Jumat, 01 Juli 2011

Nonton Drama Musikal Ludrukan Kartolo Mbalelo di TIM Jakarta.

Panggung diawali ‘guidance’ oleh Butet Kartaredjasa yang juga dilakukan pada pertunjukan-pertunjukan  Indonesia Kita sebelumnya seperti pada konser cinta Beta Maluku dan From Jogja With Love, namun Butet kali ini lancar berguyon dan ngomel berbeda ketika membuka Konser Cinta Beta Maluku terdahulu, Butet tergagap-gagap memaksakan idiom-idiom Maluku yang mungkin dia sendiri tidak mengerti artinya. Itu dapat dimengerti karena Butet lahir dan besar di Jawa bukan di Maluku.
Pertunjukan yang disutradai oleh Sujiwo Tejo ini punya warna politis yang kuat dimana digambarkan bahwa Kartolo seorang seniman ludruk ternama dari Jawa Timur ingin dipinang oleh seorang politisi terkenal dan berkuasa untuk menjadi bendahara partai bahkan sampai diimingi sebagai calon wakil presiden bersama sama sang politisi yang akan mencalonkan sebagai presiden. Berbagai cara dilakukan agar Kartolo mau mengikuti kemauan sang politisi kuat yang diperankan secara pas oleh Cak lontong.  Baik melalui teman karibnya Kartolo yaitu Sapari atau bahkan lewat istrinya sendiri yang diperankan oleh Yu Ning.  Kembaleloan Kartolo ini mengundang kemarahan sahabatnya sapari maupun istrinya sendiri. Mereka menganggap kembaleloan Kartolo adalah suatu tindakan yang bodoh. Namun tetap saja Kartolo tetap saja pada pendiriannya. Dan pertempuran itu berahir dimenangkan oleh Kartolo.
Drama musikal Kartolo Mbalelo berusa memadukan situasi politik sosial kekinian di negeri ini secara pas, dengan kritik terbuka maupun implisit. Itu dimungkinkan karena panggung seperti itu sudah berkali kali ditampilkan oleh Sujiwo Tejo atau khususnya oleh Butet dalam berbagai bentuk dan media. Namun,  panggung ‘banyolan’ seperti ini terasa dipaksakan ketika pakem banyolan atau ludrukan dibawa ke panggung Konser Cinta Maluku Beta, karena banyolan-banyolan seperti itu bukan tipikal orang Maluku. Orang Maluku lebih suka bernyanyi dan berdansa. Hal lain yang membedakan pertunjukan Kartolo Mbalelo dengan Beta Maluku adalah dari sisi aktualisasi pesan. Menonton Kartolo Mbalelo seolah menggambarkan negeri ini‘gelap’ segala arah atau bahkan ‘salah-salah, semua yang dilakukan adalah salah’, masa sich engga ada satu halpun yang membanggakan kita? Apalagi tokoh nasional yang menjadi aktor tamu terkesan sedang self marketing (yang dapat memperbaiki negeri kacau balau ini, katanya), dan itu disokong oleh naskah pertunjukan yang menggiring opini penonton kearah yang sama. Berbeda dengan pertunjukan Beta Maluku yang mengekspresikan keoptimisan hidup, kedamaian, cinta dan persatuan
Bagaimanapun, kita patut mengapresiasi kesenian-seperti ini karena warga sudah jenuh oleh tampilan ‘panggung-panggung’ lain dan budaya massa yang nota bene diimpor dari lain budaya. Apalagi panggung seperti ini adalah cerminan keseharian yang biasa dilakoni oleh kita kita sekalian.
Nonton lagi ahh untuk pertunjukan Indonesia Kita lainnya. 
Butet sebagai Produser
Salah Satu Setting: dialog Sapari, istri Kartolo dan Kartolo
Inul Daratista sebagai Bintang Tamu
Machfud MD sebagai Bintang Tamu
Kembaleloan Kartolo sbg Pemenang Dalam Pertempuran
Salut, Sangat mengapresiasi terhadap kesenian ini

2 komentar:

  1. asiiiik ada fotoku.. (adegan silat rampak) :D

    BalasHapus
  2. wah.. Mas Kikinoyy, komentar saya, istri dan teman yang ikut nonton bhw aksi panggung yang paling bagus pada drama musical ludrukan Kartolo Mbalelo adalah dari silat rampak itu. bagus mas. silat rampak itu darimana ya mas?

    BalasHapus