Senin, 30 April 2012

Belajar Berkuda di Gunung Geulis, Bogor

Bagi yang hobi atau mau belajar berkuda, silahkan kunjungi JN Stud yang berada di Jalan Pasir Angin no 88, Gunung Geulis, Bogor (masuk melalui jalur Gadog – Puncak, belok ke kiri) atau sebeahnya persis dari lokasi Gunung Geulis Golf yang sudah lebih dahulu dikenal.
Suasana alam desa pegunungan yang adem, tenang, dan bebas polusi sangat terasa di JN Stud ini menambah nikmat wisata berkuda. Sangat berbeda ketika keseharian di Jakarta yang hiruk pikuk dengan berbagai polusi termasuk polusi berita politik.
Kami datang dari awam sama sekali dalam hal berkuda. Namun, dengan mengikuti 1 jam belajar berkuda (lunging lesson), dimana yang diajarkan adalah dasar-dasar berkuda dengan benar, setelah itu, kami menikmati betul berkuda itu walaupun hanya dasar-dasarnya saja.
Olah raga berkuda terdiri dari; berburu, lomba kereta kuda, polo berkuda, equestrian, dan lainnya. Equestrian sendiri dari; tunggang serasi (dressed), lompat rintangan, trilomba, dan pacuan kuda (endurance). Nah, untuk bisa melakukan salah satu equestrian, maka harus menempuh ‘lunging lesson’ terlebih dahulu, agar dalam berkuda terdapat keserasian dan keharmonisan emosi antara penunggang dengan kudanya. Disini diajarkan bagaimana cara pengendalian kuda yang benar, bagaimana cara agar kuda dapat menurut perintah sang penunggangnya melalui gerakan tangan, kaki, dan berat badannya, sehingga kuda dapat berjalan dengan 3 cara; walk, troth, dan center.
Tentu, kami sangat berkesan dengan wisata berkuda di JN Stud ini dimana untuk ‘lunging lesson’ selama 1 jam dengan kuda-kuda yang gagah, tinggi besar hasil silangan kuda lokal dengan kuda Jerman atau Australia, hanya dipungut Rp 270rb saja. Sekali lagi sangat menyenangkan, apalagi sang empunya JN Stud ini Pak Jose sangat ramah melayani kami.   
(Bogor, 29 April 2012)
Senang Sekali Bercanda dengan Kuda
Belajar Berkuda atau Lunging Lesson
Tunggang Serasi
Terima Kasih Marcello

Minggu, 15 April 2012

Menonton Tari Barong dan Kris di Jalan By Pass Ngurah Rai, Denpasar-Bali

Saya menonton Tari Barong dan Kris di Sari Wisata Budaya yang berada di Jalan By Pass no 896A Denpasar adalah untuk yang pertama kalinya. Tetapi kalau menonton tari yang sama di Desa Batu Bulan, mungkin sudah 3 – 4 kali-nya. Ada perbedaan suasana antara pentas tari Barong dan Kris di Jalan By Pass dengan yang berada di Desa Batu Bulan. Kalau soal cerita-nya sih sama saja.
Tari Barong dan Kris ini menceritakan tentang pertarungan antara ‘kebajikan’ yang digambarkan dalam bentuk Barong melawan ‘kebatilan’ yang digambarkan dalam bentuk Rangda. Tahapan cerita yang di-setting dalam suasana hutan dan pegunungan, diawali dengan ulah tingkah kesombongan pengikut Rangda yang melawan para pengikut Barong dengan berbagai bumbu cerita. Dan diahiri pertarungan Barong melawan Rangda, namun tidak ada yang keluar sebagai pemenangnya dan itulah gambaran dunia senyatanya, yang terus menerus secara abadi bertarung antara kebajikan dengan kebatilan.
Kalau menilik pementasan tari di Sari Wisata Budaya di jalan By Pass ini yang seharga Rp 100 rb per orang (domestik), terasa ada yang mengurangi ‘kesakralan’ dari pentas tari ini. Sebagai contoh seorang 'Patih' yang ber-perawakan tinggi besar di tengah-tengah jalannya pentas menyapa penonton yang umumnya turis asing dengan bahasa Inggris seadanya, seperti; ‘are you good?’ dan lainnya, atau juga kera dengan beberapa kali beraksi mengacungkan 2 jari dan loncat kemudian duduk di sebelah kursi penonton yang seolah minta difoto. Saya yang tadinya serius menonton pentas tari Barong dan Kris ini dengan serta-merta menjadi tidak bergairah lagi untuk melanjutkan menikmati tarian tersebut.
Berbeda dengan pentas tari Barong dan Kris di Desa Batu Bulan yang terasa anggun serta penuh keseriusan. Di Batu Bulan biasa diadakan di area Banjar dan para pemainnya adalah warga setempat yang bermata pencaharian utama sebagai petani, pedagang, dan lainnya. Mangkanya pentas di Desa Bulan dilakukan pada pagi hari jam 08.00 sampai 09.00. Pentas di jalan By Pass dilakukan pk 09.00 sampai 10.00. Pentas tari Barong dan Kris di Batu Bulan dilakukan sesuai pakem yang dengan taat dipegang bersama. Hal tersebut sangat terasa pada saat terjadi dialog-dialog para pemain yang diucapkan dalam bahasa Bali seperti pada dialog antara pengikut Rangda dengan pengikut Dewi Kunti. Dan itu yang membuat kami lebih terpesona.  
(Bali, 12 April 2012)
Persahabatan antara Barong dengan Kera
Dua Penari Pengikut Rangda
Sang Patih

Kamis, 12 April 2012

Pantai Sanur Bali yang Mempesona

Wisatawan domestik hampir jarang mengunjungi Pantai Sanur di Bali, karena seleranya berbeda dengan wisatawan manca negara. Turis kita lebih menyukai datang ke tempat-tempat yang penuh keramaian, misalnya kalau ke Bali lebih memilih jalan-jalan ke Pantai Kuta yang memang hiruk pikuk oleh berbagai atraksi. Atau lebih senang ke tempat belanja dan kuliner. Maka ketika saya berkunjung ke pantai Sanur, tidak bertemu satu-pun dengan turis lokal. Mangkanya seperti sudah diketahui bersama, apabila mau mengembangkan tempat wisata atau destinasi wisata sekalipun, perlu mempertimbangkan sasaran pengunjung yang ingin digarap. Wisata dan hotel di sekitaran Sanur sudah pasti menyasar turis asing menengah keatas.
Bagaimana-pun wisata bahari yang berkembang di sekitaran Pantai Sanur adalah yang betul-betul mengeksplor keindahan di atas dan di bawah permukaan laut bukan di daratnya, karena banyak wilayah yang mengembangkan wisata bahari tetapi lebih kepada membuat atraksi artifisial di daratan pantainya. Dan jenis wisata seperti itu termasuk katagori 'mahal'. Jenis-jenis wisata yang banyak diminati di Sanur adalah: banana boat, jet sky, parasailing, berlayar, menyelam dan lainnya.
Untuk menikmati jet sky selama 30 menit bagi turis lokal hanya membayar Rp 150 rb saja sedangkan bagi wisman Rp 250 rb. Tiga puluh menit sudah cukup untuk memuaskan hasrat melaju di laut. Yang mau datang kesini, masuk saja ke Jalan Duyung yang seukuran gang di kawasan Sanur-Bali.
(Sanur Bali, 12 April 2012)
Pantai Pasi Putihnya  Hanya beberapa Metertapi Tetap Indah
Banyak Perahu Wisata yang Bertambat
Mau Sewa Yacht Juga Ada
Jet Sky yang Menantang
Adu Cepat Jet Sky dengan Kawan
Petunjuk dan Jalur Evakuasi kalau Terjadi Tsunami sudah Disiapkan

