Rencana Zonasi
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) adalah alokasi ruang di
wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (WP3K) sesuai peruntukannya dengan
memperhatikan pola dan struktur ruangnya. Secara umum ruang di WP3K di tingkat
prov/kab/kota dialokasikan untuk kawasan pemanfaatan umum, kawasan konservasi,
alur laur, dan kawasan strategis nasional tertentu (KSNT). Dimana dalam KSNT
lebih ditekankan untuk mengskomodir alokasi ruang untuk pertahanan –keamanan,
situs warisan dunia, dan lingkungan hidup. Salah satu wilayah pesisir yang
masuk katagori KSNT ini adalah pulau-pulau kecil terluar (PPKT). Berbagai aspek
fungsional maupun struktur harus dipertimbangkan untuk penyusunan RZWP-3-K di
tingkat prov/kab/kota, belum lagi sebagaimana kita ketahui bersama bahwa WP3K
itu adalah wilayah dengan keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi. Di
beberapa wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, tidak sedikit yang memiliki
spesies ikan endemik , seperti ikan banggai kardinal di pesisir Sulawesi
Selatan, Sidat (Anguila sp) di pesisir Sulawesi Tengah, terubuk (Tenualosa
macrura) di pesisir provinsi Riau dan masih banyak lainnya. Namun demikian,
tidak sedikit spesies ikan di WP3K sudah katagori langka karena laju
kepunahannya (extinction rate) yang tinggi. Kalau ada salah satu spesies punah,
itu artinya mata rantai makanan pada level tropiknya akan terputus dan itu
berarti keseimbangan alam akan terganggu yang ahirnya akan mengancam
kelangsungan kehidupan kita semua. International
Union for Conservation of Nature (IUCN) sebuah organisasi dunia yang
mendedikasikan diri dalam konservasi sumberdaya alam membuat katagori terhadap
spesies, menjadi:
1.
Punah (Extinct;
EX),
2.
Punah di alam
liar (Extinct in the wild; EW),
3.
Kritis atau
sangat terancam punah (Critically Endangered; CR),
4.
Terancam
(Endangered; EN),
5.
Rentan (Vulnerable;
VU),
6.
Resiko rendah
(Low Risk; LR),
7.
Tergantung
konservasi (Conservation Dependant; CD),
8.
Hampir Terancam
(Near Treatened; NT),
9.
Resiko Rendah
(Least Concern; LD),
10.
Data Kurang (Data
Deficient; DD),
11.
Tidak dievaluasi
(Not Evaluated; NE),
12.
Tidak diketahui
(Not Recognized; NR),
13.
Kemungkinan punah
(Possibly Extinct; PE), dan
14.
Kemungkinan punah
di alam liar (Possibly Extinct in the Wild; PE).
Salah satu spesies ikan di WP3K yang sudah katagori
dilindungi dan perlu diakomodir dalam alokasi ruang wilayah pemijahan (spawning
ground), wilayah ruaya mijah, dan wilayah pembesarannya / yang selalu melekat
sebagai wilayah penangkapan ikannya (fishing ground), adalah ikan terubuk (Tenualosa macrura) yang
endemik provinsi Riau, khususnya di kabupaten Bengkalis, Meranti, dan Siak. Ikan
terubuk ini banyak ditangkap untuk telurnya seperti halnya ikan caviar di
Eropa. Status perlindungan terbatas untuk ikan terubuk sudah diatur dalam
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor: Per.59/Men/2011. Ikan terubuk
memiliki sifat mijah anadromi. Anadromi adalah menetaskan telur di air tawar,
kemudian bermigrasi ke laut untuk menjadi ukuran dewasa dan kemudian kembali
lagi ke air tawar untuk bertelur. Spesies ikan yang memiliki sifat anadromi
lainnya adalah ikan salmon. Lawan
anadromi adalah katadromi. Katadromi adalah sifat mijah ikan dimana bertelur di
perairan laut kemudian tumbuh dewasa di perairan tawar dan kembali lagi ke
perairan laut untuk bertelur. Jenis ikan yang memiliki sifat katadromi adalah
salah satunya ikan sidat (Anguila sp).
Sifat-sifat biologis ikan terubuk yang membutuhkan
kepastian ruang untuk ruaya, mijah, dan tumbuh jadi dewasa, perlu diakomodir
dalam RZWP-3-K provinsi Riau. Kenapa
harus juga diatur di level provinsi tidak hanya dalam RZWP-3-K kab Bengkalis?
Karena ikan terubuk tumbuh besar di wilayah selat Bengkalis yang masuk
wilayahnya kab Bengkalis, kemudian masuk ke sungai Siak untuk bertelur.
Bertelurnya sungai Siak yang masuk wilayah kab Siak, tetapi sebelumnya, ikan
terubuk ini harus melewati sungai Siak yang masuk wilayahnya kab Meranti,
begitu juga ketika juvenil ikan terubuk beruaya menuju perairan laut Kab
bengkalis, harus melewati wilayah kab Meranti juga. Karena mencakup 3 kabupaten
maka alokasi ruang dan pengaturannya selain di masing-masing 3 kabupaten
tersebut juga harus diatur dalam RZWP-3-K provinsi Riau. Namun, perlu dingat
juga bahwa kabupaten Meranti dan kab Siak bukan wilayah pesisir dan tentu mereka tidak punya wilayah laut, sehingga untuk kedua kabupaten tersebut, alokasi ruang dalam bentuk RTRW kabupaten dan konteks konservasinya menggunakan kaidah Undang-Undang Perikanan. Wilayah-wilayah yang menjadi
daerah pemijahan, ruaya, dan pembesaran ikan kerapu harus masuk dalam kawasan
konservasi di masing-masing tiga kabupaten tersebut dan dalam alokasi ruang
untuk kawasan konservasi dalam RZWP-3-K provinsi Riau. Sampai saat ini untuk
daerah pemijahan ikan terubuk di kab Siak belum ada regulasi konservasinya
begitu juga di kab Meranti, tetapi di kab Bengkalis, melalui Peraturan Bupati
Bengkalis No.15 tahun 2010 telah menetapkan daerah pembesaran dan jalur ruaya ikan terubuk sebagai
wilayah suaka perikanan. Memang yang dibutuhkan dalam rangka menjamin ikan
terubuk ini dapat berkembang biak dengan baik adalah adanya jalur ruaya atau fish way,
selain tempat pemijahan dan pembesarannya yang dituangkan dalam alokasi ruang dalam
kawasan konservasi di RZWP-3-K prov Riau maupun RTRW provinsi dan kabupaten.
Kiranya regulasi perlindungan ikan terubuk akan lebih
efektif kalau disertai dengan regulasi alokasi ruang untuk mengakomodir
sifat-sifat biologis ikan terubuk itu sendiri.
Selat Bengkalis di Riau tempat ikan terubuk |
Sungai Siak tempat ikan terubuk beruaya dan mijah |
Peta Spawning Ground ikan terubuk di Sungai Siak |
Hirarki RZWP-3-K |
Ikan terubuk yang bersifat anadromy |
Sidat yang bersifat katradomy |
Kriteria red list IUCN |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar