screen video menanyangkan beberapa daerah wisata di Filipina yang direkomendasi untuk dikunjungi kemudian ditayangkan bagaimana tatacara transfer ke penerbangan lain dan dimana tempatnya, bagaimana pengurusan dokumen imigrasi dan dimana tempatnya, di kompeyor berapa tempat pengambilan bagasi penumpang pesawat ini, dan bagaimana transportasi ke kota. Tayangan penjelasan tersebut dilakukan secara lengkap, informatif, dan simpel. Pengurusan keimigrasian dibagi ke dalam 4 jalur, yaitu: (1) diplomat dan peserta konferensi atau meeting-meeting internasional (sebagaimana diketahui, Filipina banyak terdapat NGO atau LSM internasional, sehingga banyak kegiatan MICE dilakukan di Filipina); (2)  untuk tenaga kerja Filipina di luar negeri; (3) warga negara Filipina, dan (4) untuk warga asing/umum. Karena kita sudah diberitahu sebelumnya maka pengurusan dokumen keimigrasian dan bagasi sangat gampang dilakukan.

Begitu keluar dari dalam bandara, tidak ada calo taxi gelap atau pedagang asongan yang menyerbu penumpang yang baru datang. Karena informasi tentang transportasi sudah ditayangkan dan dijelaskan kepada kita. Jadi kita tidak akan terperangkap oleh mereka yang akan berbuat jahat. Disini, terasa sekali sangat memanjakan para turis atau pengunjung asing baik turis maupun untuk urusan bisnis untuk datang ke Filipina. Cara-cara pemberian informasi seperti yang dilakukan maskapai ini kepada para penumpang khususnya untuk pesawat rute internasional perlu ditiru oleh penerbangan nasional kita dan juga oleh otoritas bandara di Indonesia.

Tiba di Manila masih sore maka langsung saja jalan-jalan disekitaran hotel Best Western Premier F1 tempat dimana kami menginap yang berada di kawasan Bonificioc Global City, Taguig di Metro Manila. Dan cerita jalan-jalan disini tidak akan menceritakan ‘Manila undercover’ tetapi hanya jalan-jalan biasa di sore hari. Saya menulis topik ini karena saya tertarik akan kenyamanannya yang berbeda dengan image yang ada di benak saya tentang Manila sebelumnya.

Bonifacio Global City adalah kawasan baru yang merupakan kota satelit untuk Manila City. Kalau boleh diibaratkan untuk kota Jakarta, Bonifacio ini seperti BSD dan Depok, yang membedakannya adalah perencanaan tata ruang dan tata kotanya dibuat benar-benar untuk kenyamanan masyarakatnya. Penataan jalan dibuat menyerupai blok-blok berbentuk segi empat seperti umumnya di jalan di kota-kota besar dunia, pedestrian yang lebar dan nyaman, pembagian kawasan komersial dan pemukiman,  dan taman yang luas dan tertata rapih. Tidak ada lapak pedagang yang sembarang mangkal, tidak ada pengamen, pengemis, dan pemulung. Serba rapih dan bersih. Sangat berbeda dengan suasana BSD sekalipun. Dan tentu kawasan Bonifacio dengan gedung-gedung pencakar langitnya jauh lebih luas dari kawasan BSD.

Jalan yang lebar dengan tidak seramai jalanan di Jakarta, jarang sekali ditemui sepeda motor, kendaraan berlalu lalang dan berhenti dengan tertib sesuai dengan aturan yang berlaku, para penyeberang jalan patuh terhadap tanda yang ada begitu juga dengan pengendara mobilnya. Dari penglihatan saya, jalanannya nyaman dengan tidak ada hiruk pikuk, saling terburu-buru atau saling serobot, sehingga orang lebih nyaman berjalan kaki untuk mencapai tujuannya atau naik kendaraan umum. Padahal udaranya panas seperti Jakarta juga.

Beranjak sedikit dari hotel Best Western, yang berada persis di seberangnya, ada pertokoan dan restoran yang membentang sepanjang satu kilometer dengan nama Bonifacio High Street. Dengan arsitektur lebih ke open air dimana sederet pertokoan dan restorannya saling menghadat taman yang lebar dengan bunga dan air mancur yang cantik sekali. Dan para pengunjung itu berjalan menyusuri selasar pertokoan atau cafe sampai mendapatkan tempat yang mereka tuju. Tentu tertata dan bersih serta saya tidak melihat ada orang yang hanya nongkrong tidak punya tujuan. Yang kalau di Jakarta banyak ditemui anak remaja yang melakukannya. Dengan toko-toko yang menjual produk fasyien bermerk dan cafe waralaba internasional, tentu banyak menggoda iman untuk merogoh kantong untuk membelinya. Sungguh kawasan ini sangat nyaman bagi yang mengunjunginya. Tidak heran kalau banyak expatriat tinggal dan beraktifitas di kawasan ini.

Bonifacio terletak antara Bandara internasional Ninoy Aquino dengan Makati di pusat kota Manila. Jadi jarak tempuh dari bandara ke Bonifacio hanya 15 menit saja. Begitu juga dari Bonifacio ke Makati, hanya 15 menit saja. Orang Manila bilang ‘macet’ tapi kalau di Jakarta itu hanya beberapa kendaraan yang antri ke belakang menunggu lampu merah. Sebenarnya bukan macet kalau begitu.

Saya berpikir, ‘kok di sepetak kawasan Manila di Bonifacio ini berbeda banget keadaanya dengan bagian lainnya di Manila apalagi di Jakarta?’. Saya merasakan berada di kawasan Bonifacio ini sama dengan berada di Sidney Australia. Mungkin saja karena budaya masyarakat Filipina lebih condong mencontoh ke Eropa atau Amerika karena dulunya para bangsa Eropa itu keras mengajari kedisiplinan, berbeda dengan Jakarta yang lebih condong dan mirip keadaan di New Delhi-India. Karena kebudayaan dan perilaku masyarakatnya lebih mirip dengan budaya New Delhi khususnya, India umumnya.

Bisakah Jakarta atau kota satelitnya membangun seperti Bonifacio ini?
Bonifacio di Taguig Filipina dalam giat pembangunan
 
Hotel Best Western-Bonifacio-Taguig
Jalanan tertib dan tidak riuh
Tata kota nya bagus
Disiplin dan budaya antrinya kuat
Kawasan Bonifacio High Street yang nyaman
Cafe nya menggoda selera
Tamannya apik
Beragam seafood juga tersedia
Minuman beralkohol dijual bebas
Cafe banyak dimana mana

 
 

Selasa, 19 Februari 2013

Pindah Tempat Duduk di Pesawat Harus Bayar Lagi

Ketika ada tujuan kunjungan ke Manila Filipina, sponsor memberi tiket Philippine Airlines dan transit di bandara Changi Singapore. Pesawat yang digunakan Philippines Airlines adalah jenis Airbus A320-200, berbeda dengan kebanyakan pesawat maskapai penerbangan di Indonesia yang mayoritas menggunakan pabrikan Boeing. Interior Airbus terkesan lebih lapang karena pemilihan warna yang cerah yaitu perbaduan antara biru dengan putih, walaupun sebenarnya ukuran lebar tempat duduk termasuk kesempitan. Perangkat screen video-nya bukan yang personal yang umum di pesawat Boeing menempel di belakang headrest tetapi di Airbus in, screen videonya menempel di plafon dimana program tayangan diatur secara terpusat.
Penerbangan rote pertama dari Jakarta ke Singapore ditempuh selama 1 jam 20 menit dan kami hanya diberi satu potong roti kecil dengan air mineral dan orange jus dalam cup kecil. Pada penerbangan kali ini, tempat duduk hanya terisi seperlima-nya. Masih banyak tempat duduk yang kosong. Karena di kursi sejajar saya ada teman lain, saya ingin pindah ke banyak kursi yang masih kosong. Kebetulan persis di belakang saya adalah kursi emergency yang cukup lebar dibanding kursi asal kami dan kosong. Ketika sudah duduk di kursi emergency itu, saya dihampiri salah satu pramugari dan pramugari memberi tahu: ‘kalau anda mau duduk di kursi emergency ini, anda harus nambah sebesar 20$US untuk penerbangan Jakarta-Singapore’. Wah, saya agak malu sedikit dan engga jadi dech pindah tempat duduknya. Kemahalan untuk penerbangan dengan minim fasilitas ini.
Pesawai Philippine Airline di Bandara Ninoy Aquino di Manila