Menikmati Sore di Keindahan Pantai Legian Bali


Pantai Legian yang berada sebelahnya pantai Kuta memang tidak sepopuler Kuta, namun tidak kalah soal keindahannya. Kontur pantai pasir yang landai dengan lebar pantai lebih 100 meter, membentang jauh, dan airnya bening membiru dengan ombak bergulung-gulung saling berkejaran. Sungguh enak bagi penyuka selancar. Lebih-lebih suasana lingkungan pinggiran pantainya tidak sehiruk pikuk di pantai Kuta.
Ketika saya bertandang ke pantai Legian, banyak turis-turis yang kebanyakan bule sedang menikmati betul alam indah Pantai Legian ini. Ada yang sekedar duduk-duduk sambil baca buku, ada yang berolah raga ringan, ada yang selancar, ada yang nunggang kuda, bahkan ada yang ikutan main bola bersama-sama anak-anak pantai. Itu kan menandakan bahwa mereka suka dengan lingkungan pantai Legian yang bersahabat ini. Bule-bule saja suka dengan pantai ini apalagi aku. Hanya saja soal sampah terutama yang bertebaran di atas pasir putih dan menumpuk di sebelahnya pagar pembatas dengan jalan, yang banyak mengurangi poin positif dari pantai Legian ini.
Jadi sangat penting agar kita dapat menjaga keasrian pantai ini.
(Pantai Legian-Bali, 10 April 2012)
Pasir Putih dan Pantai yang Lebar
Jauh Membentang
Sekedar dudu-Duduk Menikmati Suasana Pantai
Pantai nan Indah
Berolah raga Ringan
Bermain di Pantai
Berkuda di Pantai
Nikmatnya Main Sepak Bola di Pantai
Pulang Selancar

Rabu, 11 April 2012

Menikmati Ekowisata Curug (Air Terjun) Sepanjang Ciapus – Gunung Bunder, Bogor

Dengan Vespa Menuju Gunung Salak
Saya tulis ‘sepanjang Ciapus sampai Gunung Bunder’ karena merupakan satu jalur wisata alam di kaki Gunung Salak di sebelah barat Bogor. Kemudian istilah curug adalah kata lain (bahasa lokal) untuk menyebut air terjun. Dan saya ingin berbagi kenangan manis kami ketika berkesempatan menikmati alam permai Gunung Salak pada hari Sabtu 08 April 2012 kemarin.
Pagi-pagi saya dan istri dengan sepeda motor Vespa kesayangan sudah keluar Kota Bogor melewati daerah Empang – Ciomas – Cikaret – Ciapus sejauh 25 km. Perjalanan dari kota Bogor sampai Ciapus, kita seperti disodori oleh kesibukan warga dari sebuah dinamika perkotaan yang yang serba sibuk dan tergopoh-gopoh mengejar waktu sebagai penjaja jasa. Sedangkan selewat Ciapus, aroma pedesaan dengan keagrarisannya lebih kental terasa. Suasana alami, sunyi, aroma sawah, kebun, ilalang bahkan bau kandang kambing bergiliran terhisap hidung kami, tapi kami menikmatinya. Pas di hotel Highland Park Resort, kami ambil arah ke kiri, kita mau ke Wana Wisata Curug Nangka yang berada di Desa Warung Loa Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor, sedangkan arah ke kanan adalah arah ke Curug Luhur dan Wana Wisata Gunung Salak Endah (GSE). Kami rencanakan mengunjungi Curug Luhur dan Wana Wisata GSE setelah selesai menikmati alam Curug Nangka.

