Senin, 31 Oktober 2016

Karena Kegigihan Diplomasi Indonesia, Ikan Banggai Cardinalfish Tidak Jadi Masuk Daftar Apendiks ll CITES


Sekilas tentang Ikan Banggai Cardinalfish

Ikan banggai cardinalfish atau ikan capungan banggai atau Banggai Cardinal Fish disingkat BCF atau Pterapogon kauderni, awalnya adalah ikan khas atau endemis atau hanya ditemukan di perairan laut wilayah Banggai yang kini telah mengalami  pemekaran menjadi 3 kabupaten, yaitu Kab. Banggai Kepulauan, Kab. Banggai Laut, dan Kab. Banggai di Provinsi Sulawesi Tengah. Namun, kini ikan banggai cardinalfish dapat ditemukan dengan populasi cukup banyak di beberapa perairaan laut, seperti di: Selat Lembeh – Sulawesi Utara, Bali Barat dan Bali Utara, Banyuwangi- Jawa Timur, dan lainnya.  

Keberadaan populasi ikan banggai cardinafish di luar wilayah perairan laut Banggai, ada yang tidak sengaja masuk ke perairan lain diluar perairan Banggai, tetapi ada juga yang diintroduksikan secara sengaja ke suatu perairan. Sebagai contoh, introduksi ikan banggai cardinalfishke peraiaran Bali dilakukan secara sengaja oleh dive operator sebagai upaya meningkatkan daya tarik wisata selam di daerah itu.

Introduksi ikan banggaifish ke suatu wilayah penyelaman (dive site) akan menambah variasi dan keindahan biota yang ada dan hal tersebut akan meningkatkan minat menyelam di wilayah tersebut. Ikan banggai cardinalfish sendiri memiliki bentuk tubuh dan warna yang indah dan menjadi spot photografi yang menarik ketika ikan banggai cardinalfish ini berada di micro habitat nya yaitu ketika berlindung di dekat bulu babi atau di sekitar terumbu karang.

Ikan banggai cardinalfish menjadi daya tarik tinggi bagi beberapa peneliti asing untuk datang ke Indonesia karena ke-khasan-nya itu bahkan beberapa negara lain berusaha untuk mengembangkannya, karena ikan banggai cardinalfish memiliki nilai ekonomi yang tinggi sebagai ikan hias. Pasar utama ikan banggai cardinalfish adalah Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Saat ini, pemasok utama ikan banggai cardinalfish sebagai ikan hias ke Amerika dan Uni Eropa adalah negara: Vietnam, Thailand, Hawaii, Monaco, dan lainnya. Bukan Indonesia sebagai pemasoknya, walaupun Indonesia yang memiliki asal usul / ‘the origin’ dari ikan banggai cardinalfish tersebut.

Sejak tahun 2007, IUCN atau International Union for Corservation of Nature and Natural Resources atau organisasi profesi tingkat dunia yang memantau keadaan populasi suatu spesies kehidupan liar (flora dan fauna) dan banyak memberikan rekomendasi dalam hal penanganan terhadap suatu spesies kehidupan liar yang hampir punah, IUCN telah memasukkan ikan banggai cardinalfish ke dalam daftar merah (red list) IUCN dengan katagori terancam punah atau endangered (EN).  Katagori terancam punah diberikan kepada ikan banggai cardinalfish dengan alasan: sifatnya yang endemic atau wilayah sebarannya terbatas, spesies ini ditemukan dalam jumlah populasi yang kecil, fekunditasnya yang rendah, dan kemampuan penyebarannya yang sempit.

Umumnya setelah tumbuhan atau satwa termasuk jenis jenis ikan yang telah masuk ke dalam daftar merah (red list) IUCN, maka tinggal selangkah lagi untuk dibahas dalam CoP CITES berikutnya untuk dibahas agar masuk ke dalam daftar apendiks CITES.

Kenapa Negara Lain Menginginkan Ikan Banggai Cardinalfish Masuk ke dalam Daftar Apendiks ll CITES

Pelaku utama perdagangan internasional ikan banggai cardinalfish adalah negara: Vietnam, Thailand, Hawaii, dan Monaco, bukan Indonesia. Dan di negara negara tersebut, ikan banggai cardinalfish sudah dapat mengembang biakan secara artifisial / secara buatan atau dapat membudidayakannya. Dan keberhasilan negara negara tersebut dalam membudidayakan ikan banggai cardinalfish telah ‘diakui’ oleh CITES.  Sehingga tidak mengherankan apabila negara negara tersebut menginginkan ikan banggai cardinalfish dapat masuk ke dalam daftar apendiks ll CITES. Karena kalau jenis atau suatu spesies telah dapat dibudidayakan maka aturan CITES tentang pembatasan perdagangannya melalui mekanisme kuota sudah tidak berlaku lagi.

Perlu diingat bahwa jenis tumbuhan dan satwa termasuk ikan di dalamnya, apabila sudah masuk daftar apendiks CITES, harga dari jenis tumbuhan, satwa, ikan tersebut akan melambung tinggi. Dan lagi lagi yang akan menikmati keekonomian dari ikan banggai cardinalfish ini adalah negara negara yang telah ‘diakui’ CITES sudah bisa membudidayakannya, yaitu negara negara yang disebutkan di atas.