Terkesan lapang
Padahal ukuran lebar kursinya sempit juga
Pramugari Philippine sedang bertugas
Penerbangan internasional tetapi hanya satu potong roti yang didapat

Rabu, 06 Februari 2013

Sedapnya Mie Aceh di Restoran Titi Bobrok Kota Medan

Ketika saya ada di Medan, ada teman yang ngajak saya untuk makan mie aceh, saya langsung setuju karena saya ingin ada variasi kuliner lain, tidak tiap hari mengudap durian terus menerus. Saya diajaknya naik bentor ke restoran Titi Bobrok yang berada di Jalan Setiabudi. Lumayan jauh juga dari tempat kami menginap yang ada di sekitaran Mesjid Raya. Bayar becak motor-nya saja Rp 25 ribu sekali jalan.
Restoran Mie Aceh Titi Brobrok cukup luas juga dengan kapasitas lebih dari 50 orang pengunjung dan pengunjungnya-pun membludag, baik yang makan di tempat maupun yang take away. Ada beberapa jenis mie aceh yang disajikan di restoran ini, ada mie aceh goreng maupun kuah biasa dengan harga Rp 8000/porsi, kemudian ada mie aceh kepiting dengan harga Rp 17 500/porsi, dan yang paling mahal adalah mie aceh udang dan daging dengan harga Rp 20.000 per porsi. Saya pesan mie aceh kepiting dan teman saya milih mie aceh udang dan daging.
Ketika sudah terhidang dihadapan, wah, warna merah hidangan dan wangi masakan khas Aceh langsung menyergap hidung saya. Tak tahan ingin segera menyantap mie yang mengebul panas beraroma ini. Kepitingnya benar-benar utuh satu ekor. Jadi yang terlihat dalam piring hidangan adalah satu ekor kepiting utuh yang diguyur dengan kuah mie. Rasa kuah dan mie-nya sangat merangsang selera dengan pedas merica dan cabai yang tajam. Padahal membuat mie aceh di restoran ini dilakukan secara masal tidak per piring, walaupun begitu, soal rasa masih bisa tetap terjaga. Bagaimana dengan teman saya yang menyantap mie aceh udang dan daging? Komentarnya adalah: ‘tidak enak yang ada adalah enak sekali’. Sambil bercanda.
Porsi mie aceh disini tidak dalam porsi kebanyakan seperti yang biasa kita temui di tempat lainnya. Sehingga dengan porsi yang pas, makan mie aceh disini-pun terasa lebih nikmat. Apalagi harganya yang tidak kemahalan, maka tidak heran kalau yang datang ke restoran ini sangat beragam, mulai dari pelajar sampai seumuran kakek nenek. Dan kursi-kursi yang tersedia selalu penuh oleh para pengunjung
Kalau ke Medan jangan lupa mampir ya?
Mie Aceh Kepiting, pedas dan sedap
Lahap menyantap mie aceh kepiting
Ruang restoran yang luas yang dapat menampung 50 orang
Menyiapkan mie aceh pesanan
Memasak mie aceh secara masal namun rasa tetap terjaga
Daftar harga menu di Restoran Titi Bobrok
Restoran Mie Aceh Titi Bobrok di Jln Setiabudi Medan