Curug Nangka
Jarak dari Highlan Park Resort ke Curug Nangka, hanya 3 km saja dengan pemandangan di kanan kiri kami adalah kebun-kebun sayur yang sedang dipupuk oleh para petaninya sedangkan tegak lurus di hadapan kami adalah Gunung Salak, jadi seolah kami ini mau mendaki puncak Gunung Salak.
 Di pintu gerbang Wana Wisata Curug Nangka (WWCN) yang dijaga 5 orang petugas jaga dari kehutanan, kami ditarik karcis sebesarRp 16 rb atau Rp 5 rb/ orang dan sepeda motor Rp 6 rb.  Di balik pintu gerbang, kami langsung memandang di kiri kanan jalannya berderet-deret tegak berdiri pohon-pohon pinus. Pemandangan alam ini merubah suasana hati yang terbiasa dengan kegersangan menjadi kedamaian dengan hijaunya dan segarnya udara yang kami hirup. Kemudian berjalan sedikit, kami memasuki areal curug berada tetapi mesti melawati kepungan warung-warung nasi sederhana. Sajian pemandangan curug yang pertama adalah Curug Nangka dimana ketinggiannya sekitar 15 meter namun kami tidak dapat menikmatinya secara utuh karena tidak ada akses jalan menuju dasar air terjun tersebut, kami hanya melihatnya dari jalan setapak yang kami lalui di bagian atas curug tersebut. Pemandangan curug ke 2 adalah Curug Daun dimana jarak dari Curug Nangka hanya beberapa puluh meter saja. Curug Daun tingginya hanya 3 meteran saja tetapi pengunjung bebas menikmatinya dengan bermain-main dan mandi di air bening yang mengalir di bebatuan.
Curug-curug ini berada dalam sebuah lembah kecil dimana di kanan kiri kami dipenuhi tetumbuhan hutan hujan tropis seperti pakis dan lainnya. Banyak juga kera-kera yang jinak yang bercanda dengan kita dengan mengejar-ngejar kami. Mereka tahu kami sedang makan jagung bakar sambil berjalan-jalan.
Pengunjung yang umumnya dari Jakarta tentunya sangat menikmatinya dan merasa betah karena sejuk, hijau, hening, dan damai, namun sayang WWCN seluas 17 ha ini seolah tidak dikelola dengan baik. Hal tersebut terlihat dari jalan setapak yang licin dan berundak terlalu tinggi (30 – 75 cm), sampah plastik berserakan, dan warung-warung tenda dibiarkan berjualan dimana-pun mereka suka. Bahkan ada warung tenda yang didirikan persis di sisi kiri Curug Daun yang tentunya sangat mengganggu yang akan menikmati alam indah karunia Ilahi ini. Hal perlu dipikirkan lagi adalah kapasitas kunjungan wisatawan, jangan sampai jumlah pengunjung melebihi kapasitas WWCN ini.

Curug Luhur
Setelah puas menikmati alam WWCN, kami beranjak ke Wisata Air Curung Luhur jang jaraknya sekitar 10 km. Wisata air Curug Luhur berbeda dengan WWCN. Curug Luhur sudah dikelola dengan modern oleh perusahaan berbadan hukum yang setahu kami pemiliknya adalah orang Tunisia. Dikatakan modern karena di Curug Luhur para pengunjungnya dimanjakan oleh berbagai permainan atau wanaha air seperti halnya di Ancol, Jakarta seperti; seluncur, air tumpah dan lainnya. Malah pemandangan curugnya itu sendiri kurang memikat para pengunjung. Pengunjung lebih asyik dengan permainan airnya.
 Masuk Wisata Air Curug Luhur ini Rp 30 rb per orang dan parkir sepeda motor Rp 8 rb. Mahal juga ya?

Kawasan Wisata Gunung Salak Endah (GSE)
Kawasan wisata GSE di Gunung Bunder memang luar biasa dan masih natural sekali, hutan hujan tropisnya terlihat rimbun menghijau, pohon pinusnya berjajar-jajar berdiri tegak, sawah berterasering yang subur, puncak gunung Salak yang menjulang biru, dan lembah yang samar-samar terlihat hamparan kota Bogor. Tidak salah kalau ada yang menyebutnya sebagai sorga terahir.
Di kawasan wisata GSE ini terdapat belasan curug (air terjun) yang berketinggian mulai 3 meter sampai yang tingginya 40 meter. Sebut saja curug-curug yang mudah ditemui di sepanjang jalan yang berkelok-kelok, seperti; curug cihurang, curug seribu, curug pangeran, curug ngumpet, dan curug cigamea. Curug-curug tersebut sebenarnya dapat ditempuh dengan jalan kaki karena letaknya tidak jauh dari jalan raya, namun karena kontur jalannya naik turun tajam maka cukup nguras tenaga untuk bisa sampai ke lokasi curugnya.
Khusus Curug Cigamea yang tiket masuknya Rp 5500 per orang, curug ini lebih nikmat untuk dilihat dari kejauhan dimana antara puncak Gunung Salak dengan dasar dari Curug Cigamea dapat ditangkap dalam satu frame. Kalau dari dekat, curug cigamea ini kurang menarik karena tidak dapat mengambil foto dalam satu bingkai secara penuh, apalagi kesumpekan makin menjadi karena keberadaan warung-warung tenda yang berdiri sembarangan. Pengunjung-pun banyak yang tidak berlaku tertib, malah seolah dibiarkan mau berbuat apa saja sesukanya tanpa ada yang mengingatkannya.
Selepas puas menikmati Curug Cigamea dan waktu sudah menujukan pk 01 siang hari, maka sudah waktunya untuk santap siang. Nah, saya rekomendasikan untuk mampir ke warung Puncak Raya yang berada di seberang parkiran Curug Cigamea yang tempatnya benar-benar berada di puncak bukit sehingga kita dapat melihat hamparan sawah di bawah sana. Namun bukan hanya pemandangannya yang  indah ternyata gulai tutut (keong sawah) yang menjadi menu andalan di warung ini juga sangat sedap untuk dicoba. Gulai tutut yang disajikan sebagai pembuka makanan utama memiliki rasa yang gurih, pedas, dan hangat, sesuai dengan udara dingin yang melingkupi sekitar kami berada. Satu mangkok tutut dihargai Rp 10 rb.

Sekilas Kawasan Wisata Gunung Halimun Salak dan Alternatif Pengembangannya
Wana wisata Curug Nangka, Wisata air Curug Luhur, dan kawasan wisata Gunung Salak Endah (Gunung Bunder) termasuk dalam kawasan konservasi yang menjadi kewenangan Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak-Kementrian Kehutanan yang luas totalnya 113.357 ha yang mencakup wilayah Kab Bogor, Kab Sukabumi, dan Kab Lebak-Banten (Balai adalah nomenklatur untuk eselon III di kementrian), sangat kaya akan keaneka ragaman hayati dan memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan sebagai wisata berbasiskan alam dan budaya masyarakat setempat (ekowisata). Nomenklatur setelah balai (ess III) kemudian seksi (eselon IV) dan terahir adalah Resort (non struktural) yang menjadi garda depan dalam pengelolaan kawasan konservasi hutan. Kawasan Curug Nangka, Curug Luhur dan Gunung Salak Endah sendiri masuk dalam kewenangan Resort Gunung Salak II yang luasnya 9000 ha.
Dinamika kawasan wisata di Resort II geliatnya semakin terasa  meningkat yaitu dengan melihat kepada indikator trend kenaikan wisatawan yang berkunjung dan tumbuhnya hotel, vila, penginapan, rumah makan, pemukiman, dan lainnya. Geliat ini perlu dikendalikan secara ketat jangan sampai dibiarkan bergerak tanpa arah. Kalau tidak, kelak beberapa tahun lagi tempat wisata ini sudah berubah dipenuhi hutan beton.
Hemat saya, kawasan wana wisata Curug Nangka, Curug Luhur, dan Gunung Salak Endah dikembangkan sebagai kawasan ekowisata yang menjalankan 6 prinsip;
1.  Terencana secara holistik, terintegrasi sehingga terbentuk harmonisasi antara manusia dengan alam lingkungannya,
2.    Ramah lingkungan dengan indikator less waste, menggunakan bahan yang dapat didaur ulang, dan tidak merusak apalagi merubah lingkungannya,
3.    Ramah adat, sosial, dan budaya setempat,
4. Tidak banyak membutuhkan infrastruktur sehingga tidak berdampak negatif terhadap alam, lingkungan, adat, sosial, dan budaya setempat,
5.    Jumlah kunjungan wisatawan dibatasi sesuai carrying capacity, dan
6. Berdampak positif terhadap sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat setempat.
Dengan demikian, mudah-mudahan anak cucu kita masih dapat menikmati alam indah kawasan wisata air terjun dari Ciapus sampai Gunung Bunder ini. Amin  