Sebagai catatan: CITES atau The Convention on International in Trade Endangered Spesies of Wild Fauna and Flora atau komisi perdagangan internasional untuk spesies satwa dan tumbuhan liar yang terancam punah adalah merupakan kesepakatan / perjanjian antar pemerintah (multilateral). Tujuan dari CITES adalah menjamin bahwa hidupan liar berupa flora dan fauna yang diperdagangkan secara internasional tidak dieksploitasi secara tidak berkelanjutan yang menyebabkan punahnya atau langkanya sumberdaya tersebut di habitat alam nya. CITES adalah lembaga dunia yang beranggotakan 183 negara (yang hadir di CoP17 di Johannesburg 158 negara). Jenis atau spesies yang diatur oleh CITES dibagi ke dalam 3 apendiks, yaitu:

Apendiks l adalah jenis yang terancam punah. Sehingga perdagangan internasional (komersial) umumnya dilarang,

Apendiks ll adalah jenis yang saat ini belum terancam punah, namun perdagangannya harus dikontrol aagar tidak menjadi terancam punah. Atau pengertiannya: perdagangan internasionalnya diperbolehkan tetapi dengan control yang ketat seperti dengan mekanisme kuota, dan

Apendiks lll adalah jenis jenis yang diproteksi oleh suatu negara dan yang menginginkan negara anggota untuk membantu melakukan control terhadap ekspornya. Atau pengertiannya: perdagangannya tidak seketat apendiks ll.

Namun tidak semua negara proponent atau negara yang mengajukan proposal untuk memasukkan satwa, tumbuhan, termasuk ikan ke dalam daftar apendiks CITES karena alasan ekonomi semata, tetapi banyak juga niat dari negara proponent tersebut sebagai bentuk awareness atau perhatian akan keberlanjutan keberadaan suatu spesies di muka bumi ini.

Indonesia sudah meratifikasi aturan atau ketentuan ketentuan CITES melalui Keputusan Presiden No. 43 Tahun 1978 tentang Ratifikasi CITES. Pengertian ratifikasi sendiri adalah suatu tindakan negara dalam memberikan persetujuan untuk mengikatkan diri ke dalam suatu perjanjian.

Kronologis Proposal Memasukkan Ikan Banggai Cardinalfish ke Dalam Daftar Apendiks CITES

Pada tahun 2007 dalam Convention of Parties / CoP14 CITES di Belanda, ikan banggai cardinalfish telah diusulkan oleh negara Amerika Serikat (istilah di CITES: sebagai negara proponent) untuk memasukkan ikan banggai cardinalfish ke dalam daftar apendik ll CITES. Menyikapi usulan / proposal dari Amerika Serikat tersebut, pemerintah Indonesia menyatakan menolak dengan alasan bahwa spesies tersebut / ikan banggai cardinalfish tersebut merupakan spesies endemic Indonesia. Dan Indonesia meyakini bahwa langkah Indonesia dalam pengelolaan ikan banggai cardinalfish dengan mekanisme nasional Indonesia akan lebih efektif. Selain itu, data data dalam proposal Amerika tersebut, dilakukan dan didapatkan tanpa izin resmi dari pemerintah Indonesia, sehingga data yang diperoleh diragukan kebenarannya. Ahirnya spesies ikan banggai cardinalfish ini tidak jadi diusulkan untuk maasuk apendiks ll CITES. Walaupun demikian (ikan banggai cardinalfish tidak masuk ke dalam daftar apendiks ll CITES), pemerintah Indonesia tetap berkomitmen untuk melakukan langkah langkah konservasi dan pengelolaan ikan banggai cardinalfish.
Pada CoP17 CITES di Johannesburg Afrika Selatan yang berlangsung dari tanggal 24 September sampai tanggal 04 November 2016, ikan banggai cardinalfish kembali diusulkan untuk dimasukkan ke dalam daftar apendiks ll CITES oleh Uni Eropa yang terdiri dari 28 negara anggotanya dan didukung penuh oleh Amerika Serikat. Catatan: kans proposal ikan banggai cardinalfish untuk dimasukkan ke dalam apendiks ll CITES cukup tinggi karena Uni Eropa sendiri terdiri dari 28 negara dan didukung oleh Amerika, suatu negara yang punya pengaruh besar di forum CITES. Sikap pemerintah Indonesia atas proposal ikan banggai cardinalfish dari Uni Eropa adalah sama seperti di CoP14 CITES di Belanda, yaitu Indonesia dengan tegas menolak usulan ikan banggai cardinalfish untuk dimasukkan ke dalam daftar apendiks ll CITES. Penolakan proposal tersebut oleh Indonesia mendapat dukungan dari negara Kuwait. Sebenarnya negara Nepal juga akan mendukung Indonesia, namun Nepal tidak mendapat kesempatan bicara di persidangan CoP17 CITES tersebut. Indonesia bersikukuh menolak proposal tersebut karena pemerintah Indonesia sudah banyak melakukan langkah konservasi dan pengelolaan ikan banggai cardinalfish.