Selasa, 05 Februari 2013

Salat Dhuhur di Mesjid Raya di Kota Medan

Kenapa sampai saya menulis judul demikian? Karena Mesjid Raya di kota Medan ini adalah mesjid tua yang punya sejarah tersendiri dan juga mesjid ini telah menjadi icon kota Medan. Mesjid ini dibangun pada tahun 1906 s/d 1909 pada masa kesultanan Deli dipegang oleh Sultan Makmun Al Rasyid Perkasa Alamsyah yang berkuasa antara tahun 1873 s/d 1924, dengan nama Mesjid Al-Mashun. Pusat kesultanannya berada di istana Maimoon yang dibangun pada tahun 1888, terletak sekitar 200 meter dari mesjid Al-Mashun. Arsiteknya, walaupun berbeda orangnya namun sama-sama dari Belanda sehingga beberapa bagian tertentu gaya arsitektur mesjid Raya dengan istana Maimoon, ada kemiripan. Arsitek mesjid ini adalah Tingdeman dengan memadukan gaya Timur Tengah, Eropa, India, dan Melayu. Bentuk pintu yang ada di bagian dalam ruang mesjid mengambil gaya India dan jendela bagian luarnya mengambil gaya Eropa dengan perbedaan diantara keduanya adalah dari lengkungnya. Jendela Eropa dihiasi kaca patri dari China yang sangat populer pada ahir abad 19. Sedangkan gaya Timur Tengah diaplikasi pada bentuk lengkung yang memisahkan antar sudut selasar seperti halnya banyak ditemui pada bentuk pemisah ruang di berbagai mesjid lainnya. Gaya melayu diaplikasi pada beberapa ornamen baik yang ada di dinding maupun yang ada di pintu-pintu. Gaya melayu lebih terasa pada pemilihan warna-warna pintu yaitu dengan warna dasar hijau tua dengan warna ornamen kuning. 
Melihat bangunan Mesjid Raya ini dari luar begitu cantik dan megah, mengingatkan kepada bangunan-bangunan yang berada di beberapa negara Eropa yang dulunya pernah dikuasai oleh kerajaan Ottoman yang Islam. Sebenarnya nuansa di dalam ruangan mesjidnya sendiri tidak kalah megahnya, apalagi dengan dinding granit dari Eropa dengan atap kubah (dome) yang tinggi dengan ornamen kemewahan Eropa juga, namun suasana yang terbentuk ketika kami akan Salat Dhuhur di mesjid ini adalah kekumuhan. Disana-sini banyak orang yang tiduran di karpet yang tidak terawat, sistem penerangan yang seadanya, bahkan beberapa kaca jendela yang telah rusak kaca patrinya hanya ditutup plastik alakadarnya. Kemegahan itu telah terbungkus rapat. Salat kami menjadi kurang khidmat yang sangat berbeda ketika Salat di mesjid-mesjid peninggalan Walisongo di sepanjang Pantura Jawa.
Sayang, kalau mesjid megah ini terbengkalai tidak terkelola dengan baik.
Mesjid Raya di kota Medan yang dibangun pada tahun 1906
Istana Maimoon yang dibangun pada tahun 1888
Bagian dalam mesjid Raya
Langit langit kubah/dome mesjid Raya
Kental gaya India
Jendela gaya Eropa dengan kaca pateri dari China
Gaya Timur Tengah
Ornamen gaya Melayu
Bangunan tempat wudlu
Suasana di depan mesjid Raya kota Medan
Gerbang mesjid yang mendatar, mirip di Perancis

Minggu, 03 Februari 2013

Yuk, Berwisata Ke Singkawang

Kota Singkawang yang berjarak 190 km atau sama dengan 4 jam waktu tempuhnya dari Kota Pontianak di Kalimantan Barat merupakan kota yang layak dijadikan tempat kunjungan wisata. Kota Singkawang sangat kental dengan suasana oriental-nya karena memang sejarah kota ini tidak bisa lepas dari para pedagang atau para penambang emas dari daratan China. Para pedagang dan penambang emas yag datang ke kota yang dulunya bernama San Keuw Jong yang diambil dari bahasa dimana para pedagang dan penambang emas berasal, yaitu dari bahasa Hakka yang ada di provinsi Kwan Tung.
Jalan mulus dari kota Pontianak sampai kota Singkawang menjadikan perjalanan menjadi cukup menyenangkan walaupun lebar jalannya hanya 2 jalur dan tidak terlalu lebar, sehingga kalau berpapasan dengan kendaraan besar semacam bus atau truk, kendaraan kita harus memperlambat kecepatannya. Pemandangan di kanan kiri jalan adalah rumah-rumah penduduk dan banyak yang berupa rumah tua yang berdiri di tanah rawa. Sesekali hamparan belukar atau ilalang, kalau hutan sudah tidak ada lagi yang terlihat. Selepas jembatan Kapuas sepanjang jalan terlihat banyak sekali lapak yang menjual buah langsat atau kalau di Jawa, buah itu disebut duku. Buah langsat ini adalah hasil pertanian dari daerah Punggur di kabupaten Pontianak. Maka langsat yang terkenal-pun adalah langsat punggur. Warnanya kuning menggoda dengan harga seragam Rp 5000 per kg nya. Saat ini memang lagi puncak-puncaknya musim langsat atau duku.
Memasuki kota Singkawang kita mulai disuguhi dengan terlihatnya beberapa kuil atau vihara yang berukuran kecil. Kuil-kuil itu ada yang di pinggir jalan dekat perkampungan tapi ada juga yang berada di persawahan. Kita sudah masuk ‘kota seribu kuil’. Selain itu, banyak rumah-rumah yang dihiasi dengan lampu-lampu lampion yang berwarna merah menyala dalam rangka menyambut Imlek.
Kota Singkawang yang berpenduduk 290 ribu jiwa, terdiri dari 62% beretnis China dari suku Hakka atau Kek dan selebihnya terdiri dari suku Melayu, Dayak, dan lainnya. Komposisi inilah yang mewarnai ekonomi, sosial, budaya, dan kehidupan masyarakat Singkawang. Hal itu terlihat dari: arsitektur bangunan rumah dan pertokoan, makanan, dan berperikehidupan. Kotanya sendiri tidak begitu ramai, namun kendaraan sepeda motor banyak wara-wiri, seperti halnya di kota-kota lainnya di Indonesia.Jumlah kuil atau vihara yang terdiri dari vihara, cetiya atau vihara kecil, kelenteng atau pekong di kota Singkawang, jumlahnya sekitar 360 buah. Kuil-kuil inilah yang menjadi daya tarik wisata kota Singkawang. Tentu saja banyak budaya terkait dengan kuil-kuil ini seperti festival Cap Go Meh yang diselenggarakan waktunya berdekatan dengan hari raya Imlek. Pada saat festival Cap Go Meh banyak warga yang hadir di kota Singkawang, tidak saja dari kota-kota yang ada di Indonesia, tetapi banyak juga yang datang dari negara Singapora, Malaysia, Taiwan, China dan negara-negara lainnya.
Jangan lupa juga, di kota Singkawang juga memiliki pantai yang cukup cantik dimana lautnya langsung menghadap laut Natuna, bahkan sekali-kali pantai Panjang yang ada di kota Singkawang menjadi tempat bertelurnya penyu.
Sesekali berwisatalah ke tempat yang khas seperti ke kota Singkawang ini, akan lain lho nuansa perasaan yang akan didapatkannya.
Menyeberang jembatan Kapuas, jalan menuju kota Singkawang
Jalan mulus yang hanya dua jalur
Penjual langsat atau duku di sepanjang jalan ke Singkawang
Rumah di atas rawa
Suasana jalan raya di kota Singkawang
Hotel di Bukit
Kota Singkawang 
Kue dari Singkawang
Baliho dari politisi kota Singkawang menyambut Imlek
Suasana kota menyambut festival Cap Go Meh
Kelenteng
Vihara
Vihara Tri Dharma Bumi yang dibangun pada tahun 1933
Cetya 
Vihara Tri Ratna