Jalan Menuju Curug Nangka
Suasana Hutan Pinus di Curug Nangka
Curug Nangka
Wisata Air Curug Luhur
Curug Luhur
Sungai Berbatu dan Gunung Salak
Sawah Berterasering
Indahnya Gunung Salak
Hutan Gunung Salak
Curug Cigamea
Di Warung Puncak Raya, Cigamea

Minggu, 08 April 2012

Yuk, Melihat Penangkaran Burung di daerah Ciapus-Gunung Bunder, Bogor

Saya bukan pehobi burung, tapi karena tercengang akan harga-harga burung berkicau yang selangit, maka saya sempatkan berkunjung ke salah satu tempat penangkaran burung di Jalan Raya Ciapus, Tamansari, Gunung Bunder, Kabupaten Bogor. Jadi mohon maaf kalau tulisan ini banyak salahnya.
Penangkaran burung yang dimiliki oleh Yayasan BnR atau Boy dan Rekan ini berada di Jalan Raya Ciapus, sebelum masuk daerah Curug Nangka atau tempat wisata Gunung Salak Endah di kecamata Tamansari. Kalau dari Kota Bogor, ambil rute Empang, Ciomas, Ciapus, terus ke tempat Wisata Gunung Salak Endah. Tempatnya tidak mencolok seperti rumah biasa saja, hanya saja gerbangnya dihiasi oleh beberapa patung burung elang.
Kami berkunjung informal artinya mendadak namun tetap dilayani engan sangat ramah oleh Mas Kris dan kawan-kawannya. Tentu kami harus menjaga aturan sebaik mungkin untuk masuk penangkaran burung ini, karena kami sadar kalau kami gegabah bisa berakibat fatal terhadap burung-burung yang sangat mahal-mahal yang ada di penangkaran ini.
Beberapa jenis burung yang ditangkarkan di BnR ini adalah diantaranya; cucak rawa, kacer, murai batu, lovebird, dan lainnya. Mas Kris menerangkan bahwa jenis burung yang paling favorit disini adalah murai batu dan itu karena faktor indah kicauannya yang tentu diikuti oleh harga dari burung tersebut.
Burung jenis murai batu, mulai dikawinkan pada umur 1 ½ tahun, namun di daerah Bogor, murai batu ini kurang bagus untuk ditangkarkan karena jenis burung ini lebih menginginkan udara panas seperti halnya di habitat aslinya di hutan Sumatera Utara. Harga anakan murai batu yang berumur 2 bulan yaitu Rp 8 juta, yang berumur 1 tahun = Rp 15 juta, dan kalau sudah jadi tapi belum dapat juara lomba burung berkicau itu sekitar Rp 30 juta-an. Kalau yang sudah pernah mendapat juara dalam perlombaan, itu harganya jadi gelap, karena bisa mencapai ratusan juta rupiah.
Untuk jenis cucak rawa, burung ini mulai dikawinkan pada umur 2 tahun, dan tiap bulan burung ini bisa bertelur. Dari telurnya saja, bisa ditebak apakah kelak menjadi jantan atau betina. Kalau bentuk telurnya lonjong itu mendakan akan menjadi jantan dan kalau bentuknya hampir bulat, itu berati kelak akan jadi betina. Harga induk cucak rawa =Rp 20 uta/pasang, anakan umur 6 bulan seharga Rp 6 juta. Burung cucak rawa mulai bisa berkicau umur 1 tahun dan dapat hidup selama 15 tahun dengan berkicau terus. Cucak rawa asal usulnya banyak dari hutan Kalimantan.
Burung jenis love bird yang lebih mirip dengan burung betet banyak jenisnya ada yang lokal, taiwan, dan holland. Jenis holland yang paling diminati penggemarnya. Warna burung beraneka dan indah-indah walaupun burung ini masuk jenis burung berkicau bukan burung hias.
Burung-burung yang ditangkarkan disini dikasih makan jangkrik, pagi dan sore. Burung yang lagi dikawinkan itu diberi jangkrik sebanyak 50 ekor/pasang/hari. Sedangkan yang tidak ditangkarkan hanya dikasih jangkrik 20 ekor saja setiap harinya. Selain jangkrik juga dikasih kroto dan ulat hongkong.
Burung-burung hasil penangkaran selalu ditandai dengan adanya pin di salah satu kakinya. Pin tersebut selain akan mempermudah informasi asal usulnya, juga meningkatkan harga jualnya.
Saya yang bukan pehobi burung saja bisa berlama-lama menikmati tempat ini karena banyak dapat ilmunya selain rekreasi, apalagi bagi pehobi burung ya?
Penangkaran burung ini terbuka untuk umum, kalau mau berkunjung berombongan-pun bisa. Yuk, ke Bogor
Penangkaran Burung Boy dan Rekan di Taman sari-Gunung Bunder, Bogor
Mas Kris menerangkan dengan detil proses penangkaran burung
Jenis cucak rawa, salah satu favorit ditangkarkan
Proses memperkenalkan jantan dan betina
Kamar tempat saling diperkenalkan antar jantan dan betina
Kandang tempat mengawinkan burung jenis murai batu
Pin yang akan dipasang pada kaki burung hasil penangkaran