Beberapa langkah konservasi dan pengelolaan ikan banggai cardinalfish oleh Indonesia sejak tahun 2007 sampai sekarang, antara lain:

Sebagian besar habitat alami penting ikan banggai cardinalfish yaitu di sekitar perairan laut Banggai Kepulauan telah dijadikan kawasan konservasi peraiaran

Inisiasi dan operasionalisasi ikan banggai cardinal fish centre (BCF Centre) di Kab Banggai Kepulauan yang bertujuan untuk mengaturtata niaga ikan banggai cardinalfish di Kab. Banggai Kepulauan

Desiminasi dan sosialisasi serta melaporkannya ke secretariat CITES bahwa teknologi budidaya ikan banggai cardinalfish  sudah dapat dilakukan Indonesia, bahkan sudah mendapat Standart Nasional Indonesia (SNI)

Ikan banggai cardinalfish distribusi sudah menyebar yang tidak hanya didapatkan di perairan laut Kab. Banggai Kepulauan tetapi sudah menyebar ke daerah daerah lainnya seperti ke Selat Lembeh, Bali, Banyuwangi dan lainnya. Bahkan ikan banggai cardinalfish di habitat barunya tersebut dapat tumbuh dan berkembang dengan baik

Saat ini kegiatan budidaya ikan banggai cardinalfish exsitu sudah mulai dilakukan di Yayasan LINI di Bali yang melibatkan masyarakat asal Kab. Banggai Kepulauan. Diharapkan ke depan, masyarakat local Banggai dapat membudidayakan ikan banggai cardinalfish ini di perairan Banggai dengan baik

Atas dasar pandangan delegasi Indonesia pada persidangan CoP17 CITES tanggal 3 November 2016  tersebut, ahirnya Uni Eropa menarik kembali proposal / usulan ikan banggai cardinalfish untuk dimasukkan ke dalam daftar apendiks ll CITES.

Namun demikian, Uni Eropa walaupun menarik kembali propolsalnya tetapi tetap mengajukan draft decisions. Draft decision dari Uni Eropa tersebut diadopsi pada persidangan CoP17 CITES tanggal 04 November 2016 dan Indonesia menerimanya. Draft decision tersebut disebut  Decision CoP17 Com.l.32.

Decision CoP17 Com.1.32. tersebut berisi:

Dokumen ini disiapkan oleh Sekretariat berdasarkan proposal CoP17 No. 46 setelah pembahasan dan persetujuan pada sesi ke 14 komite l

Arahan untuk Indonesia:

17.X1 Indonesia harus mengimplementasikan upaya konservasi dan pengelolaan ikan banggai cardinalfish untuk menjamin keberlanjutaan dan perdagangan internasional ikan banggai cardinalfish Pterapogon kauderni dan melaporkan kemajuannya pada pertemuan Animal Committee ke 30 tahun 2018

Arahan untuk Sekretariat CITES:

17.X2 mempertimbangkan sumber pendanaan dari luar secretariat, secretariat perlu melakukan studi untuk mengkaji dampak dari perdagangan internasional terhadap status konservasi ikan banggai cardinalfish dan memberikan masukkan terkait upaya pengelolaan dan konservasi ikan banggai cardinalfish yang sesuai

17.X3 sekretariat mendistribusikan dan menyampaikan hasil studi sebagaimana dimaksud pada 17.X2 pada pertemuan Animal Committee ke 30 tahun 2018

Arahan untuk Animal Committee

17.X4 animal committee pada pertemuan ke 30 nanti melakukan tinjauan terhadap laporan kemajuan dari Indonesia sebagaimana dimaksud pada 17.X1, tinjauan terhadap kajian sebagaimana dimaksud pada 17.X2 dan membuat rekomendasi untuk CoP18 CITES yang akan dating

Arahan untuk Lembaga/Negara Donor dan Organisasi yang Relevan Lainnya

Lembaga/negara donor dan organisasi yang relevan lainnya termasuk FAO, diundang dan didorong untuk mendukung Indonesia dan secretariat untuk mengimplementasikan decisions 17.X1 sampai 17.X3

Apa yang Harus Dilakukan Indonesia pasca CoP17 CITES, Terkait Konservasi dan Pengelolaan Ikan Banggai Cardinalfish?

Upaya Indonesia menolak memasukkan ikan banggai cardinalfish ke dalam daftar apendiks ll CITES telah berhasil. Dan itu memacu pihak Indonesia agar lebih memperhatikan lagi akan pengelolaan dan konservasi ikan banggai cardinalfish terutama di habitat alaminya.

Indonesia setidaknya segera melaksanakan Decisions 17.X1 CoP17 CITES dan melakukan upaya bagaimana agar pemanfaatan secara berkelanjutan dari ikan banggai cardinalfish dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama masyarakat di sekitar Banggai-Sulawesi Tengah dimana merupakan habitat alami dari ikan banggai cardinalfish. 

 
Suasana Pertemuan CoP17 CITES 2016 di Johannesburg Afrika Selatan