Mengunjungi ‘Kampung Budaya’ di Sindang Barang, Bogor

Mencari tempat dimaksud, susah-susah gampang. Kalau berangkat dari sekitaran Kebun Raya, Kota Bogor, arahkan kemudi anda ke daerah Empang, kemudian lewati daerah Ciomas. Dari situ ambil ke kanan, masuk jalan sempit seukuran badan mobil kijang yang di kanan kirinya dipadati penduduk dengan segala macam aktivitasnya. Untuk sampai ke dekat lokasi Kampung Budaya harus menempuh 3 km-an yang suasananya sangat ‘perkotaan’ banget. Untuk asuk ke lokasi kampung budaya, andi harus menitipkan kendaraan di penduduk setempat kemudian berjalan kaki di jalan bebatuan sejauh 50 meter-an. Kendaraan roda dua masih bisa masuk namun bukan kendaraan yang memiliki lingkar roda semacam Vespa. Yang roda berlingkar kecil, dijamin akan nyangkut dech.
Begitu masuk areal kampung sunda yang harus melewati gerbang bambu sederhana seukuran satu orang dewasa, kita akan melihat hamparan rumput hijau di tengah areal kampung budaya ini. Di tiga sisinya terdapat bangunan-bangunan rumah bambu khas Sunda, lumbung padi (bahasa sundanya: Lieut), dan pendopo. Kemudian di sisi satu-nya lagi adalah hamparan sawah dengan padi yang masih hijau. Setelah kami berada di tengah kampung budaya ini, terus terang kami agak kecewa, bagaimana tidak? Bayangan sebelumnya tentang kampung budaya ini yang dirangkum dari nonton di televisi atau membaca dari bebera koran adalah perkampungan tradisonal yang bertahan dari gempuran arus perubahan jaman, seperti halnya; Kampung Naga di Tasikmalaya atau Kampung Suku Baduy di Kanekes, Lebak-Banten. Ternyata disini hanyalah tempat komersial biasa seperti untuk kegiatan meeting, retreat, outbond dan lainnya, yang meminjam suasana kampung di Pasundan pada jaman dulu. Ini ‘kampung' yang artifisial dengan tanpa adanya masyarakat beserta struktur masyarakatnya.
BTW, bagaimanapun perlu menghargai gagasan dari pemiliknya yaitu Bpk Maki yang menantunya Bpk Sam Bimbo, karena dalam area 8600m2 ‘kampung budaya’ ini, beliau ingin menghadirkan suasana budaya Sunda yang kini semakin menjauh dari kehidupan orang-orangnya akibat tergerus arus perubahan jaman.
Kampung Budaya ini Dibangun pada 2007
Bangunan Lumbung Padi (Lieut) Khas Pasundan
Pak Jaja Menerima Kami dengan Baik
Disini Bisa Belajar Gamelan Sunda
Bisa Juga Belajar Membatik walaupun Gurunya dari Pekalongan
Belajar Membatik
Main Eggrang
Sisi Lain dari Kampung Budaya Sindangbarang